Susah payah Rico mengumpulkan kepingan hatinya yang berserakan karena dua kali penolakan dari gadis yang merupakan cinta pertamanya.
Disaat dirinya sudah mulai kembali menata hidup tanpa lagi memikirkan cinta.
Hidupnya yang tenang kembali harus jungkir balik setelah secara terpaksa harus memenuhi permintaan sang mama untuk menikahi seorang gadis yang masih sangat belia.
Tak mampu menolak hingga pada akhirnya Rico memilih untuk mengajukan syarat.
"Aku tak akan mendua apalagi sampai menikah lagi, tapi bukan berarti kau berhak atas diriku. Jangan pernah mencintaiku karena cinta bagiku adalah sebuah kemunafikan belaka. Kau bebas dengan hidupmu dan aku dengan kehidupan ku meski kita terikat pernikahan." .... Rico Aditama
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serra R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Tubuh Adit nampak gemetaran, bocah itu hanya bisa menahan isak tangisnya. Berusaha untuk bergerak namun kedua kakinya belum bisa dia gerakkan secara sempurna. Dibalik lemari kini bocah itu bersembunyi, tepatnya disembunyikan oleh Suryo sebelum lelaki itu kembali bergegas ke depan.
Tubuh bibi nampak tergeletak tak jauh dari pintu tengah, wanita paruh baya itu pingsan sesaat setelah melihat darah yang mengalir dari lengan Suryo.
Ya, tembakan yang sejatinya diarahkan ke arah Adit dihalau dengan cepat oleh Suryo meski harus mengorbankan bahu sebelah kanannya.
"Dengarkan Om, Adit bersembunyi disini dan jangan mengeluarkan suara. Jangan keluar jika yang masuk bukan orang-orang yang Adit kenal. Mengerti!!"
Adit mengangguk, tubuh bocah itu terus bergetar. Suryo yang sebenarnya tak tega tak punya pilihan lain selain meninggalkan Adit sedangkankan dirinya berupaya untuk mengelabuhi lawan.
Meski tahu jika teman temannya berada diluar namun Suryo berupaya hal lain untuk berjaga-jaga.
Setelah menyamarkan bercak darah dengan caranya berkeliling ke berbagai arah pada akhirnya Suryo melangkah ke arah pintu samping yang mengarah ke halaman belakang. Dengan begitu dia berharap jika orang-orang itu mengira dirinya berhasil membawa Adit kabur dari arah belakang.
Jantung Suryo berdegup dengan kencang manakala suara langkah terdengar mendekat. Dengan sigap lelaki itu mengambil ancang-ancang. Namun nafas lega dihembuskannya saat melihat sosok yang masuk adalah Roy.
************
Jantung Deviana terasa berdetak semakin kencang. Pandangan matanya tertuju pada tubuh bocah yang kini sedang berada dipelukan mama Yenni.
"Dek." lirihnya.
Adit mendongak saat suara sang kakak terdengar di telinga nya. Kedua mata bocah itu kembali membasah.
Kedua kakak beradik tersebut saling berpelukan. Adit lagi lagi menangis, namun bocah malang tersebut bersyukur melihat kedatangan sang kakak yang nampak baik baik saja.
Deviana yang belum mengetahui apapun mencoba untuk tenang meski banyak tanya dalam hatinya.
"Nggak papa, ada kakak sini. Jangan takut lagi, hem." Diusapnya punggung kecil yang bergetar dengan suara sesenggukan yang terkadang masih terdengar.
Dee menatap ke arah mama Yenni seolah mempertanyakan keadaan. Namun wanita baik hati itu hanya menggeleng. Meski secara garis besar Roy telah menceritakan padanya namun wanita baya itu memilih untuk diam. Biarlah nanti Roy dan Rico yang memberi penjelasan pada gadis malang itu.
Di taman samping, Rico nampak mengepal kan tangannya geram. Rasanya ingin marah manakala mendengar penuturan Roy tentang penyerangan yang ditujukan pada Adit.
"Bagaimana dengan Suryo?"
"Sudah mendapatkan penanganan, orang-orang kak Vino juga sudah bergerak."
"Apa orang yang sama?"
"Kemungkinan besar iya. Mereka berdua tak memiliki masalah dengan orang lain selama ini bukan? jadi menurutku memang ini masih bersangkutan dengan hal itu."
"Orang-orang suruhannya bagaimana? apa ada yang bisa dimintai informasi?"
"Ada dua orang yang tertembak, sedang lima orang lainnya berhasil lolos. Tapi kondisi kedua orang itu sedang kritis."
"Apa kau sudah bicara dengannya?"
Rico menggelengkan kapala nya sebagai jawaban.
**********
Deviana masih terdiam di tempatnya, menatap wajah lelap sang adik yang baru saja memejamkan mata setelah puas menangis.
Tak ada tanya yang keluar dari bibir gadis itu. Dee hanya menenangkan tanpa ingin kembali mengorek sesuatu yang jelas jelas membuat sang adik bersedih.
"Ada apa sebenarnya?"
Tanya itu berkecamuk dalam benak seorang Deviana Anggia Paramita Anggara. Namun dia tak juga ingin mengusik sang adik. Dee akan menunggu entah sampai kapan.
Ketukan pelan di pintu membuatnya segera menoleh. Bibi masuk dan mulai mendekat, wanita itu terlihat gelisah.
"Ada apa bi? ehm sebenarnya aku ingin bertanya banyak dan aku minta bibi mau bercerita padaku kenapa kalian Adit dan bibi sampai berada disini. Aku ingin bertanya pada adikku, tapi melihat keadaannya membuat aku mengurungkan niatku. Jadi, apa bibi bisa memberitahuku?"
"Bi...bibi juga nggak tahu banyak non. Soalnya.. soalnya bibi pingsan dan ketika sadar sudah berada disini bersama Adit."
"Pingsan??" Dahi Dee berkerut semakin dalam.
"Iya."
"Kenapa bibi bisa pingsan? dan dimana om Suryo bi?" Suara Dee sedikit meninggi meski masih terbilang aman karena memang gadis itu ingin tetap menjaga adiknya agar tak terganggu tidurnya.
"Keluarlah!! biar bibi menjaga Adit. Ada hal penting yang harus dibicarakan."
Dee menoleh ke arah pintu dan mendapati sosok Rico telah berdiri disana. Gadis itu menatap bingung namun melihat wajah serius Rico dirinya yakin jika laki-laki tampan yang diberi julukan hantu ganteng tersebut mengetahui sesuatu. Buktinya dia membawanya ke tempat ini tanpa menjelaskan apapun itu.
"Bibi istirahat ya, sekalian titip Adit takutnya dia terbangun dan mencari saya." Dee tersenyum menatap bibi dan mempersilahkan wanita itu untuk ikut beristirahat bersama dengan Adit.
Dee mencium kening sang adik sebelum beranjak mengikuti langkah Rico yang masih menunggunya di ambang pintu.
************
Di ruang tengah, nampak mama Yenni dan Roy telah menunggu. Keduanya nampak berbincang akrab membuat dahi Dee lagi lagi mengernyit.
"Mereka kenal?" lirihnya dalam hati.
Melihat kedatangan Dee dan putranya, mama Yenni segera menampilkan senyumnya. Mengangkat tangan meminta gadis manis itu untuk duduk di dekatnya.
"Sini sayang."
Dee mendudukkan dirinya, meski banyak tanya yang segera ingin dia ungkapkan namun Dee masih memilih diam agar bisa memilah kata yang tepat.
Bu Tyo datang dengan nampan ditangan. Tiga buah gelas teh yang terlihat masih mengepulkan asap nampak disana bersama dengan setoples camilan entah kripik atau apa Dee hanya melihatnya sekilas. Pikirannya benar-benar diliputi kebingungan yang teramat sangat.
"Suryo saat ini sedang berada di rumah sakit." Rico membuka suaranya setelah semua terdiam untuk beberapa lama.
"Rumah sakit?"
"Ya, ada penyerangan di rumahmu tadi sore." Ucap bos nya itu pelan namun mampu membuat jantung Dee benar-benar berpacu lebih kencang.
Penyerangan, satu kata itu sudah bisa menyimpulkan jika keberadaan sang adik dan mungkin juga dirinya sudah diketahui oleh sang paman.
Melihat keterdiaman Dee membuat Roy mengambil alih untuk menceritakan semua kejadian siang menjelang sore itu tanpa ada yang ditutupi.
Dee mendengarkan apa yang diceritakan oleh Roy dengan tubuh yang bergetar. Bayangan sang adik yang ketakutan serta kekacauan yang langsung masuk ke dalam bayangannya membuat dadanya begitu sesak.
"Kenapa??" Hanya kata itu yang terucap dari bibir gadis yang masih menggunakan pakaian kerjanya seperti siang tadi.
Mama Yenni segera menggeser duduknya lebih dekat dan mendekap tubuh gadis itu memberi kekuatan. Membiarkan tubuh bergetar itu meluapkan segala rasa sesaknya tanpa memintanya untuk menahan.
*************
Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam saat Dee kembali masuk ke dalam kamar yang ditempati oleh sang adik. Ditatapnya wajah yang terlelap itu dalam. Gejolak dalam hatinya kembali terasa membuat kedua mata Dee kembali membasah.
"Kamu pasti ketakutan tadi, dek. Maaf, kamu harus mengalami hal mengerikan sendiri. Maafin kakak." Diusapnya wajah tenang itu pelan.
Pandangan Deviana beralih pada tubuh wanita yang tertidur dengan sebelah tangan mendekap adiknya. Wanita yang dipanggilnya bibi itu memang menemani Adit setiap harinya.
Mendengar cerita om Suryo sampai di rawat karena mengalami luka tembak dan menyaksikan bagaimana bibi begitu menyayangi Adit membuat sesak didada Deviana semakin bertambah.
"Orang-orang yang tak ada ikatan dan hubungan darah dengan kami, bisa menerima dan menyayangi kami sebaik ini padahal kami baru saling mengenal. Tapi mengapa, orang-orang yang nyata ada sebagai keluarga malah ingin melenyapkan kami." Dee tergugu dengan tangisnya. Tanpa suara namun air matanya tak henti mengalir menandakan luka batin yang sedang gadis itu rasakan.
astaga pantes aja Rico jadi trauma, disaat dia bner" mencintai seorang gadis tpi mlaah dikhiannati bahkan sampai berbadan dua
Segala hal