Pernikahan Tanpa Cinta,, bukankah itu terdengar menyedihkan,,???
Bagaimana bisa dua insan memutuskan untuk menikah tanpa memiliki perasaan apapun, bahkan mereka tidak saling mengenal sebelumnya.
Ya,, itu terjadi karena sebuah perjodohan yang di lakukan oleh kedua orang tua mereka.
Persahabatan mereka sejak di bangku SMA dan sampai akhirnya mereka terpisah karena menikah dan ikut dengan suami mereka masing masing, membuat mereka jarang bertemu.
pertemuan terakhir mereka terjadi 10 tahun yang lalu sebelum salah satu dari mereka memilih untuk tinggal di luar negeri karna suaminya di tugaskan disana. Sebelum perpisahan itu, mereka sudah berjanji akan menjodohkan anak mereka..
Keinarra Chan Hei dan Elvano Mahendra menikah atas dasar perjodohan.
Tapi siapa sangka, Keinarra atau yang biasa di nanggil berusaha menggambil hati Elvano atau Vano..
Meskipun awalnya dia tidak menyukai Vano, namun dia berfikir jika pernikahan bukanlah sebuah hubungan yang bisa di akhiri begitu saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna Wullandarrie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
"Mau kemana kamu.?!" Nada bicara Vnao terdengar mengintimidasi dan ketus. Begitu juga dengan tatapan matanya yang terlihat menatap tak suka melihat Keina berpenampilan rapi dan cantik seperti itu.
"Aku ada panggilan interview di salah satu perusahaan."
"Ngomong-ngomong, sarapanmu sudah aku siapkan. Aku duluan,," Keina pergi dari hadapan Vano. Dia tak terlalu menatap wajah laki-laki itu lantaran takut terperangkap dalam rencananya sendiri. Bukan salahnya kalau merasa takut terperangkap dalam rencana yang dia buat, karna memang penampilan Vano saat ini terlalu tampan. Bahkan lebih tampan dari pada saat mengenakan setelan jas.
Vano menatap kepergian Keina dengan dahi berkerut. Dia penasaran akan bekerja di perusahaan mana wanita yang sudah menghancurkan impiannya menikah dengan Sindy.
"Berani sekali dia melamar pekerja tanpa ijin dariku.!" Geramnya kesal.
Vano memang tak mau ikut campur dengan urusan pribadi Keina, tapi jika wanita itu lebih banyak menghabiskan waktu di luar, kesempatan untuk menyiksa Keina akan berkurang.
Sementara itu, Keina buru-buru menghabiskan sarapannya. Dia harus berangkat lebih awal dan bertemu dengan kedua sahabatnya di perusahaan milik Vano.
Keina beranjak dari meja makan, dia membawa gelas dan piring bekas miliknya untuk di cuci lebih dulu sebelum meninggalkan apartemen.
Begitu selesai dan hendak berbalik badan, dia di kejutkan dengan keberadaan Vano yang entah sejak kapan berdiri di belakangnya.
"Ya ampun.! Kamu membuatku kaget saja.!" Keina sampai terperanjat lantaran kaget karna hampir menabrak Vano.
"Makanan kamu di sana" Keina mengarahkan jari telunjuknya pada meja makan. Bermaksud memberi tau Vano jika sarapannya ada di sana. Tapi yang diberi tau tampak tidak peduli, justru menatap Keina tanpa kedip dengan tatapan tajam.
"Aku berangkat dulu,," Keina meraih tangan Vano tanpa permisi dan langsung mencium punggung tangannya. Dia tidak memperdulikan sikap ketus Vano padanya, karna yang terpenting adalah mendapatkan hati Vano dengan cara perlahan.
Saat ini mungkin Keina harus menahan amarah dan kebenciannya pada Vano demi membuat laki-laki itu jatuh cinta padanya. Tapi tidak setelah dia berhasil mencapai tujuannya.
"Memangnya siapa yang menginginkanmu pergi.!" Seru Vano tegas. Dia mencengkram kuat pergelangan tangan Keina, membuat wanita cantik itu meringis kesakitan.
"Kamu menyakitiku, Vano,," Lirih Keina. Dia menatap geram, namun tak bisa menunjukkan perlawanan.
"Memang itu tujuanku.!" Vano mengukir senyum penuh kepuasan.
Membuat dan melihat Keina kesakitan adalah tujuannya.
"Bukankah kamu sendiri yang akan rugi jika kedua orang tua kita melihat bekas memar di tubuhku.?"
"Mereka bisa mencurigaimu nanti." Tutur Keina. Dia berusaha untuk tenang walau sebenarnya menahan sakit di pergelangan tangannya.
"Bagaimana reaksi mereka jika mengetahui anak yang selama ini mereka banggakan telah melakukan kekerasan pada wanita. Dan wanita itu adalah istrinya sendiri."
"Kalau mau menyiksaku agar aku tidak betah hidup denganmu, gunakan cara lain saja tanpa harus meninggalkan jejak luka di tubuhku." Keina mengukir senyum manis. Dia mencoba menyingkirkan tangan Vano dan ternyata di luar dugaannya, Vano melepaskannya dengan mudah.
Vano menghentikan perbuatannya lantaran menyadari bahwa semua yang di katakan oleh Keina memang ada benarnya.
Jika dia terbukti menganiaya istrinya, pasti kedua orang tuanya tidak akan mewariskan seluruh harta padanya.
Keina tersenyum lebar penuh kemenangan. Rupanya tidak sulit membuat Vano mendengarkan perkataannya.
"Maaf, dasimu sedikit miring." Keina memposisikan diri di hadapan Vano dengan jarak beberapa senti saja. Kedua tangannya sengaja dia letakan di dada bidang Vano untuk beberapa detik, setelah itu baru bergerak naik untuk pura-pura membenarkan dasi Vano.
Ya, sebenarnya Keina berbohong soal dasi Vano yang miring. Itu hanya akal-akalan dia saja agar bisa menyentuh tubuh Vano.
Menyentuh dan memberikan usapan untuk membuat Vano mengingatnya setelah ini.
Jarak Keina yang sangat dekat, membuat Vano bisa melihat dengan jelas wajah cantik Keina. Bahkan aroma parfum Keina mampu menusuk indera penciumannya. Parfum yang begitu menyegarkan hingga memberikan kesan menenangkan. Karna segala perasaan buruk dan amarah Vano mereda seketika.
"Selesai. Ini baru rapi dan keren," Keina mengacungkan jempol sembari memuji Vano.
"Aku membuatkan makanan kesukaanmu setelah tadi malam menghubungi Mama mu dan menanyakan makanan kesukaan kamu." Tutur Keina panjang lebar.
"Kalau begitu aku berangkat dulu."
"Jangan lupa habiskan makanannya."
Keina melambaikan tangan pada Vano dan bergegas pergi dari sana. Padahal dia tau kalau Vano tidak mengijinkan untuk pergi, tapi semua itu tak membuat Keina tetap berada di apartemen.
Vano terdiam, harusnya dia meluapkan amarahnya pada Keina. Harusnya dia mencegah Keina melangkahkan kaki keluar dari apartemennya. Menahan wanita itu agar tetap berada di apartemen dan menyiksanya.
Tapi lihat apa yang terjadi.?? Jangankan meluapkan amarah ataupun mencegah Keina, Vano bahkan tak mengeluarkan satu kata pun untuk membuat Keina menghentikan langkah.
Dia justru hanya diam mematung, menatap kepergian Keina dengan raut wajah yang terlihat bingung.
Hingga Keina hilang dari pandangan, Vano baru beranjak ke meja makan. Dia menatap meja makan yang terdapat satu piring berisi makanan kesukaannya dan segelas teh hangat yang dibuatkan Keina khusus untuk dirinya.
-
𝘌𝘯𝘥𝘪𝘯𝘨 𝘯𝘺𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪 𝘯𝘢𝘯𝘵𝘪𝘬𝘢𝘯, 𝘯𝘢𝘮𝘶𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘦𝘭𝘢𝘯𝘫𝘶𝘵𝘢𝘯𝘯𝘯𝘯..