"Nala katakan pada bibi siapa ayahnya?" bagai disambar petir bagi Nala saat suara wanita paruh baya itu terdengar "maksud bibi apa?" tanya Nala dengan menenangkan hatinya yg bergemuruh "katakan pada bibi Nala !! siapa ayah bayi itu?" lagi - lagi bibi Wati bertanya dengan nada sedikit meninggi. "ini milikmu kan?" imbuhnya sambil memperlihatkan sebuah tespeck bergaris 2 merah yang menandakan hasil positif, Nala yang melihat tespeck itu membulatkan matanya kemudian menghela nafas. "iya bi itu milik Nala" ucapnya sambil menahan air mata dan suara sedikit bergetar menahan tangis "jala**!! tidak bibi sangka dirimu serendah itu Nala" jawab bi Wati dengan mata berlinang air mata "katakan padaku siapa ayah dari bayi itu?" tanya bi Wati sekali lagi. nala menghembuskan nafas berat kemudian bibirnya mulai terbuka "ayahnya adalah" baca kelanjutan ceritanya langsung ya teman - teman happy reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sukapena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Koneksi Batin
"Maafkan aku, bukan maksudku membuatmu terkejut" ucap Devan dengan tertawa geli, kakinya melangkah menuju lemari es dan mengambil gelas kosong untuk ia isi dengan segelas air mineral dingin dari dalam lemari es.
"tuan Devan tidak tidur ?" tanya Nala kepada Devan yang masih berliaran didapur tengah malam "belum mengantuk, kau sendiri kenapa belum tidur ?" seandainya saja dia dapat mengatakan alasannya kenapa tidak dapat tidur.
tapi itu semua sangat tidak mungkin, Nala tau dan sadar diri dengan posisinya disitu sebagai apa "belum mengantuk" jawab Nala dengan tangannya sibuk menuangkan bubuk coklat ke dalam cangkir dan diseduhnya dengan air hangat.
"Nala boleh aku bertanya sesuatu ?" tanya Devan dan Nala yang sedang mengaduk minumannya segera berhenti dan tersenyum sembari mengangguk.
"apa kau mencintai saudaraku ?" tanya Devan membuat Nala melototkan mata dan salah tingkah "tanpa kau mengatakannya aku sudah tau jawabanya" ucap Devan sekali lagi dan tersenyum menggoda serta mengedipkan mata satu.
kali ini Nala benar - benar malu akan tingkahnya yang tiba - tiba salah tingkah "apa kau pernah mengungkapkan itu pada Gavin ?" tanya Devan masih penasaran dengan mereka berdua.
Nala hanya menggeleng dan berkata "tidak mungkin saya mengatakannya pada tuan Gavin, tuan Gavin tidak mencintai saya tuan dan lagipula saya sadar akan posisi saya sebagai apa disini" ucao Nala dengan sedikit serak seperti menahan tangis.
"aku tidak tau apa yang terjadi pada kalian, entah kalian melakukannya dengan kesadaran penuh atau tanpa kesadaran tetapi yang terpenting Gavin harus menikahimu" ucap Devan dan membuat Nala hatinya menghangat.
Devan sangat lembut dan baik kepada wanita berbeda dengan Gavin yang selalu memperlihatkan sikap cuek dan dinginnya "tuan Devan apa bisa merahasiakan ini semua kepada nyonya dan tuan rendra ?" tanya Nala dan diangguki oleh Devan, sementara ini biarkan ini semua masih tersembunyi karena dirinya belum siap jika nyonya Vanya dan tuan Rendra dampai tau.
"Nala saudara kebarku itu sebetulnya sangat baik hanya saja dia tidak bisa bersikap lembut pada seorang wanita jadi kau harus meluluhkanya" perintah Devan sembari menaruh kebali gelasnya dan berjalan menjauh dari dapur kembali lagi menuju kamarnya.
Nala menepuk keningnya karena lupa untuk menanyakan keberadaan Gavin yang tidak terlihat dikala makan malam tadi, apa Gavin benar- benar bertemu dengan wanita yang dijodohkan kepadanya.
Lagi - lagi matanya memanas dan hatinya terasa tercubit memikirkan hal tersebut, fikiranya penuh dengan Gavin dan perjodohannya dikala kakinya mulai melangkah keluar dari pintu dapur untuk menuju pavilion suara Devan mengintrupsi kembali
"aku lupa memberitahumu, Gavin ada di apartement hari ini" ucap Devan kemudian berlalu pergi meninggalkan Nala yang masih terbengong di pintu penghubung antara dapur dan Pavilion.
bukan hanya Nala yang tidak bisa tidur, Gavin juga mengalami hal yang sama dirinya gelisah entah kenapa. diraihnya ponselnya itu melihat jam yang berada disana tepat pukul 1 malam "ya tuhan kenapa aku ini, sepertinya sebatang rokok bisa membuatku tertidur nanti" gumamnya sambil mengusap wajahnya dengan kasar.
"kenapa hatiku rasanya ingin pulang saja" ucap Gavin sendirian kemudian menggeleng dan mulai bangkit dari tempat tidurnya menuju balkon kamar apartement yang bisa dikatakan sangat mewah itu.
Gavin mengambil sebungkus rokok dan pematik yang berada diatas meja, menyulut rokok tersebut menikmati setiap hisapannya membiarkan otaknya relax.
bunyi ponsel berdering membuyarkan kenikmatan yang sedang Gavin lakukan, kakinya berjalan menuju ranjang tempat tidur untuk mengambil ponselnya.
Nama Devan tertera disana dan kemudian dia mengabaikannya tak lama bunyi telfon itu sudah tak terdengar, ada sebuah pesan masuk dan segera Gavin lihat "apa ini namanya suatu koneksi batin ?" tanya Gavin di dalam hatinya tetapi dia tidak mempercayai hal seperti itu.