Melina Lamthana tak pernah merencanakan untuk jatuh cinta ditahun pertamanya kuliah. Ia hanya seorang mahasiswi biasa yang mencoba banyak hal baru dikampus. Mulai mengenali lingkungan kampus yang baru, beradaptasi kepada teman baru dan dosen. Gadis ini berasal dari SMA Chaya jurusan IPA dan Ia memilih jurusan biologi murnni sebagai program studi perkuliahannya dikarenakan juga dirinya menyatu dengan alam.
Sosok Melina selalu diperhatikan oleh Erick seorang dosen biologi muda yang dikenal dingin, cerdas, dan nyaris tak tersentuh gosip. Mahasiswi berbondong-bondong ingin mendapatkan hati sang dosen termasuk dosen perempuan muda. Namun, dihati Erick hanya terpikat oleh mahasiswa baru itu. Apakah mereka akan bersama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Greta Ela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2.
Melina dan Bunga bersiap-siap untuk pergi ke kampus pagi itu. Dua hari ini kelas masih masuk jam pagi.
"Mel, kamu ada lihat kemeja aku gak?" Bunga bertanya gelisah. Ia lupa dimana meletakkan kemejanya.
"Ya ampun, Bunga. Itu loh diatas kasur kamu." Jawab Melina sambil memegang jidatnya.
"Oh iya, gak kelihatan hehe. Maaf Mel."
Setelah berpakaian, Bunga pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapannya dengan Melina. Mereka selalu bergantian memasak sarapan. Hari ini Bunga dan besok Melina.
Pagi ini Bunga memasak sarapan simple hanya telur dan sosis dengan toping saus tomat. Ia mulai menceplok telur mata sapi dua biji dan menggoreng sosisi dua juga. Setelah memasak, Bunga menghidangkan sarapan itu dimeja makan apartemen mereka.
"Mel, udah siap. Ayo sarapan." ajak Bunga
Melina lalu melangkah ke dapur dan mencium aroma masakan Bunga.
"Kamu selalu tahu apa yang aku suka, Bunga." ujar Melina lalu mulai memakan telur.
Bunga tersenyum dan memakan sarapannya juga. Setelah lima belas menit sarapan, mereka lalu memakai sepatu dan berangkat ke kampus. Seperti biasa, mereka berjalan kaki dari apartemen ke kampus dengan jarak dekat hanya lima menit.
Sesampainya dikampus, mereka melangkah menuju gedung yang sama seperti kemarin, gedung Fakultas Sains, dengan raut wajah yang jauh lebih siap dibanding hari pertama. Hari ini, jadwal mereka bertambah satu mata kuliah baru, Biologi Reproduksi Manusia.
"Mel, katanya dosen matkul ini dosen baru,"ujar Bunga sambil membenarkan tali tasnya.
"Iya? Baru juga kita mulai kuliah, ya," jawab Melina ringan, meski entah kenapa dadanya terasa sedikit berdebar.
"Eh, tapi bukannya memang setiap mata kuliah beda dosen ya?" celah Melina
"Iya juga ya. Setahu aku juga begitu." jawab Bunga
Saat mereka memasuki kelas, beberapa mahasiswi sudah duduk rapi. Bisik-bisik pelan terdengar, disertai cekikikan yang tidak biasa. Melina tidak terlalu memperhatikan, ia langsung mengeluarkan buku catatan, pena, dan penggaris kecil yang selalu ia bawa.
Tak lama kemudian, pintu kelas terbuka.
Seorang pria masuk dengan langkah tenang. Kemeja putih dilapisi jas abu-abu gelap, rambutnya tertata rapi, wajahnya bersih dan berwibawa. Seluruh kelas mendadak hening.
Melina menoleh.
Dan seketika itu juga, dunia seperti berhenti berputar.
Pria yang ditabraknya di kantin kemarin.
Jantung Melina berdegup lebih cepat. Tangannya refleks mencengkeram pena. Ia menunduk, mencoba menenangkan diri, menarik napas pelan agar tak terlihat panik.
"Selamat pagi," ucap pria itu dengan suara tegas namun hangat.
"Pagi, Pak..." jawab mahasiswa serempak.
"Saya Erick Frag". Kalian bisa memanggil saya Pak Erick."
Ia berhenti sejenak, matanya memperhatikan seluruh ruangan. Dan saat itulah, pandangannya berhenti sesaat pada Melina.
Pak Erick mengenalinya.
Gadis berbaju sederhana, dengan tas pink dan mata yang jujur itu ia ingat jelas wajah panik yang meminta maaf di kantin kemarin. Bibirnya hampir membentuk senyum, namun ia segera menahannya, kembali bersikap profesional.
Melina berusaha tetap tenang, menatap papan tulis seolah tak terjadi apa-apa.
Bunga menyenggol lengannya pelan.
"Mel... kamu kenapa? Kok tegang banget?" bisiknya.
Melina menggeleng cepat.
"Nggak apa-apa, Bunga. Perasaanku aja."
Di belakang mereka, suara bisik-bisik kembali terdengar.
"Ya ampun, Pak Erick ganteng banget..."
"Katanya dosen paling tampan se-kampus."
"Sayang dingin. Katanya nggak pernah dekat sama mahasiswi."
Pak Erick memperhatikan tingkah laku mahasiswi yang duduk dibelakang itu. Ia mengusap jidatnya karena masih mahasiswi baru sudah mulai menggatal dan mereka tahu dari mana soal Pak Eric dosen paling tampan dikampus itu.
Pak Erick membuang pikirannya tentang hal aneh itu, Ia mulai menghidupkan proyektor, menyalakan laptop dan membuka ppt yang Ia buat tadi malam.
Pak Erick mulai menjelaskan silabus. Mata kuliah yang ia ampu fokus pada sistem reproduksi manusia mulai dari anatomi, fisiologi, hormon, hingga proses fertilisasi. Penjelasannya runtut, tegas, dan mudah dipahami. Berbeda dari dosen lain, ia tidak banyak bercanda, namun pembawaannya membuat kelas tetap nyaman.
Melina mencatat dengan tekun. Setiap poin penting ia garis bawahi, sketsa kecil organ ia gambar rapi. Pak Erick beberapa kali melirik ke arahnya bukan karena ketertarikan yang aneh, melainkan karena jarang menemukan mahasiswa yang benar-benar hadir di kelas sejak pertemuan pertama.
"Baik," ucap Pak Erick tiba-tiba. "Saya mau bertanya."
Kelas mendadak tegang.
"Apa perbedaan utama antara spermatogenesis dan oogenesis, serta implikasinya terhadap fertilitas manusia?"
Beberapa mahasiswa saling berpandangan. Ada yang menunduk, ada yang sibuk membuka catatan. Pak Erick menunggu, matanya menyapu ruangan.
Melina mengangkat tangan.
"Silakan," kata Pak Erick.
Melina berdiri pelan.
"Spermatogenesis menghasilkan empat sel sperma fungsional dari satu spermatogonium, berlangsung terus-menerus sejak pubertas. Sedangkan oogenesis hanya menghasilkan satu ovum matang dari satu oogonium, dimulai sejak janin dan berhenti di fase tertentu hingga pubertas. Implikasinya, kualitas ovum lebih terbatas dan menurun seiring usia, sedangkan sperma terus diperbarui."
Kelas hening.
Pak Erick menatapnya beberapa detik, lalu mengangguk pelan.
"Jawaban yang sangat tepat."
Beberapa mahasiswi melirik Melina dengan ekspresi tak suka. Bunga tersenyum bangga.
"Terima kasih," lanjut Pak Erick. "Ini contoh pemahaman, bukan sekadar hafalan."
Melina duduk kembali, pipinya memanas.
Pak Erick lalu menjelaskan PPT yang Ia buat secara perlahan, semua mahasiswa mencatat, tak ada yang berani membuka ponsel untuk memotrait PPT itu. Soalnya dari cara Pak Erick, beliau tidak menyukai ada mahasiswa yang memainkan ponsel saat Ia mengajar.
Perkuliahan berakhir tepat waktu. Pak Erick menutup laptopnya dan mengucapkan salam singkat.
"Baik, cukup sekian perkuliahan kita. Saya harap kalian semua bisa beradaptasi dengan baik dilingkungan perkuliahan ini." ujarnya
Tanpa banyak basa-basi, ia keluar kelas.
"Mel, kamu sadar nggak sih?" Bunga berbisik heboh.
"Kamu barusan bikin satu kelas terdiam."
Melina tertawa kecil.
"Aku cuma jawab apa yang aku tahu."
Mereka pun pergi ke kantin seperti biasa. Duduk di sudut yang sama, berbagi makanan, dan bercerita hal-hal ringan.
Dari kejauhan, Pak Erick yang baru saja selesai makan siang tak sengaja melihat mereka. Ia berhenti sejenak. Melina tampak berbeda, Ia tidak sibuk memotret makanan, tidak sibuk mencari perhatian. Ia hanya duduk, makan sederhana, tertawa kecil bersama sahabatnya.
Di meja lain, Bu Luna duduk bersama dosen muda lainnya. Matanya mengikuti arah pandang Pak Erick. Ia tahu, sejak setahun lalu, hatinya tertambat pada pria itu dingin, cerdas, dan nyaris tak tersentuh.
Namun hari itu, Pak Erick justru menatap ke arah lain.
Saat Melina dan Bunga selesai makan, mereka berjalan pulang beriringan. Tidak dijemput, tidak tergesa-gesa. Hanya dua gadis yang berjalan kaki menyusuri trotoar kampus.
Pak Erick melihatnya dari kejauhan.
Entah mengapa, langkah sederhana itu membuatnya berhenti.
Untuk pertama kalinya sejak ia mengajar di kampus ini, hatinya tergerak bukan oleh kecantikan, bukan oleh kekaguman berlebihan melainkan oleh ketulusan yang diam-diam bersinar.
Dan sejak hari itu, nama Melina Lamthana tak lagi sekadar tercatat di daftar hadir.
Pak Erick tentu saja hanya mengajar sekali seminggu dikelas Melina. Karena itu adalah kelas mahasiswa baru dan masih pengenalan kampus.