NovelToon NovelToon
THE SECRETARY SCANDAL

THE SECRETARY SCANDAL

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Playboy / Obsesi / Kehidupan di Kantor / Romansa / Fantasi Wanita
Popularitas:5.7k
Nilai: 5
Nama Author: NonaLebah

Dia mendengar kalimat yang menghancurkan hatinya dari balik pintu:
"Dia cuma teman tidur, jangan dibawa serius."

Selama tiga tahun, Karmel Agata percaya cintanya pada Renzi Jayawardhana – bosnya yang jenius dan playboy – adalah kisah nyata. Sampai suatu hari, kebenaran pahit terungkap. Bukan sekadar dikhianati, dia ternyata hanya salah satu dari koleksi wanita Renzi.

Dengan kecerdasan dan dendam membara, Karmel merancang kepergian sempurna.

Tapi Renzi bukan pria yang rela kehilangan.
Ketika Karmel kembali sebagai wanita karir sukses di perusahaan rival, Renzi bersumpah merebutnya kembali. Dengan uang, kekuasaan, dan rahasia-rahasia kelam yang ia simpan, Renzi siap menghancurkan semua yang Karmel bangun.

Sebuah pertarungan mematikan dimulai.
Di papan catur bisnis dan hati, siapa yang akan menang? Mantan sekretaris yang cerdas dan penuh dendam, atau bos jenius yang tak kenal kata "tidak"?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NonaLebah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 3

Pagi itu, atmosfer di lantai 8 Gedung JMG, yang biasanya dipenuhi dengan obrolan ringan dan bunyi printer, terbelah oleh amukan yang mengguncang ruang HRD. Renzi Jayawardhana bukan lagi sang Vice President yang dingin dan terkendali. Wajahnya merah padam, urat lehernya menegang. Dia adalah badai yang meluluhlantakkan segala kesopanan dan protokol.

"KENAPA DIAM AJA!" bentaknya, suaranya menggelegar memantul di dinding kaca. Matanya yang tajam itu kini membara, menyapu setiap wajah petugas HRD yang membeku di tempat duduk mereka. "KENAPA NGAK ADA YANG BILANG KE GUE KALAU KARMEL NGAJUIN RESIGN!"

Yanto, Manager HRD yang sudah beruban, berusaha tampil tenang meski tangannya gemetar memegang selembar kertas. "Maaf, Pak Renzi. Saya pikir Mbak Karmel sudah bilang ke Bapak. Karena Mbak Karmel sendiri yang bilang kalau nanti beliau yang akan langsung bilang ke Bapak."

"SIAL!" raung Renzi. Emosinya yang selama ini tersimpan rapi di balik topeng kesantunan, meledak dengan brutal. Tanpa pikir panjang, tangannya menyambar laptop di meja seorang staf dan melemparkannya ke arah dinding. Bunyi pecahan logam dan plastik berdentum keras, membuat beberapa karyawan wanita menjerit ketakutan, sementara yang lain hanya bisa terduduk lunglai, wajah mereka pucat pasi.

Napas Renzi tersengal-sengal, dadanya naik turun tak beraturan. Kegeniusannya dalam mengontrol segalanya runtuh oleh sebuah informasi yang terlambat.

Yanto, dengan sisa keberanian, mencoba meredakan. "Maaf, Pak. Tapi kami sudah mencari penggantinya." Dia menunjuk seorang wanita muda yang berdiri gemetar di samping filing cabinet. "Ini, Pita, sekretaris Bapak yang baru. Mbak Karmel sudah mentraining dia sebulan ini di sini."

Pita itu cantik, dengan wajah yang masih segar dan polos, lebih muda dari Karmel. Tapi di mata Renzi, dia hanyalah sebuah siluet kosong, sebuah pengganti yang sama sekali tidak mampu menyaingi pesona, kecerdasan, dan daya magnet Karmel.

"Pak Yanto!" Renzi menggertakkan giginya, berusaha menekan gelombang amarah yang hampir membuatnya kehilangan akal sehat. Suaranya rendah, berbahaya. "Apa Bapak nggak merasa aneh? Seorang sekretaris, ditraining di ruang HRD, selama sebulan, tanpa sepengetahuan atasannya langsung?"

Yanto berkeringat dingin. "Saya... saya sudah tanyakan sebelumnya mengenai itu, Pak, ke Mbak Karmel. Mbak Karmel bilang... itu perintah dari Pak Renzi langsung."

Seketika itu juga, seluruh rencana Karmel menjadi jelas bagi Renzi. Sebuah operasi rahasia yang dirancang dengan sempurna. Dia memejamkan matanya rapat-rapat, mencoba menahan pusing yang mendera. Karmel tidak hanya pergi. Dia telah mempermainkannya. Dia telah menggunakan kecerdasannya untuk menari-nari di atas kelemahannya, dan menghilang tanpa jejak, meninggalkan Renzi dalam kegelapan.

---

Mobil Mercedes hitam berhenti mendadak di depan sebuah apartemen mewah di kawasan segitiga emas.

"Fano! Antar saya ke apartemen Karmel!" perintah Renzi, suaranya masih kasar.

"Siap, Pak!" Fano buru-buru melompat keluar, wajahnya masih pucat sejak insiden di kantor.

Mereka berdua melesat menuju Apartemen Karmel. Ketika sampai disana, Renzi mengabaikan segala kemewahan dan sambutan sopan dari staf apartemen. Jarinya menekan-nekan tombol lift dengan geram.

Tepat saat pintu lift hendak tertutup, seorang resepsionis ber-seragam rapi bergegas menghampiri.

"Pak Renzi!" panggilnya dengan sopan.

Renzi menahan pintu lift, wajahnya tidak sabar. "Iya?" balasnya, berusaha tenang.

"Ibu Karmel meminta saya untuk mengembalikan kunci master unitnya pada Bapak." Resepsionis itu mengulurkan sebuah kartu akses. "Ibu Karmel sudah pindah sejak seminggu yang lalu."

Mata Renzi membelalak. "APA?!" teriaknya, membuat beberapa orang di lobi menoleh. "KENAPA KAMU NGGAK SEGERA HUBUNGI SAYA?!"

Resepsionis itu tertegun, ketakutan. "Maaf, Pak. Ibu Karmel sendiri yang bilang kalau sudah memberitahu Bapak. Saya... saya hanya diminta menyerahkan kunci masternya pada Bapak jika bapak sedang berkunjung kesini."

Amarah yang sudah dipendam Renzi sejak pagi akhirnya meledak. Dengan gerakan kasar, ia merebut kunci master itu dari tangan resepsionis yang malang, lalu menekan tombol lift dengan penuh amarah.

Begitu pintu unit apartemen yang mewah itu terbuka, yang menyambutnya adalah kesunyian. Sebuah kehampaan yang menusuk. Apartemen yang dulu selalu harum, bersih, dan penuh kehidupan, kini sunyi, kosong, dan berdebu. Sinar matahari yang masuk dari jendela kaca lebar justru menyoroti partikel debu yang beterbangan, menari-nari dalam kesepian.

Renzi berjalan pelan, langkahnya bergema di lantai marmer. Matanya menyapu ruang keluarga yang kini kosong melompong. Dia masuk ke kamar tidur.

Dia membeku.

Kamar itu, tempat dia dan Karmel pernah berbagi keintiman dan janji-janji palsu, telah berubah menjadi cangkang kosong. Lemari pakaian terbuka lebar, kosong. Meja riasnya bersih dari segala botol parfum atau perhiasan. Semua tas branded, perhiasan mewah, dan segala benda mahal yang pernah ia berikan kepada Karmel—sebagai bayaran atas "jasanya"—telah raib tanpa sisa.

Karmel tidak hanya pergi secara fisik. Dia telah memutuskan segala ikatan, membersihkan dirinya dari segala pemberian Renzi. Dia pergi dengan hanya membawa dirinya sendiri, meninggalkan pria jenius dan kaya raya itu dalam sebuah ruang kosong yang penuh dengan bayangan dan kekalahan telak. Renzi berdiri di tengah kamar itu, dikelilingi oleh kehampaan yang lebih menyakitkan daripada amarahnya sendiri. Untuk pertama kalinya, Renzi Jayawardhana merasa benar-benar dikalahkan.

***

Karpet bulu domba putih terasa lembut di bawah kaki telanjang Karmel. Dia duduk menyender di sofa linen berwarna abu-abu muda, matanya menelusuri setiap sudut ruang keluarganya. Cahaya lampu lantai tembaga memantul lembut di dinding kayu oak, menciptakan bayangan-bayangan yang hangat. Rumah bergaya Skandinavia yang minimalis dan terang ini adalah oasisnya, sebuah kenyataan dari impian yang lama ia pendam.

"Seenggaknya sakit hati gue kebayar dengan rumah impian gue ini," gumamnya lirih pada diri sendiri. Sebuah senyum getir menghiasi bibirnya. Setiap perhiasan, tas mewah, dan barang-barang mahal pemberian Renzi telah ia jual. Uangnya ia gunakan untuk membeli tempat tinggal ini, sebuah pengganti nyata atas cinta semu yang ia tinggalkan.

Seorang wanita renta dengan rambut sebening perak berjalan pelan menghampiri, duduk di sampingnya. Nani, ibunya, meletakkan tangan keriputnya di atas paha Karmel.

"Nak, kok Renzi nggak pernah main lagi?" tanya Nani, suaranya lemah penuh kerinduan. Ibunya selalu menyukai Renzi, terpesona oleh sikapnya yang selalu manis dan murah hati di depannya.

Karmel menatap lembut mata ibunya yang mulai buram. "Bu, Karmel sama Renzi udah putus. Jadi jangan tanya-tanya soal Renzi lagi, ya." Ucapannya halus tapi tegas.

Wajah Nani berkerut layaknya kertas yang diremas. "Padahal Renzi baik lho, Nak. Kok bisa kalian putus?"

Karmel menarik napas dalam. Dia tak ingin ibunya, yang hidupnya sudah dipenuhi banyak kepahitan, harus menanggung lara pengkhianatan yang ia alami. "Yang terlihat baik, nggak selalu baik buat kita, Bu," ujarnya, berusaha mencari kata-kata yang paling tidak menyakitkan.

"Maksudnya?" tanya Nani, masih bingung.

"Kita cuma nggak jodoh, Bu. Itu aja." Karmel kemudian merangkul tubuh renta ibunya, mencium aroma khas bedak talc yang selalu melekat pada wanita itu. "Doain aja Karmel dapet jodoh yang terbaik."

Nani membalas pelukan itu, tangannya yang ringkih menepuk-nepuk punggung putri semata wayangnya. "Aamiin," bisiknya lirih, suara penuh doa dan harapan yang terdengar jelas di telinga Karmel. Dalam pelukan itu, Karmel merasakan sebuah keteguhan. Dia telah memilih untuk melindungi hati ibunya, sama seperti dia telah memilih untuk menyelamatkan dirinya sendiri.

1
Forta Wahyuni
jd males bacanya, pemeran wanitanya walau cerdas tpi tetap harga dirinya bisa diinjak2 oleh lelaki jenius tapi murahan.
muna aprilia
lanjut 👍
Forta Wahyuni
hebat Renzi bilang karmel murahan n dia tak tau diri krn tunjuk satu lg menunjuk tepat ke mukanya bahwa dia juga sampah. lelaki jenius tapi burungnya murahan n bkn lelaki yg berkelas n cuma apa yg dipki branded tapi yg didalam murahan. 🤣🤣🤣🤣
Forta Wahyuni
knapa critanya terlalu merendahkan wanita, harga diri diinjak2 n lelakinya boleh masuk tong sampah sembarangan. wanitanya harus tetap nerima, sep gk punya harga diri n lelaki nya jenius tapi burungnya murahan. 🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!