Kata orang, beda antara cinta dan benci itu sangat tipis. Kita bisa begitu mencintai dan sangat mudah berubah menjadi benci, begitu pula sebaliknya.
Begitupun kisah Cinta Arjuna, dimana benci mengalahkan logika. Namun, berubah menjadi cinta yang tidak terkira dan sangat pas rasanya disebut budak Cinta.
Zealia Cinta yang harus menderita dengan mengorbankan hidupnya menikah dengan Gavin Mahendra agar perusahaan yang dirintis oleh Omar Hasan (ayahnya) tetap stabil. Hidupnya semakin kacau saat dia menggugat cerai Gavin dan menjadi kandidat pengganti CEO di perusahaan tempatnya bekerja.
Arjuna Kamil, putra pemilik perusahaan menuduh Zea ada main dengan Papanya. Berusaha mendekati Zea untuk membuktikan dugaannya.
Siapa dan bagaimana rasa benci dan cinta mereka akhirnya berbalik arah? Simak terus kelanjutan kisah Zea, Arjuna dan Gavin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Zea Cemburu
Kekhawatiran Zea kalau Arjuna semakin bertingkah dengan gombalan dan rayuannya ternyata tidak terbukti. Arjuna tampak profesional mendampingi Zea apalagi beberapa kali memberi masukan untuk bahan laporan.
Tentu saja hal ini membuat Zea bingung, dari mana Arjuna mempelajari masalah pekerjaan Zea tapi tidak ingin persoalkan lebih jauh.
Arjuna dan Zea duduk di kursi yang tersedia di depan minimarket tidak jauh dari lokasi pembangunan yang sedang mereka kunjungi seperti hari kemarin.
"Udah beres 'kan?"
"Hm," jawab Zea sambil membaca kembali laporan manual yang dia buat.
"Jalan yuk!"
"Masih jam kerja."
"Halah, kaku amat. Tugas kamu di sini dan sudah dikerjakan, terus masalahnya apa?"
"Nggak ada masalah."
"Nah itu, jadi nggak ada masalah dong kita jalan."
"Jalan aja dengan Bu Mery," ejek Zea.
"Serius aku boleh dengan dia, kayaknya bakalan seru."
Brak.
Zea melempar berkasnya ke atas meja, "Kamu tuh berisik, aku sedang bekerja. Kamu mau pergi atau kemana, terserah aja."
Arjuna menatap Zea yang saat ini cemberut dan membereskan berkasnya. "Aku balik ke hotel, mau teruskan ini di sana. Kamu mau pergi sama Mery kemana juga terserah."
"Beneran? Nggak nyesel nih?"
"Nggaklah. Mau ke samudera Hindia juga terserah. Kalau perlu jangan balik lagi."
Zea berjalan menuju mobil dan memanggil supir.
"Zea, nanti kamu kangen nggak kalau aku nggak balik lagi," teriak Arjuna. Zea tidak menjawab bahkan saat ini sudah berada di dalam mobil. Sedangkan Arjuna masih duduk di kursi yang tersedia di depan minimarket.
Supir membunyikan klakson tapi Arjuna memberikan tanda agar mobil melaju.
"Bu, Pak Juna benar nggak mau ikut?"
"Nggak, Pak. Jalan aja, nggak usah tunggu orang yang tidak jelas."
Meskipun Zea mengatakan tidak peduli dan mengusir Arjuna, sepanjang perjalanan ke hotel dia malah memikirkan Arjuna. Berharap pria itu menyusulnya menggunakan ojek dan mencegat mobil atau bahkan sudah tiba di hotel sebelum Zea tiba, mirip adegan dalam sebuah drama.
Zea turun dari mobil di lobby utama. Memandang sekitar mencari keberadaan Arjuna tapi tidak ada.
"Ngapain juga aku cari orang itu. Terserah dia sajalah."
...***...
Malam harinya, Zea sedang berada di resto termasuk juga Leo dan Henry. Setelah makan malam, ketiganya membicarakan sejauh mana informasi atau hasil pekerjaan masing-masing. Hanya Henry dan Leo yang masih bertahan untuk pulang dua hari kemudian.
Sedangkan Zea, Arjuna dan Mery besok sore sudah bisa kembali ke Jakarta. Zea tidak melihat Mery termasuk Arjuna, bahkan Leo sampai menghubungi pria itu. Tidak lama kemudian, akhirnya Arjuna muncul bersama Mery.
Zea tidak ingin memandang ke arah Arjuna dan Mery yang menurutnya terlihat norak. Menduga keduanya sudah sepakat menjalin hubungan atau ada sesuatu diantara mereka, karena Mery terlihat terus menempel pada Arjuna.
“Jadi besok kita udah pulang nih? Sayang banget, padahal belum eksplor ke banyak tempat,” ujar Mery.
“Karena kalian disini judulnya kerja,” sahut Leo.
Leo sedang menjauh karena menerima panggilan telepon, sedangkan Henry fokus pada ponselnya. Mery terlihat membisikkan sesuatu pada Arjuna lalu keduanya terkekeh.
“Iya nggak sih,” ujar Mery pada Arjuna. “Kayaknya harus dicoba deh. Nanti ya, ke kamar aku,” gumam Mery tapi masih bisa didengar oleh yang lain termasuk Zea membuat pikiran wanita itu mendadak travelling.
“Lihat nanti, gue capek banget,” jawab Arjuna.
Entah apa yang keduanya rencanakan, yang jelas Zea sebenarnya penasaran tapi tidak mungkin dia bertanya apa yang direncanakan oleh Mery dan Arjuna. Leo kembali ke kursinya, “Sepertinya kita semua harus balik ke Jakarta, kondisi Pak Abraham semakin stabil dan beliau minta rapat internal disegerakan.”
Arjuna tampak serius mendengarkan apa yang disampaikan Leo. Saat Zea dan Henry sudah meninggalkan resto untuk kembali ke kamar, Mery mengajak Arjuna tapi ditolak dengan alasan ada tugas dari Leo.
“Dari mana sih?”
“Healing.”
“Sengaja manas-manasin Zea ya, kelihatan loh kalau dia cemburu,” tutur Leo.
“Iya, biarkan saja. Nanti dia mohon-mohon cinta Arjuna.”
Leo berdecak mendengar Arjuna yang terlalu percaya diri. Rasanya Zea bukan tipikal wanita yang berani mengungkapkan perasaannya apalagi dengan situasi dan kondisinya.
“Terserah kamu, aku mau ke kamar dan jangan datang untuk mengganggu. Kalau butuh teman temui Mery bukan aku, memang aku cowok apakah,” keluh Leo.
“Beneran nih gue ke kamar Mery?”
“Iya silahkan aja, paling Zea langsung benci setengah mati sama kamu. Hati-hati, kita tidak tahu Mery pernah dipake siapa aja,” seru Leo yang kemudian beranjak berdiri lalu meninggalkan Resto dan Arjuna.
Sampai di kamar Zea mengganti piyamanya dan bergumam kesal.
“Norak banget sumpah, aku pernah menyaksikan bocah pada pacaran tapi itu anak dua bener-bener norak.”
Berbaring di ranjang dengan pikiran menerawang, tidak lama kemudian Zea menggeser posisinya menjadi miring. Masih belum bisa memejamkan matanya, akhirnya Zea beranjak duduk. Dalam benaknya terus memikirkan apa yang dilakukan Mery dan Arjuna.
“Astaga, aku kenapa sih? Walaupun mereka ada apa-apa memang kenapa?”
Esok hari.
Karena susah tidur, Zea akhirnya terlambat bangun dan sarapan sendiri karena yang lain sudah berpencar membeli oleh-oleh atau sekedar menikmati suasana di Bali sebelum kembali ke Jakarta.
Zea yang mengambil nasi goreng dengan toping sosis dan telur dadar, menyuap makanannya sambil melamun.
Srek.
Terasa ada orang duduk di samping Zea.
“Boleh gabung?”
“Silahkah,” jawab Zea sambil menatap kedepan dengan tatapan kosong.
“Mbak kok melamun?”
“Aku nggak melamun.”
“Masa, itu jelas melamun.”
“Nggak, aku lagi makan,” jawab Zea.
“Makan yang bener atau mau aku makan.”
Zea terkesiap lalu menoleh, ternyata Arjuna yang duduk di sampingnya sedang asyik menikmati menu sarapan.
“Kamu?”
“Kenapa?”
Zea menggelengkan kepalanya lalu kembali menoleh. “Bukannya kamu dengan Mery ya,dia lagi cari kain Bali.”
“Nggak, orang aku baru bangun.”
“Masa?”
“Kalau bener aku sama Mery, gimana?”
“Ya nggak gimana-gimana.”
Perasaan Zea semakin kesal karena setelah sarapan Arjuna meninggalkan Zea, dengan tujuan menemani Mery mencari oleh-oleh. Zea merasakan ada rasa yang tidak bisa dengan hatinya mendengar Arjuna akan menemui Mery.
Alih-alih ikut mencari oleh-oleh atau sekedar cuci mata, Zea malah kembali ke kamar dan bergabung dengan yang lain ketika siap cek out dari hotel. Di pesawat Zea, Arjuna dan Mery dalam satu baris kursi. yang duduk di tengah antara Zea dan Mery. Perjalanan selama kurang lebih dua jam, terasa bagai seharian untuk Zea.
Dari pada menyaksikan Mery yang bersikap manja pada Arjuna, Zea memilih menggunakan airpods dan memejamkan matanya. Bahkan saat sudah tiba di Bandara Soekarno Hatta, Zea pamit lebih dulu dengan menyeret kopernya menaiki salah satu taksi.
Dalam hati Arjuna tertawa geli melihat sikap Zea kepadanya. Zea, ternyata kamu lemah juga ya. Diam-diam cemburu, batin Arjuna. Zea sedang dalam perjalanan ke apartemen saat ponselnya bergetar.
Nama Ibunya tertera di layar, membuat Zea malas untuk menjawab. Bahkan terdengar kembali panggilan masih dari kontak yang sama. Zea menghela nafasnya kemudian menggeser simbol hijau di layar.
“Halo.”
“Zea, benar-benar anak durhaka kamu. Ayahmu sekarang di rumah sakit dan ini semua karena ulah kamu,” teriak Ibu di ujung telepon.
“A-apa?”
kpn kira2 zea bisa bahagia thor...
angel wes..angel..
piye jun....
bersambung....