NovelToon NovelToon
Dinikahi Untuk Dibenci

Dinikahi Untuk Dibenci

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Playboy / Konflik etika / Angst / Romansa / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:12k
Nilai: 5
Nama Author: 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒

“Pastikan kau sembuh. Aku tidak menikahimu untuk jadi patung di rumah ini. Mulailah terapi. Atau…” Edward menunduk, berbisik di telinganya, “...aku pastikan kau tetap di kamar ini. Terikat. Tanpa busana. Menontonku bercinta dengan wanita lain di tempat tidur kita.”

Laras gemetar, tapi matanya tak lagi takut. “Kau memang sejak awal… tak lebih dari monster.”

Edward menyeringai. “Dan kau adalah istri dari monster itu.”

Laras tahu, Edward tidak pernah mencintainya. Tapi ia juga tahu, pria itu menyimpan rahasia yang lebih gelap dari amarahnya. Ia dinikahi bukan untuk dicintai, tapi untuk dihancurkan perlahan.

Dan yang lebih menyakitkan? Cinta sejatinya, Bayu, mungkin adalah korban dari semua ini.

Konflik, luka batin, dan rahasia yang akan terbuka satu per satu.
Siap masuk ke kisah pernikahan penuh luka, cinta, dan akhir yang tak terduga?

Yuk, baca sekarang: "Dinikahi Untuk Dibenci"!
(Happy ending. Dijamin!)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22. Pertunangan

Laras berdiri di balik jendela kamarnya. Langit malam tampak kelabu meski tanpa hujan. Cahaya bulan hanya temaram, seakan ikut bersedih bersamanya. Tangannya menyentuh kaca, dingin, seperti hatinya malam ini.

"Kenapa kau melawan ayahmu demi aku, Bay?" bisiknya lirih. Suaranya nyaris tak terdengar.

Air matanya tak jatuh, tapi sembab itu nyata. Pandangannya kosong menembus malam, namun pikirannya melayang ke masa lalu.

"Aku tak pantas kau bela sampai seperti ini..."

Ia memejamkan mata. Kenangan datang seperti film yang berputar pelan. Saat mereka duduk di kafe kecil, saat Bayu menyanyikan lagu cinta dengan gitar usangnya, suara merdunya selalu membuat Laras tersenyum. Saat mereka makan mie ayam di tengah hujan, berdua, tertawa di bawah payung yang sobek.

"Dulu kita sederhana, tapi aku bahagia," ucapnya pelan, suara tercekat di tenggorokannya. "Sekarang aku tinggal di istana... tapi rasanya hampa, Bay."

Ia menunduk, jemarinya mengusap cincin mungil yang sudah lama ia simpan di rantai kalungnya. Cincin pemberian Bayu—cincin janji yang tak pernah sempat ditepati.

"Bay... aku nggak pernah bisa melupakanmu. Tapi aku nggak layak di sisimu. Biar cinta ini aku simpan sendiri... akan kubawa sampai mati."

Ia menyandarkan kening ke kaca, membiarkan dingin itu meresap ke kulitnya. Sebuah senyum samar terukir, meski matanya sembab.

"Terima kasih... sudah membersihkan namaku. Tapi aku sudah terlalu jauh untuk mundur sekarang..."

RUMAH KELUARGA BAYU – DI LUAR NEGERI

Bayu berdiri di balkon, memandangi langit yang sama. Tak ada bintang. Sama seperti hatinya—gelap, sunyi, tak ada arah. Kata-kata ayahnya masih menggema, seolah tak mau pergi.

“Kalau kau berani meninggalkan rumah ini, Bayu... dan tak menuruti semua perintahku, maka aku akan melakukan apa pun untuk menghancurkan Laras!”

Suara itu seperti rantai yang tak terlihat—mengikat, menyakitkan, membelenggu. Ia menahan napas, menahan emosi, menahan amarah yang tak bisa ia luapkan.

Tok. Tok. Tok.

Suara ketukan pelan memecah malam. Suara dari luar pintu terdengar lembut.

"Tuan muda, Tuan Shailendra sudah menunggu."

Bayu tak menjawab. Tapi akhirnya ia bergerak pelan, melangkah keluar kamar tanpa sepatah kata.

Tak lama kemudian

Shailendra duduk di kursi belakang mobil, sementara Bayu duduk di samping sopir. Tak ada percakapan. Hening yang menyesakkan.

Mereka tiba di restoran, disambut pelayan yang langsung mengantar ke ruang privat. Di dalam, seorang pria paruh baya dan seorang gadis cantik sudah duduk menunggu. Wajah mereka sumringah.

"Tuan Shailendra! Bayu!" sambut Tuan Arwin ramah. Gadis di sebelahnya—Ellen—tersenyum malu, matanya sering mencuri pandang ke arah Bayu.

"Selamat datang. Senang sekali akhirnya bisa bertemu langsung," ujar Tuan Arwin. "Ini putri saya, Ellen."

"Senang bertemu Anda juga," balas Shailendra sopan. Bayu hanya menundukkan kepala singkat, tanpa senyum, tanpa kata.

"Ellen sudah sering mendengar tentang Bayu," kata Pak Arwin sambil terkekeh. "Dia sangat menantikan pertemuan ini."

Ellen hanya tersenyum malu. "Aku harap kamu nggak keberatan dengan rencana ini, Bayu."

Bayu menatap Ellen sejenak. Matanya kosong.

"Sebaiknya kalian pikir ulang soal pertunangan ini," katanya datar. "Karena kalau kalian mengharapkan kebahagiaan... aku tidak bisa menjanjikannya."

Kata-kata itu membuat Ellen terdiam, senyumnya hilang. Pak Arwin tertawa canggung, mencoba mencairkan suasana. Shailendra hanya diam, tapi dari sorot matanya, ada emosi yang sulit ditebak.

Bayu menyandarkan tubuhnya ke kursi, masih tanpa ekspresi.

Dalam pikirannya, hanya ada satu nama.

Laras.

***

RUANG RAPAT UTAMA

Ruangan rapat bergedung kaca itu biasanya tenang dan terjaga wibawanya. Tapi hari ini, udara di dalamnya terasa panas dan mencekam. Para penasihat hukum duduk gelisah di sekeliling meja panjang, wajah-wajah mereka penuh kecemasan.

Berita tentang Edward—foto, video, skandal yang menyeret nama keluarganya—sudah menyebar liar di media sosial dan portal berita. Lebih dari separuh investor mulai menarik dana mereka. Saham jatuh. Para pemegang saham menuntut penjelasan.

Penasihat A menepuk meja.

"Kalau Tuan tetap diam, semuanya bisa habis!" suaranya gemetar, nyaris putus asa.

Penasihat B menimpali cepat,

"Sherin harus ditenangkan. Anda perlu memberi kepastian pada publik. Jangan sampai opini liar ini makin liar. Kalau Tuan tidak segera mengambil langkah, semuanya akan runtuh!"

Semua mata menatap Edward—menunggu, cemas, berharap ia masih waras.

Edward perlahan berdiri dari kursinya.

"Menikah," ucapnya pelan, tapi dingin. Suaranya menggema di ruangan yang mendadak senyap. "Aku akan menikahi Sherin."

Hening. Bahkan suara napas pun nyaris tak terdengar.

Mata penasihat B membelalak. "T-Tuan yakin?"

Edward tak menjawab. Ia menatap tajam ke luar jendela, menatap langit kota yang mendung dan kacau. Seperti pikirannya.

Kemudian ia kembali menoleh, menatap semua orang di ruangan itu dengan dingin, seolah ia bukan manusia, melainkan mesin yang kehilangan simpati.

"Setelah itu..." lanjutnya pelan, tapi tajam dan menusuk, "aku yang akan pegang kendali penuh atas hidupnya. Termasuk... penderitaan yang akan dia rasakan."

Sejenak, waktu seakan berhenti.

Para penasihat saling pandang. Seorang bahkan mencengkeram lututnya—kedinginan. Ruangan itu, entah kenapa, terasa lebih sempit, lebih sesak.

Edward meraih ponsel dari atas meja. Jari-jarinya mengetik dengan tenang, tanpa keraguan. Lalu dikirim.

RUMAH SHERIN

Sherin duduk di tepi ranjangnya. Ponselnya bergetar. Ia baru saja selesai membaca berita tentang Edward yang... tak menyebutkan apapun tentangnya. Ia sudah siap mengamuk, menuntut, menjerit.

Tapi saat ia membuka pesan itu, dadanya justru mengencang.

"Aku akan menikahimu. Siapkan dirimu. Kita akhiri drama ini—dengan pernikahan."

Sherin terdiam. Tatapannya kosong. Tangannya... gemetar.

"Dia... akan menikahiku..." bisiknya pelan. Harusnya ia senang. Bukankah ini yang ia perjuangkan? Bukankah ini kemenangan?

Sherin bangkit perlahan, berjalan ke depan cermin. Menatap bayangannya sendiri.

"Kenapa... aku tak merasa bahagia?"

Air matanya mengalir. Tapi bukan karena haru. Bukan karena senang. Tapi karena takut.

"Kenapa rasanya seperti... aku akan masuk ke kandang singa? Kenapa bayangannya begitu dingin saat aku baca pesan itu?"

Ia menyentuh dadanya yang berdegup keras. Napasnya tersengal. Pikirannya kacau.

"Edward... apa yang sebenarnya kau rencanakan? Kenapa aku merasa seperti akan dijatuhkan... bukan dirangkul?"

Ponselnya kembali bergetar. Pesan dari Edward:

"Upacara akan digelar minggu depan. Jangan buat masalah."

Sherin jatuh terduduk. Matanya membelalak. Napasnya memburu.

"Ini bukan seperti pernikahan impianku... ini... seperti jebakan. Neraka... yang baru saja dibuka."

***

MOBIL SEDAN HITAM – DALAM PERJALANAN PULANG

Cahaya kota melintas perlahan di balik jendela mobil yang melaju dalam keheningan. Edward duduk di kursi penumpang bagian belakang, menyandarkan tubuhnya dengan wajah letih. Matanya terpejam, tangan kanannya memijit pelipis dengan gerakan pelan dan dalam.

Hari itu terasa panjang. Terlalu banyak masalah. Terlalu banyak tekanan. Skandal, pernikahan yang harus disegerakan, dan wajah Sherin yang terus membayang seperti kutukan.

DRRRTT.

Suara ponselnya bergetar. Edward membuka mata. Sekilas ia menghela napas, lalu meraih ponsel dari saku jasnya. Layar ponselnya menampilkan nama sekretarisnya.

Ia menerima panggilan itu dengan malas.

"Ada apa?"

Suara sang sekretaris terdengar cemas namun profesional.

"Tuan... ada berita penting dari luar negeri. Langsung dari tim kita di London."

Alis Edward mengernyit.

"London? Apa lagi sekarang?"

"Bayu, Tuan. Putra Tuan Shailendra. Ia akan bertunangan."

Edward membuka matanya sepenuhnya. Tatapannya langsung tajam.

"Kau yakin?" suaranya dingin, bergetar pelan namun menuntut kepastian.

"Berita ini kami dapat dari Shailendra sendiri, saat keluar dari restoran mewah bersama Bayu dan Tuan Arwin serta putrinya. Tuan Arwin bahkan mengonfirmasi langsung pada media lokal yang menyambut mereka di lobby."

Hening sejenak. Edward bersandar ke sandaran kursi, menatap kosong ke depan. Lalu—perlahan—senyum muncul di bibirnya. Bukan senyum lega. Bukan senyum gembira. Tapi senyum yang samar dan... berbahaya.

"Laras pasti senang... mendengarnya," gumamnya pelan, hampir tak terdengar.

Ia menyelipkan ponsel kembali ke saku jasnya. Tatapannya berubah. Tak lagi lelah. Tak lagi murung. Ada api baru yang menyala di sana.

"Aku ingin melihat wajahmu, Laras..." bisiknya, matanya menatap gelapnya jendela mobil. "Aku ingin melihat bagaimana rasanya saat kau tahu... satu-satunya pria yang kau cintai... akan bersanding dengan wanita lain."

Ia menyeringai kecil, nyaris seperti predator.

Senyum itu... bukan kemenangan. Tapi kepuasan akan kemungkinan luka di hati seseorang.

Mobil terus melaju, menyusuri jalan-jalan malam kota yang mulai sepi. Tapi di dalam hati Edward... badai baru saja dimulai.

...🍁💦🍁...

.

To be continued

1
Juvie Ja
jgn2 Edward punya penyakit jiwa..sakit mental😏
abimasta
sabar dan kuatkan hati mu laras,biarkan edward dan sherin hancur
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
kuatlah laras. kelicikan mereka masih panjang, semoga diakhir laraslah yg tersenyum bahagia. 😔
Siti Jumiati
Dendam tidak akan membuat hidupmu tenang Edward, berdamai itu indah klau kamu sudah menyadari itu semua,sekarang semua menjadi lebih rumit karena ulahmu sendiri.
merry
sherinn jhtt bgtt y bgtuu jgg dgn Edward moga klian dpt batu y
merry
lbh bgs meinctai dr jauh bayu
merry
bnr kt ppmu bayuu laras istr org lbh baik kmu jg dr jauh dgn kekuasaan mu,, klo laras bhgia y kmu lpsin cintamu ,, dr pd ngejar laras yg ada kmu mati gmn lbh baik nkmatin hdpmu klo bs bls perbuatan bpkmu,, ank kandung ank dr wanita yg dia cintai tp dsktin,, lbh percya org luar yg br msk dlm khdpny,, skrg ternyt bini PP mu selingkuh bhkn ank yg ppmu kira ank y ternyta bukn ank kandung ppmu
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
laras. ketulusan yang hadir di tengah gelapnya keserakahan & kekejian manusia. 😢
Juvie Ja
Edward terlalu pendendam
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Anto D Cotto
menarik
𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒: Terima kasih KK 🤗🤗🙏🙏🙏🙏🙏
total 1 replies
syisya
rasa iri dengkimu itu yg akan menghancurkan kehidupanmu sherin.
aku berharap petugas RS yg diancam sherin akan menolong laras secara diam" memberikan hasil tes kesehatan yg asli karena gak tahan melihat kegaduhan yg terjadi tidak ada habisnya terutama kasihan pada laras ternyata sherin gunakan hasil tes palsu itu untuk berbuat jahat lebih jauh ..semoga penyamaran edward juga terungkap bukankah dia adalah edwin yg OP kabur dari tanggung jawab bayu & mengincar laras dia pikir bakal menang tp dia salah
abimasta
semoga laras tetap kuat,dan edward benar2 hancur
Siti Jumiati
Sherin didukung kedua orang tuanya untuk menghancurkan Laras tp tidak semudah itu...
Laras orang baik pasti akan ada orang yang menolongnya tanpa ia minta.
semangat lanjut kak sehat selalu 🤲
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
sepertinya laras bukan anak kandung ya?
bagaimana bisa orang tuanya malah mendukung Sherin menjatuhkannya?
syisya
rintangan yg sangat berat semoga, semoga edward & sherin mendapatkan balasannya mereka hancur bersama"
sherin kira akan hidup tenang kalau semua hasil dari merebut & memaksa, salah kamu sherin kamu akan hidup tersiksa seperti di neraka
Juvie Ja
smga author sdh memilih bayu sbgai jodoh kebhgiaan Laras dri awal bukan Edward
abimasta
laras pasti kuat,
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
Terima kasih bayu. 😭😭😭😭😭😭😭😭😭
Herman Lim
Laras kamu pasti bisa lwet semua ini
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!