Celestial Chef's Rebirth

Setelah malam yang penuh luka dan kebenaran mengejutkan, Nian dan Sari memutuskan untuk memulai perjalanan menuju Gerbang Rasa Langit—satu-satunya jalur menuju dunia atas, tempat asal-usul rasa yang bahkan para tetua dunia bawah hanya berani sebut dalam bisikan.

Namun sebelum berangkat, mereka membutuhkan petunjuk lebih. Sumber pertama yang mereka datangi adalah Leluhur Tiga Lidah, seorang mantan penjaga rasa yang kini tinggal menyepi di Gunung Aromatika.

Gunung itu diselimuti kabut rasa yang dapat membuat siapa pun kehilangan arah rasa jika tidak berhati-hati. Tapi Nian telah berkembang. Dengan rasa awal yang menyala dalam dirinya, ia mampu menuntun langkah mereka menembus kabut, hingga mencapai puncak di mana sebuah paviliun rasa berdiri.

Leluhur Tiga Lidah adalah pria tua dengan tiga lidah yang keluar bergantian untuk mengecap rasa dunia. Ia duduk bersila, dikelilingi aroma teh fermentasi usia ratusan tahun.

"Aku tahu kau akan datang, pewaris rasa awal. Aku sudah mengecap jejak langkahmu di angin selatan. Kau ingin ke dunia atas? Maka dengarlah..."

Ia mengisahkan tentang Gerbang Rasa Langit—sebuah celah dimensi rasa yang hanya bisa dibuka oleh seseorang yang memiliki kunci rasa murni, serta menyatukan tujuh rasa utama dalam dirinya.

"Kau sudah memiliki rasa awal. Tapi itu belum cukup. Kau butuh rasa bayangan, rasa langit, rasa hampa, rasa dendam, rasa pengorbanan, dan rasa kelahiran."

"Rasa-rasa itu... terdengar seperti emosi manusia," gumam Sari.

"Tepat," jawab sang leluhur. "Karena dunia atas bukan hanya dunia yang tinggi secara tempat. Tapi juga tinggi dalam makna rasa."

Setelah mendapatkan petunjuk itu, Nian dan Sari melanjutkan perjalanan mereka ke Lembah Bayang Perisa, tempat rasa bayangan tersembunyi. Tapi perjalanan ini tidak mudah.

Di sepanjang jalan, mereka dikejar oleh para Pemburu Rasa Hitam—kelompok yang ingin menggunakan tubuh Nian sebagai wadah rasa gelap untuk membangkitkan Raja Tanpa Rasa, makhluk purba yang ingin menghapus seluruh keberagaman rasa dari dunia.

Di tengah pengejaran, mereka bersembunyi di reruntuhan Kuil Resapan, kuil tua yang konon pernah menjadi tempat meditasi leluhur pertama rasa. Di sini, Nian mengalami penglihatan.

Dalam mimpinya, ia melihat dirinya kecil, menangis dalam pelukan seorang wanita bercahaya. "Rasa bukan hanya anugerah," suara wanita itu berbisik. "Rasa adalah takdir. Kau tidak memilihnya, tapi kau bisa memilih bagaimana memaknainya."

Saat terbangun, Nian mendapati telapak tangannya berubah. Sebuah simbol rasa muncul—terbentuk dari tujuh garis berpilin, namun satu masih kosong.

"Itu adalah lambang penyatuan rasa. Kau sudah memiliki dua: rasa awal dan rasa pengorbanan," jelas Sari. "Yang terakhir kau dapatkan saat menyelamatkanku."

Mereka kembali melanjutkan perjalanan. Lembah Bayang Perisa adalah tempat yang dijaga oleh para penjaga rasa tak kasat mata. Ujian pertama dimulai.

Nian dihadapkan dengan bayangannya sendiri—sosok dirinya yang pernah menyerah, penuh kemarahan, cemburu, dan keputusasaan.

"Kau bukan apa-apa tanpa aku!" teriak bayangan itu.

"Justru karena kau ada, aku tahu siapa aku sebenarnya," jawab Nian tegas.

Pertarungan tak berdarah terjadi. Tapi bukan kekuatan yang memenangkan pertarungan itu, melainkan penerimaan. Nian memeluk bayangannya, dan rasa bayangan menyatu ke dalam tubuhnya, mengisi satu garis pada simbol rasa di telapak tangannya.

Kini ia memiliki tiga rasa utama. Namun waktu tidak berpihak.

Gerbang Rasa Langit hanya akan terbuka sekali setiap dua puluh tahun, saat Bintang Perasa melintasi langit utara. Dan itu akan terjadi hanya dalam sembilan hari.

Saat mereka hendak meninggalkan lembah, mereka disambut oleh seseorang yang tak pernah mereka sangka: Bao, kakak angkat Nian yang dulu mengkhianatinya di Paviliun Rasa Agung.

"Kau mengejutkanku, adikku. Aku pikir kau akan hancur setelah malam pelecehan rasa itu. Tapi ternyata kau berdiri di sini, bahkan membawa simbol rasa."

"Apa yang kau inginkan, Bao?"

"Aku ingin menantangmu. Jika kau kalah, aku akan mengambil semua rasa yang kau miliki."

"Dan jika aku menang?"

"Aku akan memberimu rasa hampa. Karena aku tahu di dalam diriku, rasa itu telah tumbuh."

Pertarungan antara dua saudara rasa itu dimulai. Bumi berguncang, langit bergetar. Nian menggunakan perpaduan rasa awal, pengorbanan, dan bayangan untuk menciptakan jurus baru: Gelombang Resonansi Jiwa.

Bao, yang menyatu dengan rasa kekecewaan dan hampa, melepaskan teknik yang nyaris membelah dimensi rasa.

Pertarungan berakhir dalam ledakan besar. Saat debu mengendap, hanya Nian yang masih berdiri, meski luka memenuhi tubuhnya.

Bao tersenyum tipis. "Kau menang. Dan kini... rasa hampa adalah milikmu."

Simbol rasa di tangan Nian kembali menyala. Empat rasa telah ia genggam. Tiga rasa lagi, dan Gerbang Rasa Langit akan terbuka untuknya.

Di kejauhan, awan gelap berkumpul. Raja Tanpa Rasa telah menyadari ancaman. Dan ia mengirim pasukannya.

Dunia rasa akan segera berada di ambang kehancuran atau kelahiran kembali.

Dan hanya Nian yang bisa menentukan rasanya.