Alzena Jasmin Syakayla seorang ibu tunggal yang gagal membangun rumah tangganya dua tahun lalu, namun ia kembali memilih menikah dengan seorang pengusaha sekaligus politikus namun sayangnya ia hanya menjadi istri kedua sang pengusaha.
"Saya menikahi mu hanya demi istri saya, jadi jangan berharap kita bisa jadi layaknya suami istri beneran"
Bagas fernando Alkatiri, seorang pengusaha kaya raya sekaligus pejabat pemerintahan. Istrinya mengidap kanker stadium akhir yang waktu hidupnya sudah di vonis oleh dokter.
Vileni Barren Alkatiri, istri yang begitu mencintai suaminya hingga di waktu yang tersisa sedikit ia meminta sang suami agar menikahi Jasmin.
Namun itu hanya topeng, Vileni bukanlah seorang istri yang mencintai suaminya melainkan malaikat maut yang telah membunuh Bagas tanpa di sadari nya.
"Aku akan membalas semua perbuatan yang kamu lakukan terhadap ku dan orang tuaku...."
Bagaimana kelanjutan polemik konflik diantara mereka, yuk ikuti kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bundaAma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
-20
Brakkk brakkk brukkkk prangg
Suara benda benda di meja rias berjatuhan seiring Bagas mendudukkan tubuh kecil istri nya di atas.
Cupppp cappp clapppp
Tangannya tak tinggal diam membuka balutan kain yang di pakai Jasmin dengan lembut, semakin lama Bagas semakin menahan tengkuk Jasmin yang tidak memberontak sama sekali malah kedua tangan Jasmin kini bertengger ikut menahan kepala dan lehernya.
Ciuman yang awalnya manis kini semakin memanas, tangan bagas yang lain nya memegang dan memijat halus squishy milik Jasmin hingga sang pemilik tak bisa menahan desahannya.
Ahhhhhh
Suara lembut yang tertahan itu keluar, hingga Bagas yang mendengar nya semakin tidak bisa mengendalikan diri, ia dengan cepat membuka sabuknya tanpa melepaskan ciumannya pada sang istri.
"emmmwhhh...." Jasmin buru buru mendorong tubuh Bagas untuk sedikit menjauh darinya saat Bagas tengah berusaha membuka sabuk di celananya.
"Bapak mau ngapain?" tanya Jasmin bingung, antara harus menghentikan aktivitasnya atau tidak.
"Terus ngapain? Kamu kan pasti tahu!!" jawab Bagas lalu dengan cepat membuka celananya hingga meninggalkan CD yang dikenakan nya.
"Saya lagi haid!!!!!" ujar Jasmin tertunduk lesu dengan situasi yang ia hadapi saat ini.
Sedangkan Bagas ia hanya melongo tak percaya saat melihat CD yang di kenakan Jasmin sedikit tebal seperti di lapisi pembalut.
Harghhhhhh
Nafas nya terasa berat untuk di keluarkan, ia begitu frustasi seraya memijat jidat beserta pangkal hidung nya, kepalanya berdenyut hebat saat realita tidak sesuai ekspektasi.
"Terus gimana ini?" tanyanya frustasi seraya mengusap kasar wajah merah nya, antara marah dan juga kecewa menjadi satu.
"Yahhh---harus gimana? Saya juga gak tahu..." jawab Jasmin terbata bata karena ikut kebingungan, bukan hanya Bagas yang frustasi jauh dari lubuk hatinya pun Jasmin jauh lebih frustasi.
Tanpa mereka sadari seseorang di luar sana melihat semua kejadian ini dengan jelas, matanya memerah tangannya mengepal nafasnya tak karuan, tatapan nya begitu tajam seolah siap menerkam siapapun musuh di sana, dengan langkah tegas ia berbalik kembali menuju pintu ke luar.
"Loh bapaknya ada di dalem Bu,..." ujar Roni yang memang berjaga di luar bersama Rendi.
"Bapak masih tidur mungkin, nanti kalo udah bangun tolong kasih tahu bahwa tadi saya mampir..." jawabnya seraya tersenyum lalu berlalu berjalan kembali menuju mobil yang tadi menunggu nya.
"Baik Bu...." jawab Rendi dan Roni dengan patuh
Sampai di dalam mobil, Bu Leni memakai kan sabuk pengamannya dengan kasar, nafasnya ngos ngosan seolah tengah berlari maraton padahal kenyataannya ia tengah merasakan cemburu hingga ujung kepalanya. Rasanya ini pertama kalinya ia melihat Bagas tengah berciuman dengan wanita lain selain dirinya.
Apalagi tatapan Bagas yang begitu teduh saat menatap Jasmin yang tengah duduk di kursi, di tambah ia yang tampak begitu tak ingin mengakhiri ciuman mereka sebelum Jasmin sendiri yang mengakhiri nya.
"Sialannn! Ternyata kerudung yang dipakai nya hanya formalitas, sama saja jalang nya dengan wanita yang bertelanjang..." umpatnya sinis dengan penuh amarah.
"Yanto... Cari tahu tentang Jasmin dan temukan kelemahan nya, sekecil apapun itu...." titahnya pada pak Yanto yang tengah mengendarai mobil.
"Baik Bu, akan saya laksanakan...." jawab pak Yanto patuh, sedangkan Bu Darsih hanya diam dan sesekali menatap dan memperhatikan mimik wajah Bu Leni dari balik kaca yang menggantung di depan mobil.
Sedangkan Bagas, setelah sampai di kantornya ia merasa cukup frustasi setelah mengetahui jika Leni tadi datang ke rumah namun kembali lagi setelah masuk ke dalam rumah sebentar. Beban dalam hidupnya kian menumpuk, belum lagi masalah hasratnya yang masih belum tersalurkan di tambah pekerjaan nya yang menumpuk dengan rentetan berbagai macam rapat, di tambah lagi dengan kasus kasus kemarin yang kehilangan bukti.
Tittttt....tittttttt....
Ia mencoba menelepon sang istri pertama untuk memastikan keadaan nya, pikiran nya tidak bisa fokus sebelum mendengar suara sang istri, namun beberapa kalipun ia mencoba menelepon tetap tidak mendapat jawaban dari istrinya.
Seharian ini pikiran nya kacau balau dan tidak fokus pada berkas yang tengah di tinjaunya, bahkan saat rapat bersama anggota DPR pun ia sedikit ngeblank untung saja Andreas dari kejauhan selalu mengingatkan nya untuk fokus.
Sampai sore harinya ia buru buru pulang ke rumah nya saat tahu dari pak Yanto jika Leni istri nya susah pulang ke rumah mereka.
Sepanjang perjalanan ia terus merutuki dirinya yang saat ini terlihat bodoh, pikiran nya benar benar tidak bisa di kendalikan, ia merasa bersalah namun bukan karena mungkin Leni tahu perbuatan nya tadi bersama Jasmin bukan karena itu, melainkan ia merasa bersalah karena tidak merasa bersalah atas sikapnya tadi pada Jasmin.
Meskipun Bagas tahu Leni sering berbicara jika ia harus memperlakukan Jasmin sama dengan dirinya, namun ia selalu berkata itu tidak mungkin terjadi, akan tetapi mengapa saat bersama Jasmin ucapan nya pada Leni seperti seorang penipu, ia benar benar tidak bisa menepati ucapan nya pada Leni jika berhadapan langsung dengan Jasmin.
Sesampainya di rumah, ia buru buru masuk ke dalam rumah mencari sang istri dengan sedikit berlari. Hatinya terasa sakit saat melihat istrinya tengah ikut masak berkutat di dapur, rambut istrinya yang entah sejak kapan telah di potong hingga botak.
"Papah udah pulang?" tanya Bu Leni mengehentikan aktivitas nya saat matanya menangkap sang suami yang tengah berdiri mematung di dekat sofa, lalu iapun berjalan menghampiri sang suami dengan setengah berlari.
"Jangan lari Mah..." ujar Bagas ikut menghampiri sang istri, lalu memeluknya dengan erat tubuh yang semakin hari semakin kecil, namun tak ayal kecantikan nya tak kunjung pudar meski di hajar oleh penyakit nya habis habisan.
"Maaf..." kata yang pertama kali keluar dari mulut Bagas, pelukannya semakin erat seraya menenggelamkan wajahnya ke leher sang istri.
"Kenapa pah? Kok aneh?" tanya Bu Leni lebut mencoba santai meskipun hatinya terasa sakit bercampur marah.
"Tadi mamah ke rumah Jasmin?" tanya balik Bagas seraya mengajak sang istri untuk duduk di sofa.
"Iyah tadi mamah ke sana, maaf mamah gak ngomong dulu..." ujar Leni dengan wajah penuh penyesalan.
"Jangan ngomong gitu mah, hati papah malah tambah sakit kalo mamah ngomong gitu..." ujar Bagas dengan nafas ngos ngosan dan hatinya yang nyeletit.
"Gak masalah pah, lagian Jasmin juga istri papah, sudah selayaknya Jasmin mendapatkan nafkah batin juga dari papah.." jelasnya bijaksana.
"Ah udah ah jangan ngomongin itu terus..." ujar Bagas dengan suara yang mulai datar.
"Mamah potong rambut lagi?" tanya Bagas seraya membelai kepala sang istri.
"Iyah, papah gak suka? Maaf yah pah ini tuh karena saran dari dokter juga..." ujar Leni dengan mata yang mulai mengembun.
"Mah, jangan aneh aneh, lagian mamah tetep cantik kok di mata papah,..." ujar Bagas seraya memegang kedua telapak tangan sang istri untuk memberinya kekuatan.
"Apa ada yang bertambah sakit?" tanya Bagas lembut, tangannya sibuk membelai wajah sang istri yang tetap cantik tanpa kerutan.