Bimasena Triyana atau yang lebih terkenal dengan sebutan pak Sena terjebak dalam suatu masalah yang sangat rumit. Dia ketangkap basah oleh Satya putranya yang baru berusia 7 tahun dan istrinya di sebuah parkiran mall sedang melakukan hal yang tidak pantas untuk dilihat sang putra.
Sena terlihat sedang berciuman dengan Reshma Tearra Caraka atau Thea. Padahal kejadian sesungguhnya bukan seperti itu. Tapi pandangan orang lain adalah dia sedang mencium Thea atau lebih tepatnya dia dan Thea sedang berciuman.
Febriana Rosalee Priyatama atau Ebbry yang berusia 35 tahun seorang dokter kandungan tentu saja tak mau menerima apa pun penjelasan yang Sena berikan. Ebbry langsung minta pertemuan dua keluarga dan memberitahu bahwa pernikahan mereka sedang tidak baik-baik saja, agar orang tua Sena mau pun orang tuanya tidak mengganggu urusan pengajuan gugat cerai yang dia lakukan.
Dua orang tua tidak bisa berkata apa pun karena fakta yang diberikan Ebbry sangat jelas terlihat bagaimana Sena sering jalan berdua dengan perempuan yang dikabarkan selingkuhan Sena tersebut.
Tak terima dengan perlakuan Thea, Satya pun ngamuk di kantor Thea. Thea tidak terima dan mengatakan bahwa Satya itu mengada-ada.
Thea sangat terobsesi pada Sena karena lelaki itu lelaki yang kuat di ranjang, juga lelaki yang punya masa depan cerah. Dia sangat terobsesi untuk menjadi istri Sena satu-satunya.
Obsesi Thea berkelanjutan dengan cara menculik Satya untuk menjadi umpan agar Ebbry memberi izin pernikahan dia dan Sena. Tentu saja Sena mau pun Ebbry tidak mau anak mereka dijadikan korban.
Penculikan digagalkan oleh Sashi dan Dewa.
Sejak itu Thea ditangkap polisi sehingga Thea menjadi gila lalu bunuh diri di RSJ.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yanktie ino, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BELUM ADA PERKEMBANGAN
Jam 03.00 pagi mereka baru tiba di apartemen Ebbry.
“Sebaiknya semua tidur dulu. Walau sesaat kalian harus tidur,” ucap Sashi.
Mereka setuju untuk tidur walau hanya 2 jam misalnya, sampai shalat subuh. Habis shalat subuh mereka baru akan mengambil mobil.
“Berikan kunci mobil kalian. Itu 4 pegawai ku sudah menunggu di lobby apartemen. Jadi kalian nggak usah ambil ke sana. Kita istirahat saja. Tadi baru Ebbry yang memberikan kunci,” ucap Victor. Ternyata jauh sebelum dia tiba di tujuan dia sudah memerintah empat orang pegawainya untuk mengambil mobil Dewa, Ebbry dan Sashi selain mobil miliknya untuk dibawa ke apartemen. Benar-benar Victor itu lebih teliti untuk masalah seperti ini.
“Silakan kalian istirahat,” ucap Ebbry. Dia sangat lelah pikiran. Mana mungkin dia bisa tidur sementara keberadaan putranya belum ketahuan ada di mana dan bagaimana kondisinya.
Ebbry mengeluarkan bantal-bantal dari ruang tidurnya juga dari kamar Sathya biar yang di kasur tidak perlu pakai bantal. Yang di sofa nanti yang akan pakai bantal.
Sashi akan tidur bersama Ebbry, kamar Sathya bisa digunakan siapa saja yang berkenan, dan sisanya bisa di sofa.
“Sudahkah Sena tidur saja di kamar Sathya, biar aku dan Dewa ada di sofa. Yang penting kita benar-benar harus meluruskan badan supaya kita tidak sakit,” usul Victor.
“Iya semuanya harus tidur. Terlebih mbak Ebbry jangan sampai badannya drop. Bisa bahaya. Besok sarapan semua harus minum suplemen seperti yang barusan kita minum,” ucap Sashi yang persediaan suplemen memang selalu ready di tas-nya.
Semua tubuhnya lelah, banyak pikiran dan semua sudah diberi semua suplemen oleh Sashi agar tubuh mereka sehat. Mereka minum sebelum tidur. Akhirnya mereka tidak ada yang shalat subuh tepat waktu. Jam 07.00 mereka baru bangun, diawali dengan Sena terlebuih dahulu.
Semuanya langsung bersiap untuk mandi bergantian karena kamar mandinya ada di 3, satu ada di kamar Ebbry, satu di kamar Sathya dan satu di belakang dekat dapur.
Karena mobil sudah ada, tentu mereka semua bisa ganti pakaian sebab di mobil mereka masing-masing ada pakaian ganti baju.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Kalian bikin kopi sendiri-sendiri, aku tidak tahu takarannya,” kata Ebbry pada Sashi dan Dewa.
“Ada svsu coklat ada coklat bubuk, ada svsu kental manis, ada krimer, ada segala macam. Pokoknya kalian bikin berdua bikin sesuai selera. Kalau Victor dan Sena aku sudah tahu takaran masing-masing, jadi aku sudah buatkan,” jelas Ebbry dengan membawa nampan berisi 3 buah cangkir besar dengan tiga macam rasa yang berbeda.
“Iya Mbak, nggak apa. Tenang saja,” balas Sashi yang terlihat fresh walau hanya istirahat sebentar saja.
“Ini havermut, ini buah, lalu ada svsu lalu ada roti. Kalian mau apa bikinlah,” kata Ebbry selanjutnya.
“Sudah Mbak tenang saja. Biar aku yang buat roti dan serealnya,” balas Dewa.
Sashi langsung membuat sandwich berisi daging cincang aneka sayuran tapi tidak menggunakan sambal. Saus sambalnya ditaruh terpisah.
Dewa mengoles roti tawar isi aneka selai. Awalnya dia pikir biar roti tawar harus diolah sendiri-sendiri tergantung sukanya, daripada dibuatin tapi tidak dimakan. Tapi akhirnya dia yakin semua akan ludes.
Sashi juga membuat roti isi telur setengah matang, bukan dengan daging cincang. Itu adalah kesuakaan Dewa. Dia mulai tahu menu kesukaan Dewa.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Ayo kita cari info bagaimana langkah kita selanjutnya,” ucap Victor sambil sarapan.
“Kalau kita asal melangkah, kita hanya buang waktu. Kita harus berpikir perkiraan penculik ke mana. Kalau melihat aslinya, Thea itu orang Tasikmalaya. Mungkin ke arah sana kita mulai merambah.”
“Atau kita mau ke mana?” ucap Victor di meja makan. Mereka harus makan kenyang. Selain itu Sashi juga mengoles semua roti tawar untuk dibawa dalam perjalanan. Hari ini mereka akan mulai menyusuri kemungkinan lingkungan pergaulan Thea, mereka akan cari info mungkin ada yang tahu rencana Thea sebelum menculik Sathya.
Ebbry memaksakan diri memakan sereal dengan buah dan svsu. Begitu pun Sena. Rupanya itu kebiasaan mereka selama ini, makan sereal dengan buah ketika sarapan bersama.
“Apa mungkin dia bawa Sathya ke Tasik? kalau keluarganya tahu tentu akan dimarahi oleh keluarganya,” ucap Sashi ragu.
“Aku sudah kirim dua orang untuk mengamati rumah keluarga Thea di Tasik,” balas Dewa. Dia sudah membuka laptop di meja makan.
“Mungkin 4 jam lagi mereka tiba di lokasi pengintaian, mereka bukan dari Jakarta, tapi dari Bandung. Setidaknya ada orang yang akan mengawasi pergerakan rumah keluarga Thea.”
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
Satu minggu berlalu dari kehilangan Sathya. Pencaharian selama ini belum ada perkembangan apa pun. Dan anehnya penculik sama sekali tak minta tebusan. Ebbry dan Sena takut anak mereka dijual.
Sena dan Ebbry juga sudah melaporkan Sathay menjadi anak hilang setelah kehilangan 1 X 24 jam. Juga keterangan dari sekolah.
Ebbry masih mendapat dispensasi libur satu minggu, tapi minggu ini dia harus mulai kerja. Dia tidak bisa terus berjalan mencari anak yang tidak ketahuan di mana lokasinya.
Satu minggu lalu dia berjalan berdua Sena mencari setiap kemungkinan yang bisa mereka cari titik terangnya, tapi tak ada hasil sama sekali.
Pihak HRD mau pun manajemen rumah sakit sudah memutuskan Ebbry tidak boleh melakukan operasi karena kondisi kejiwaannya sedang seperti ini. Bisa bahaya bila tidak konsentrasi. Jadi dia hanya menerima konsultasi pasien saja.
Tiga hari lalu Sashi pergi ke Amsterdam. Dewa sudah sibuk dengan banyak kasus yang dia tangani lagi. Sena yang masih bisa fokus karena dia tidak menetap di kantor. Dia bisa ke mana pun. Dia tidak terikat pada meja kantor. Yang penting dia masih bisa bekerja di segala kondisi. Seorang pialang itu tidak harus ada di meja kantor. Sena yang lebih leluasa untuk bergerak, dia antar jemput Ebbry. Bahkan dia lebih banyak bekerja dari cafe rumah sakit Ebbry sambil menunggu istrinya bekerja.
Victor juga terus keep semua perkembangan keponakan tercinta. Untuk memudahkan komunikasi semua perkembangan, mereka laporkan di grup. Mereka memang membentuk grup yang berisi 6 orang, Ebbry, Sena, Victor, Dewa, Sashi, dan Arra.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Ya ampun sudah 10 hari cucuku nggak tahu arahnya,” ucap Martha dengan derai air mata. Dia benar-benar terpukul.
Selama Sathya hilang Sena menemani Ebbry di apartemennya. Mereka satu rumah tapi Sena tidur di kamar Sathya.
Semua tak ada yang keberatan karena secara agama dan negara mereka juga masih terikat hubungan suami istri dan lagi memang Ebbry patut ditemani agar tak merasa sendirian di dunia ini.
Komunikasi Ebbry dan Sena juga sudah mulai seperti biasa dalam artian Ebbry sering memanggil Sena dengan sebutan papi seperti kebiasaannya ketika mereka menikah dulu.
