Aku menatap bayangan yang terpantul dalam cermin dan tersenyum sinis pada bayangan itu.
Aku lah si itik buruk rupa itu.
Lidya Wijaya. Gadis remaja bertubuh gendut yang sering di buli teman teman nya.
Suatu hari aku bertekad untuk langsing dan cantik, tapi dengan cara yang salah.
Sekedar saran selama membaca coba sambil denger musik lagu korea Davichi "sunset" atau "forgetting you". Biar lebih seru. Soal nya Author ngetik sambil dengerin lagu itu. :)
Harap bersabar, typo bertebaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeni pebriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21.
Seorang wanita cantik menoleh ke arah ku.
Aku pun menatap nya datar. Siapa dia.
Papa juga ikut menatap ku.
"Siapa dia mas?" tanya wanita itu ke papa.
"Eh anu" papa seperti enggan mengakui ku di hadapan wanita itu.
Aku telah sampai di lantai dasar, dan mendekati mereka.
"Pah, dia siapa, tumben bawa perempuan ke rumah ini?" akhir nya aku buka suara.
"Jaga sopan santun mu Lidya" jawab papa. Terlihat gelagat papa yang tidak mau mengakui aku.
"Harus kah papa berbohong lagi, pada wanita ini juga, kasihan sekali jika dia calon istri papa, apa dia akan bertahan jika tau papa sudah punya anak sebesar ini?!" pekik ku.
Papa hendak bangkit dan menampar ku seperti biasa tapi karena ada wanita itu ia mengurungkan niat nya.
Wanita itu terkejut bukan main.
Papa pun menarik ku menjauh dari ruang tamu.
"Apa yang kau lakukan? Apa kau mau menghancurkan rencana ku untuk menikah, kenapa kau muncul tiba tiba dan mengakui keberadaan mu!!!" Pekik papa.
Aku menatap heran ke arah nya.
"Mau menikah? Ahhaahaahaa" aku tertawa.
Papa menampar ku.
"Bagaimana pun juga aku anak mu!!! Kau harus menanggung akibat dari kesalahan mu di masa lalu" ucap ku sambil tersenyum sinis.
Aku sedang tidak ingin berdebat dengan nya, aku harus bisa operasi, titik.
Wanita itu ternyata menguping pembicaraan kami.
Iya menyaksikan betapa kasar nya papa pada ku dan ia juga mengetahui rahasia papa yang memiliki anak di luar nikah.
Wanita itu mundur teratur lalu berlari ke luar rumah. Papa pun mengejar nya.
Aku menunggu di rumah sambil rebahan di sofa menonton televisi.
Beberapa menit kemudian papa datang dan menghajar ku, ia memukul wajah ku.
Aku mengadu kesakitan, pipi ku merah, di jamin besok akan berubah menjadi warna biru.
"Dasar anak haram!!!" Teriak papa sambil tangan nya mengayunkan sebuah stik golf ke arah ku. Ia memukul ku berkali kali.
Tubuh ku sakit sekali. Aku meringis mengadu kesakitan hingga aku pingsan tak sadarkan diri.
Papa khilaf. Ia panik mengira aku sudah mati. Ia merasa jadi seorang pembunuh.
"Lidya, Lidya, bangun" teriak nya sambil menggoyang goyangkan badan besar ku.
Bi Minah datang dan teriak histeris saat melihat keadaan ku, Darah segar mengalir di kepala ku.
Papa melihat darah di tangan nya, tangan nya bergetar.
"Apa yang tuan lakukan" teriak bi Minah.
Papa menyuruh beberapa pekerja di rumah ku mengangkat tubuh besar ku, sekitar 5 orang. Membawa ku ke mobil dan meluncur ke rumah sakit.
Papa ikut mengantar.
Sesampai nya di rumah sakit aku di bawa langsung ke unit gawat darurat.
Setelah itu aku di rawat di ruang ICU karena koma.
Aku menatap diri ku sendiri di ruangan itu, apa aku sudah mati? Kenapa aku bisa keluar dari tubuh ku sendiri, sedari tadi aku menyaksikan sendiri bagaimana tubuh ku bisa ada di sana. Aku menatap papa yang bernafas lega karena aku masih hidup
3 hari kemudian.
Aku tersadar dari tidur panjang ku, aku sedang berada di mana sekarang. Aku menatap langit langit rumah sakit, sinar matahari sedikit masuk melalui celah jendela. Langit sangat cerah.
Aku sendirian. Untuk sesaat aku lupa apa yang telah terjadi. Tubuh ku masih berat untuk bangkit. Kepala ku di perban, wajah ku bengkak dan sakit sekali rasa nya. Tubuh ku seperti habis di gebukin orang sekampung, sakit banget.
Seorang perawat yang melihat ku siuman segera menelpon papa.