Gea Arunika tidak menyangka pernikahannya yang semula baik-baik saja tiba-tiba jadi rusak setelah kehadiran seorang wanita yang katanya adik dari suaminya bernama Selena.
Namun, setelah diamati tiap harinya, tingkah David dan Selena tidak seperti adik dan kakak melainkan seperti pasangan suami istri.
Hingga pada akhirnya Gea tahu, kalau dirinya adalah istri kedua dan Selena adalah istri pertama suaminya.
Rasa sakit itu semakin bertambah ketika tak sengaja mendengar obrolan mereka yang akan membawa pergi anak yang dikandungnya setelah ia melahirkan.
Lalu bagaimana kisah mereka selanjutnya?
ikuti ceritanya terus ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yoyota, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 - Maafin Gea
Selesai dari berkeliling mengantarkan kue, Gea mengistirahatkan tubuhnya dan memainkan ponselnya. Ia membaca pesan yang ia dapatkan dari Gaza. Isi pesan itu mengatakan bahwa David mengunjungi rumah orang tuanya entah untuk alasan apa. Tapi, Gaza berpikiran pastinya David memiliki rencana buruk.
"Ya Allah, untuk apa Mas David mengunjungi ibu dan bapa ke rumah? Aku sebenarnya sudah rindu dengan ibu dan bapa. Tapi ... aku belum bisa cerita ini semua. Aku takut mereka akan bersedih. Ya Allah, bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?"
Gea bimbang dengan pilihan hatinya. Tapi, jika terus-menerus menunda bercerita. Mau sampai kapan?
Alhasil dengan segala keberanian yang ada. Gea memutuskan untuk menelpon ibunya. Panggilan pertama tidak terjawab.
"Apa ini maksudnya, hari ini bukan waktu yang tepat untuk aku cerita?" pikir Gea.
Gea melakukan panggilan yang kedua dan diangkat. Terdengar suara halus dari ibunya yang menyapa.
"Halo, ini siapa?" tanya ibu Gea.
Gea masih diam. Entah kenapa mendengar suara ibunya, mata Gea jadi berkaca-kaca. Seolah segala kesedihan yang ia alami ingin ia tumpahkan sekarang juga. Ia ingin menceritakan semuanya ada ibunya.
"Halo, salah sambung ya?"
Kali ini tangis Gea pecah begitu saja.
"Loh, kok nangis?" tanya ibu yang keheranan.
Gea sama sekali belum mengatakan apapun. Ia hanya mengeluarkan tangisnya. Tapi sepertinya ibunya tahu kalau yang menelpon adalah Gea.
"Nduk! Astaghfirullah, kamu kenapa nak?"
"I-ibu ... " panggil Gea dengan nada yang terbata-bata.
"M-maafin Gea Bu ... " tambah Gea lagi.
"Maaf kenapa nak? Memangnya kamu punya salah sama ibu?"
Mendengar perkataan itu, malah membuat tangis Gea semakin pecah.
Ya Tuhan, apakah aku harus cerita sekarang juga?
"Nak, coba cerita ke ibu pelan-pelan. Apa yang kamu rasakan?" tanya ibu lagi karena Gea tak kunjung menjawab pertanyaan ibu.
"Gea sudah bercerai Bu," ucap Gea dengan lantangnya.
Untuk sesaat tak ada jawaban dari ibu. Mungkin ibu terkejut dengan apa yang telah ia ucapkan. Apalagi David baru kemarin mengunjungi rumah ibu.
"Kalau bicara jangan sembarangan Ge. Pamali! Ucapan itu adalah doa."
"Hiks ... hiks ... Gea nggak bicara sembarangan Bu. Gea memang sudah bercerai."
"Tapi, bagaimana bisa? Kemarin suamimu datang ke rumah loh. Dia tidak mengatakan hal seperti itu ke ibu. Ge, jangan buat ibu khawatir."
"Bu, Gea nggak tahu harus mulai cerita darimana. Intinya Gea dan mas David sudah bercerai dan anak Gea dibawa sama mas David, hiks ... hiks ... "
"Ibu jadi nggak tenang dengar ucapan kamu Ge. Sekarang kamu dimana? Ibu mau ketemu."
"Gea di Malang Bu, selama ini Gea tinggal di daerah itu. Tapi rumah yang dulu Gea sama Mas David tempati sudah mas David jual. Jadi Gea sekarang sewa kontrakan."
"Astaghfirullah."
Pikiran ibu jadi tidak karuan. Ia ingin segera menemui anaknya. Entah kenapa hatinya berkata, kalau masalahnya tidak semudah apa yang dikatakan anaknya.
"Tunggu ibu disana. Ibu akan menemui kamu. Setelah itu, kamu harus cerita semuanya ke ibu. Ibu nggak bisa tenang, kalau cuma denger kamu nangis terus cerita di telepon begini."
"Memangnya ibu ada uang?" tanya Gea.
"Masalah uang mah gampang. Ibu bisa gadai sawah yang di kampung sebelah."
"Ibu ... "
"Ibu mau siap-siap pokoknya."
Gea masih terus menangis. Bahkan setelah ia cerita kalau ia sudah bercerai pun. Ibunya tidak memarahinya melainkan ia ingin mengunjungi Gea dan melihat kondisinya. Gea jadi semakin bersedih hati.
Hingga sambungan telepon pun berhenti. Gea memeluk guling untuk menyembunyikan wajahnya yang sudah berair sejak tadi.
*
*
Selesai telponan dengan Gea, Ibu langsung memasukan beberapa baju ke dalam tasnya. Bapa yang baru saja pulang kerja jadi keheranan melihat tingkah Ibu yang aneh.
"Loh Bu? Mau kemana?" tanya Bapa Gea.
"Mau ke Malang, ketemu Gea, Pak."
"Diajak sama nak David kesana? Kenapa dadakan sekali? Kenapa nggak bilang-bilang dari kemarin?" tanya Bapa yang berasumsi sendiri.
"Bukan Pa. Ibu mau kesana sendiri. Tadi Gea telepon ibu. Katanya dia udah cerai dari David. Ibu shock lah dengarnya. Ibu nggak bisa tenang kalau belum ketemu Gea. Entah kenapa hati dan pikiran ibu rasanya nggak karu-karuan pa."
"Astaghfirullah, masa iya mereka sudah bercerai Bu? Nak David loh kemarin kata ibu mampir ke rumah."
"Ibu juga nggak tahu pa. Pokoknya ibu mau ke Malang, mau ketemu Gea," kekeh ibu yang ingin pergi menemui Gea.
"Ya sudah, ayo kita pergi kesana sama-sama. Bapa juga nggak bisa tenang, kalau ibu perginya dengan suasana hati begini. Mana nangis-nangis lagi."
Kedua orang tua Gea pun berbenah pakaian untuk dibawa ke Malang. Selesai itu, mereka berdua meminta bantuan ke warga yang punya mobil di kampung untuk diantarkan ke terminal.
Tak lupa, ibu juga menanyakan perihal perceraian Gea ke Gaza. Pastinya, laki-laki itu sudah tahu, hanya saja ia pasti diminta Gea untuk tidak memberitahukannya pada ibu. Ibu juga bercerita kalau ia sedang dalam perjalanan menuju ke Malang. Gaza pun ikut membantu ibu, dengan memerintahkan orang suruhannya untuk menjemput ibu dan bapa di terminal dan mengantarkannya sampai kontrakan Gea.
*
*
Sebuah mobil berhenti di depan kontrakan Gea. Awalnya, Gea merasa heran, tapi ketika melihat orang yang keluar dari dalam mobil ia menangis. Ibu dan bapaknya benar-benar menemui dirinya sampai rela meninggalkan kegiatan mereka di kampung.
Ibu langsung memeluk Gea yang berdiri di depan pintu sambil menangis. Ia mengusap pelan kepala anak perempuannya. Ia tidak langsung menanyakan masalahnya. Ingin membuat Gea jadi lebih tenang dulu.
Bapa pun jadi ikut memeluk Gea dan ibu. Masa-masa seperti ini yang Gea rindukan. Ia jadi merasa bersalah, karena sudah menyembunyikan masalahnya selama ini.
"M-maafin Gea Pa, Bu ... "
*
*
TBC