Second Life Of Calista

Kelas terasa hangat, tapi suasana semakin memanas ketika Sella, dengan tatapan penuh amarah, berteriak keras,

"Heh cupu! Sejak kapan kamu berani ngomong balik ke kita? Udah mulai berani ngelawan ya kamu?" Suaranya menggema, seolah-olah menantang siapa pun yang berani membantahnya.

Calista, yang sedang ngepel lantai dengan santai, hanya tersenyum. "Mau ngomong ya tinggal ngomong, Sell. Kita semua punya mulut, kenapa harus izin kamu dulu? Emang mulut kita dititipkan ke kamu?" Dia mendorong alat pel ke arah sepatu Sella, dengan niat mempermainkan.

"Kalau ngomong, tuh, jangan pake melotot gitu bisa gak sih? Takutnya matamu bautnya doll jadi menggelinding, kan gak lucu kalau Marsella Vincent, sang bunga sekolah, matanya coplok," Calista melontarkan kata-kata itu tanpa melihat raut wajah Sella yang sudah siap menyerangnya.

Anak-anak lain di kelas menahan tawa, takut jika mereka berani menertawakan Sella, mereka akan menjadi target bully berikutnya. "Kalian kalau mau tertawa, tertawa aja, jangan ditahan! Nanti bisa ambrol lewat belakang, semua pingsan karena baunya," Calista menambahkan dengan nada main-main, seolah itu hal biasa.

"Dasar Calista brengsek!" teriak Sella, melangkah maju dengan niat menyerang. Namun, Calista yang sudah memperhitungkan semuanya, pura-pura selesai mengepel dan berbalik, mengangkat alat pel hingga mengenai wajah Sella.

Sella semakin emosi dan berusaha meminta bantuan Jessi dan Pretty untuk menahan Calista. Namun sebelum mereka bisa bergerak, bel tanda masuk berbunyi, menyelamatkan Calista dari amukan yang mungkin akan terjadi.

---

Calista, meski tidak menonjol dalam pelajaran, memiliki pesona yang sulit diabaikan. Dengan tinggi badan yang proporsional dan wajah cantik, dia selalu mengenakan seragam kebesaran.

Ia lebih suka menyembunyikan kecantikannya di balik penampilan kutu buku yang membuatnya terlihat tidak menarik. Namun, semua itu hanya penampilan luar. Dalam hati, dia adalah gadis yang realistis, meski tidak materialistis.

Di kelas, saat belajar, Calista tampak seperti orang yang habis minum obat tidur. Ia selalu ingin segera terlelap, terutama saat pelajaran berhitung, di mana angka-angka tampak berlarian seolah ingin melarikan diri. Hanya angka di saldo rekening dan mata uang yang selalu ia ingat—itu pun karena alasan praktis.

Dari kehidupan pertamanya, Calista bercita-cita menjadi model. Dia tahu otaknya tidak terlalu encer, jadi dia memilih jalur yang lebih mudah. Menjadi model hanya perlu berpose dan berjalan di catwalk.

Setelah menikah, dia ingin menjadi istri dan ibu yang baik, mengurangi jadwal kerjanya agar bisa merawat keluarganya.

Di balik semua itu, ada satu sosok yang mencuri perhatiannya—Galen Rodrigo, teman kakaknya yang bernama Calvin, Galen adalah sosok lembut yang selalu berprestasi.

Ketika kakaknya mengajak Galen ke rumah mereka untuk pertama kalinya Calista langsung tertarik. Dengan segala prestasinya, Galen adalah pria yang tidak suka tawuran dan selalu menjadi murid teladan, bahkan menjabat ketua OSIS.

Karena ingin selalu dekat dengan Galen, Calista memilih untuk masuk ke SMA ini. Ia tahu bahwa meski ia tidak menonjol secara akademis, hatinya sudah terikat pada sosok yang penuh kasih itu.

---

Suatu hari, saat pelajaran berlangsung, Sella masih belum bisa melupakan insiden sebelumnya. Dia merencanakan balas dendam. Sementara Calista, dengan pikirannya yang melayang-layang, hanya ingin menikmati hari-harinya— Namun, di dalam kelas yang penuh drama ini, ketegangan selalu mengintai.

Siapa yang akan menang dalam permainan ini? Apakah Calista akan tetap tenang menghadapi Sella? Atau akankah Sella menemukan cara untuk membalas dendam? Semua itu akan terjawab dalam bab-bab berikutnya.

.

.

.

Terima kasih sudah membaca karya mami,jangan lupa kasih jempol dan tanda cinta ya sayang...

biar mami tambah semangat upnya.🥰