"perceraian ini hanya sementara Eve?" itulah yang Mason Zanella katakan padanya untuk menjaga nama baiknya demi mencalonkan diri sebagai gubernur untuk negara bagian Penssylvania.
Everly yang memiliki ayah seorang pembunuh dan Ibu seorang pecandu obat terlarang tidak punya pilihan lain selain menyetujui ide itu.
Untuk kedua kalinya ia kembali berkorban dalam pernikahannya. Namun ditengah perpisahan sementara itu, hadir seorang pemuda yang lebih muda 7 tahun darinya bernama Christopher J.V yang mengejar dan terang-terangan menyukainya sejak cinta satu malam terjadi di antara mereka. Bahkan meski pemuda itu mengetahui Everly adalah istri orang dia tetap mengejarnya, menggodanya hingga keduanya jatuh di dalam hubungan yang lebih intim, saling mengobati kesakitannya tanpa tahu bahwa rahasia masing-masing dari mereka semakin terkuak ke permukaan. Everly mencintai Chris namun Mason adalah rumah pertama baginya. Apakah Everly akan kembali pada Mason? atau lebih memilih Christopher
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dark Vanilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengakuan Christopher
Sepeninggal teman-temannya. Suasana ruangan jadi canggung. Hening untuk sesaat meliputi mereka. Everly ingin buka suara. Membahas apa saja agar pria itu mengalihkan mata gelap yang sedari tadi terus mencuri pandang padanya.
"Ah, aku akan mengambil air minum. tunggu sebentar ya," Everly buru-buru bangkit. Tak ada topik pembicaraan yang terpikir di kepalanya. Lantas ia beralasan untuk mengisi gelasnya dengan air di keran wastafel dapur.
Everly membuka keran, mengisi gelasnya lalu cepat-cepat membasahi tenggorokannya yang mengering akibat keberadaan Christopher yang membuatnya gugup.
Everly merasakan sesuatu yang besar muncul menjulang di belakang tubuhnya. Ketika ia berbalik, Christopher dengan tatapan tajamnya berkata, "Aku juga haus."
Jarak mereka begitu dekat, hingga Everly bisa mencium aroma cologne yang khas dari pria itu, seperti kayu manis dan sedikit wangi tanah yang segar.
Alih-alih mengambil gelas lain, tangan pria itu malah meraih gelas di tangan Everly, mengisinya, lalu meminumnya tanpa ragu, tepat dari bekas bibir sang wanita.
Tanpa sadar Everly memperhatikan jakun Chris yang naik turun ketika menelan minumnya.
"Terima kasih," ujar Christopher kemudian. Tersenyum tipis padanya, menyeka sisa air di bibir.
Everly mengalihkan atensinya dari pria itu. Sensasi meledak yang tiba-tiba, merebak di bawah kulitnya. Pipinya terasa panas. Apa ini? Everly bertanya-tanya, apa karena bir yang ia minum?
"Ada apa? apa kau sakit? Mukamu merah." secara mengejutkan tangan Christopher terulur menyapu pipinya. Everly membeku sesaat. Reflek menarik wajahnya dari sentuhan Christopher. "Ti-tidak," jawab wanita itu cepat.
Chris yang melihat sikap Everly, memilih mundur. Ia tidak ingin membuat wanita itu lebih tidak nyaman. Jadi, ia berniat kembali ke tempat duduknya, sebelum kemudian suara Everly menghentikan kakinya melangkah.
"Christopher!"
Chris menoleh pada wanita yang kini memasang wajah serius.
"Aku ingin meluruskan apa yang terjadi pagi tadi dan apa yang kita lalui pada pertemuan pertama kita," katanya tiba-tiba entah dari mana.
Christopher hanya diam, menunggu Everly melanjutkan kata-katanya.
"Aku tidak ingin menciptakan kebingungan ini lebih jauh. Perasaan yang muncul, rasa suka ataupun rasa penasaran, aku pikir itu pengaruh dari kejadian malam itu." wanita itu beralih dari tatapan sang pria.
"Christopher, kau bilang kau suka padaku? kau tidak bisa menghentikan dirimu dari memikirkan aku." Everly meremas tangan sebelum melanjutkan kata-katanya. "Aku ... Aku juga selalu gelisah jika berada di dekatmu. Tapi kau harus tahu hal ini Chris. Sebaiknya kau berhenti. Anggap semua itu sekedar sebuah pengalaman hidup, tidak lebih. Bukan sesuatu yang berarti."
Pada awalnya Everly ragu, tetapi informasi ini harus Christopher ketahui. Jadi, ia melanjutkan. "Lagi pula, aku ... Sudah menikah. Maksudku... meski sekarang aku sedang dalam proses perceraian, tapi aku pernah menikah. Aku juga memiliki seorang putri yang sangat lucu. Jadi, kuharap kau jangan salah paham padaku."
Tidak ada balasan atau perubahan ekspresi dari Christopher, dan tampaknya pria itu tidak berniat menyela.
"Usiamu jauh lebih muda dariku. Lebih baik kau habiskan waktumu dengan anak seumuranmu."
Untuk sesaat Christopher terdiam mendengarkan penuturan wanita di hadapannya. Perhatiannya tertumpah pada Everly. Sesuatu mencelos di hatinya. Kepalanya kemudian tertunduk. Pundaknya bergetar, Agak lama, sampai Everly khawatir mengira pria itu menangis.
Tetapi suara tawa yang tiba-tiba keluar dari mulut sang pria membuat Everly mengeryit bingung.
Christoper memiringkan kepalanya sedikit. Memandang Everly dengan sisa tawa di bibirnya.
"Apa ini? Apa aku di tolak bahkan sebelum menyatakan perasaanku dengan benar?" Sudut netra pria itu menampilkan satu dua kerutan ringan ketika dia tertawa.
"Aku hanya tidak ingin membuat kesalah pahaman ini semakin jauh."
Dalam hati Christopher ingin tertawa keras. "Apa wanita ini bahkan mengingat apa yang terjadi malam itu?"
"Apa ini berarti kau mengakui bahwa kau juga merasakan hal yang sama dengan yang aku rasakan?" tanya Christopher.
"Y-ya." Pipi Everly memanas. Ia harap jikapun kulitnya memerah, Christopher tak menyadarinya. "Tapi yang seperti kubilang tadi. Itu hanya perasaan yang disebabkan kebingungan sesaat." elak wanita dengan tahi lalat kecil di batang hidung.
Sebenarnya pernyataan itu lebih ia lontarkan untuk dirinya sendiri. Pesona pria itu memang mengaggumkan, tetapi dirinya yang baru bercerai dan kesepian menemukan pria seperti Christopher yang menaruh minat padanya—bisa saja membuatnya secara tak sadar menganggap bahwa pemuda itu bisa menjadi pelarian atau tempat mencari penghiburan.
Masalahnya dia terlalu muda untuk Everly. Dan memulai hubungan dengan orang baru masih terlalu cepat untuk wanita itu.
"Selain kau pernah menikah, punya anak, dan jarak usia kita. Apakah masih ada hal lain?"
"Maksudnya?"
"Hal yang memberatkanmu. Mungkin kau tidak percaya, tapi aku tidak mempermasalahkan semua itu." Christopher bergerak mendekati Everly secara perlahan.
"Aku tidak tahu ke arah mana kekhawatiranku lebih dekat, apakah pada Christopher yang tampak tertarik padaku atau pada diriku yang tidak bisa berhenti memikirkannya tiap kali berdekatan"
"Kau belum mengenaliku, Chris." gumam Everly pelan.
"Jika aku membuatmu tidak nyaman, kita bisa melakukannya dengan santai. Jangan merasa terbebani, kumohon." Tubuh jangkung Christopher kini berada satu langkah dari Everly. Mengamati wanita yang tak menolak untuk mengangkat kepala balas menatapnya. Betapa kecil Everly jika mereka berdekatan seperti ini.
"Apa semua anak muda akan blak-blakan begini" batin Everly bingung.
"Aku tidak mengajakmu untuk menjalani hubungan yang serius. Hubungan yang santai juga tidak masalah untukku." Christopher kembali bersuara. "Asal, kau tak menghindar dariku. Aku bisa menjadi teman yang baik. Kau bisa gunakan aku kapanpun kau butuh." pria itu menunduk.
"Kenapa kau keras kepala?"
"Aku hanya mengikuti kata hati, Everly.... Aku menyukaimu .... aku jatuh cinta padamu..."
Ketika Everly menyadari situasinya, pria itu sudah berada dekat dengannya, dengan satu tangan bertumpu di lemari di atas kepala Everly, pria itu menjatuhkan pandangan kepadanya untuk kesekian kali.
"—Pada pandangan pertama. Saat kau muncul di lorong, saat kau muntah dibajuku, Saat kau merengek padaku karena ingin bir, saat kau duduk di perutku malam itu, dan..." didepan wajah wanita itu, Christopher berbisik dengan lambat. "Saat kita berciuman.... itu terasa sangat manis, Everly." Entah sejak kapan ibu jari Christopher berada di bibirnya. Bibir yang sudah berhari-hari ia dambakan. Chris pun kebingungan, biasanya ia tidak pernah jatuh hati secepat ini. Penasaran apakah perasaan ini benar seperti apa yang dikatakan Everly, hanya muncul karena malam itu, atau karena Everly itu sendiri yang membuatnya jatuh hati.
Rasanya udara disekitar mereka meng hangat dengan intens. Membuat tangan dan kaki Everly berkeringat ketika ibu jari pria itu menyusuri bibirnya menariknya lembut, hingga bibir plumpy itu terbuka sedikit. Pria itu terhentak sadar ketika wanita mungil di depannya, memerah seperti persik.
"Fuxk." umpat Chris dalam hati, ia tidak bisa menahannya lagi. Lantas yang pria itu lakukan selanjutnya adalah memajukan kepalanya untuk melumat bibir wanita bernetra biru.
Everly yang awalnya membelalak, hanya membiarkan Pria itu menyelipkan bibir di antara bibirnya. Ia pun sudah merasakan sensasi meledak aneh di dada dan perutnya. Membiarkan akal sehatnya terbang entah kemana, Everly menyerah secara suka rela pada sentuhan Christopher yang begitu memabukan.
Mason sering melakukan ini padanya. Tetapi sensasi yang diberikan pria itu entah mengapa sepenuhnya berbeda. Rasa antusias yang membuncah menekannya seperti udara dalam balon raksasa yang membungkusnya.
Christopher terus menelusuri bibirnya dengan gerakan lambat namun penuh minat. Membuat Everly frustasi, hingga kemudian entah secara sadar atau tidak, bibir wanita itu ikut bergerak membalas setiap sapuan hangat sang pria. Christopher diam-diam menyeringai.
Ciuman di antara mereka terus terjadi sampai suara ribut-ribut di lorong, membuat Everly refleks mendorong Christopher kuat.