(Update setiap hari selama ongoing!)
Clara merasa kepalanya pusing tiba-tiba saat ia melihat kekasihnya bercinta dengan sahabatnya sendiri yang sudah ia anggap seperti saudara kandungnya. Mereka berdua tampak terkejut seperti melihat hantu setelah menyadari Clara muncul dari balik pintu kamar dengan cake bertuliskan 'Happy 6th anniversary' yang telah jatuh berantakan di bawah.
"Sa–sayang ...." Kris wang, kekasihnya tampak panik sambil berusaha memakai kembali dalaman miliknya.
Leah Ivanova juga tak kalah terkejut. Ia tampak berantakan dan berusaha menutupi tubuhnya dengan kain yang kini Tanpa busana.
"Ini bukan seperti yang kamu pikirkan, Clara!" Kris berusaha mengambil alih Clara.
Gadis itu tersenyum kecut. Berani sekali ia bicara begitu padahal segalanya telah keliatan jelas?
*
Baca kelanjutannya hanya di noveltoon! Gratis!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cherryblessem, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SAH| 24
Clara memandang bayangannya yang terpantul dari mobil saat turun untuk menuju ke ballroom tempat acara Costca Enterprise. Entah mengapa, acara ini terasa sangat membuat gugup dan serius bagi Clara. Ia bisa merasakan bagaimana Julian merasakan hal serupa namun sangat pandai menutupinya dengan baik. Sesekali, Clara merasa iri karena Julian sangat pandai mengontrol emosinya.
Bahkan, ketika langkah mereka belum mencapai aula ballroom, para tamu telah lebih dahulu menghampiri mereka. Desas-desus mengenai Julian yang datang sebagai perwakilan resmi keluarga besar Kim rupanya telah menyebar. Clara kagum pada kekuatan informasi dari mulut ke mulut. Bahkan, dikalangan atas, informasi seperti ini berjalan secepat itu juga.
"Kudengar, hydro tech mengalami kenaikan saham yang luar biasa. Anakku tertarik untuk berinvestasi disana." Salah satu pria paruh baya dengan kepala botak dan kumis yang lebat serta postur pendek dan gemuk angkat bicara disela obrolan mereka.
Julian tersenyum ramah. "Terima kasih banyak. Kami banyak bereksperimen sebelumya. Ini adalah hasil dari eksperimen yang berhasil."
"Kamu sangat pandai berbisnis. Tak heran jonghwa percaya padamu." Pria itu kembali memuji.
"Ah, tidak juga. Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan. Tak kusangka juga hasilnya akan bagus." Julian membalas.
"Well, kupikir ini semua karena dia baru menikah. Kau tahu, rejeki pernikahan? Semesta pasti memberikan ini untuk hadiah pernikahannya." Salah satu pria yang jauh lebih muda dari pria gemuk itu bicara. Postur nya tinggi dan kurus.
Julian dan Clara hanya tersenyum dan sedikit tertawa. Semenjak menjadi istri Julian, pura-pura memahami ini dan itu adalah kelebihannya yang baru.
"Apakah benar kamu akan menggantikan kakekmu?" Pria gemuk itu kembali bicara.
Sepertinya, Julian sudah sangat waspada soal ini. "Tentu saja, tidak. Memiliki performa bagus bulan ini bukan berarti menjadi pengganti. Aku hanya, diharapkan melakukan lebih. Itu saja."
Clara memandang kagum ke arah Julian. Setidaknya, ini adalah jawaban yang baik. Sejak kemarin, Clara sudah khawatir mengenai terpilihnya Julian menjadi perwakilan kakeknya yang merupakan pendiri dan pemilik saham terbanyak. Setahu Clara, persaingan warisan adalah hal yang mengerikan.
"Oh, ayolah ..., semua orang tahu bahwa kamu jauh lebih pandai dalam mengurus bisnis. Dibanding anak dan cucu kakekmu, kamu lah yang paling hebat." Si pria kurus bicara.
Clara berharap, mulut para orang tua itu di segel. Pembicara ini membangun perasaan yang tidak nyaman.
"Tidak. Itu hanya kebetulan saja." Julian tersenyum berusaha menanggapi dengan baik.
Clara menarik kemeja Julian untuk segera beranjak dari sana. Mereka kemudian pergi menuju ke bagian lain pesta. Sepanjang melangkah, langkah keduanya dihentikan oleh para pebisnis lain untuk membicarakan banyak hal. Clara merasa cukup lelah menanggapi pertanyaan yang sama dan berat. Ah, hebat sekali Julian bisa terus berbicara dan terlihat tenang.
"Aku pergi ambil makan sebentar," Clara berbisik di telinga Julian untuk pamit kabur. Jujur saja, siapa yang tahan dengan bicara terus?
Julian hanya mengangguk dan membiarkan gadis itu pergi. Ia berjalan menuju stand makanan dan mulai memilih makanan. Ah, mengapa makanan disini kelihatannya enak-enak sekali? .
Ia teringat kembali pada masa sulitnya dimana makan enak adalah salah satu kegiatan yang mewah. Clara terpikirkan untuk membawa keluarganya suatu saat nanti untuk makan bersama di tempat mewah seperti ini. Pasti akan seru dan menarik melihat reaksi mereka.
Ah, betapa hidupnya berubah jauh sekali. Sekarang, semua penderitaan itu terasa seperti mimpi buruk yang samar. Ia tersenyum merasakan perubahan yang signifikan namun langsung kehilangan senyuman setelah menyadari ini semua bisa hilang dalam sekejap jika ia tak berhati-hati.
"Clara."
Suara yang familiar itu membuat kepalanya menoleh. Clara memandang Sophie yang melihatnya dengan senyuman misterius yang jelas. Disekitar sophie, ada sekelompok kecil gadis-gadis kaya yang ia lihat di acara Sophie dan beberapa sepupu dan keluarga Julian yang lain. Perut Clara seperti terlilit. Mengapa setiap ia punya sekelebat pikiran buruk, Sophie selalu ada di dalamnya?
"Hai ...," Clara terdengar ragu menjawab namun memberikan senyuman terbaik yang ia punya.
Para gadis itu memandang Clara dari ujung kaki hingga rambut. Mereka tampak menjuri penampilan Clara dan membuatnya tampak terlihat seperti seseorang yang tak seharusnya ada disana.
"Kudengar, Julian menggantikan kakek secara resmi, ya?" Sophie tersenyum memandang Clara.
Merasa bahaya datang, Clara hanya tersenyum. "Ah, kebetulan kakek tak bisa datang."
"Kau pasti senang, kan? Suamimu akan menjadi seseorang yang sangat sukses. Timingmu bagus sekali." Sophie tersenyum namun kata-katanya tajam.
Clara bisa merasakan tatapan dan pandangan para perempuan di belakang Sophie. "Tentu saja aku senang. Aku tak mungkin bersedih disaat ini, kan? Julian telah melakukan yang terbaik."
"Sungguh gembel yang tak punya malu." Silvia meneguk minumannya sambil bicara, seolah tak ada yang mendengar.
Clara tak mau menanggapi. Ia hanya tersenyum. "Aku mau pergi ambil minum. Maaf, kutinggalkan dulu, ya?" Ia merasa ingin mencuci lidahnya sendiri karena terdengar sangat ramah padahal jelas ia ingin muntah.
"Bisa tolong ambilkan untuk kami juga? Tolong ya, kami tak terlalu kenal pelayan yang ada disini." Sophie tersenyum meminta tolong padahal jelas ia punya maksud yang lain.
Clara mengernyit. Mereka mengatainya namun menyuruhnya juga? Oh, menyebalkan sekali orang-orang ini!
"Ambilkan aku segelas Champaign, dua buah bir, tiga mojito dan beberapa kudapan. Bawa itu ke meja disana." Silvia terdengar memerintah.
Clara benar-benar kesal sekarang. Apa yang mereka pikirkan? Menindas seperti ini? Sungguh kekanak-kanakan! Ia berusaha berpikir keras cara untuk menghindari perintah ini.
"Cepatlah. Aku ingin memperkenalkan dirimu dengan keluarga yang lain. Sebagai perwakilan ibu, kamu harusnya bisa bergerak cepat bukan?" Silvia memandang rendah Clara. Secara terang-terangan begitu, ia berani memperlakukan Clara seperti itu.
Sophie memandang mereka dengan bangga. Oh, berapa senangnya berhasil menjatuhkan kecoak yang mengira dirinya adalah sesuatu yang lain.
"Kau kenal Silvia kan? Dia adalah sepupuku. Tante Julian juga. Kamu harus bertemu keluarga yang lain. Apalagi, kamu akan menjadi ibu dari pemimpin tertinggi Hydro Group." Sophie tersenyum.
Clara mengepalkan tangannya, menolak bicara. Ia memilih mengikuti saja namun jelas harga dirinya terinjak. Alih-alih ingin memikirkan itu menyakitinya, Clara menganggap ini sebagai bentuk seorang menantu yang baik.
Ketika membawanya pesanan mereka semua ke sana, semua orang memandang Clara yang berpenampilan seperti tamu kehormatan namun membawa nampan seperti pelayan. Beruntung, kemampuannya sebagai pelayan dahulunya membuat dirinya tampak sangat elegan.
"Ini, pesanan Tante Silvia." Clara tersenyum.
Mereka semua tampak berbisik dan terkikik. Semua orang tahu betapa menyebalkannya mendengar kikikkan para wanita ketika sedang menghina orang lain. Clara kini mengalaminya dan secara terpaksa malah harus berpura-pura baik.
"Ternyata, kemampuannya sebagai orang miskin benar-benar berguna." Salah satu gadis tersenyum sambil berbisik meskipun bisikkan itu dimaksudkan untuk didengar oleh Clara.
Clara kesal namun ia menolak bereaksi. Ia masih memikirkan apa yang bisa ia katakan untuk membalas dengan penuh hati-hati.
"Wah, terima kasih, ya! Kamu baik sekali sudah membawa ini. Kamu sangat rendah hati ya meskipun akan menjadi ibu Presdir." Amy tersenyum namun terasa menghina.
Clara menarik nafasnya berat namun berusaha tersenyum. Ia kesal setengah mati namun tak tahu harus bagaimana. Ia kesal direndahkan namun kembali ia diingatkan bahwa dirinya hanyalah istri kontrak. Masa bodoh dengan ini semua. Tetapi, mengapa ini terasa pahit?