NovelToon NovelToon
The Last Encore: Star Blood Universe

The Last Encore: Star Blood Universe

Status: sedang berlangsung
Genre:Vampir / Teen / Fantasi / Romansa Fantasi
Popularitas:204
Nilai: 5
Nama Author: Kde_Noirsz

"Di bawah lampu panggung, mereka adalah bintang. Di bawah cahaya bulan, mereka adalah pemburu."

Seoul, 2025. Industri K-Pop telah berubah menjadi lebih dari sekadar hiburan. Di balik gemerlap konser megah yang memenuhi stadion, sebuah dimensi kegelapan bernama The Void mulai merayap keluar, mengincar energi dari jutaan mimpi manusia.

Wonyoung (IVE), yang dikenal dunia sebagai Nation’s It-Girl, menyimpan beban berat di pundaknya. Sebagai pewaris klan Star Enchanter, setiap senyum dan gerakannya di atas panggung adalah segel sihir untuk melindungi penggemarnya. Namun, kekuatan cahayanya mulai tidak stabil sejak ancaman The Void menguat.

Di sisi lain, Sunghoon (ENHYPEN), sang Ice Prince yang dingin dan perfeksionis, bergerak dalam senyap sebagai Shadow Vanguard. Bersama timnya, ia membasmi monster dari balik bayangan panggung, memastikan tidak ada satu pun nyawa yang hilang saat musik berkumandang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kde_Noirsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 20 : Training Ground Zero

Dinginnya fajar di Paris menusuk hingga ke tulang, namun di sebuah gudang tua yang tersembunyi di distrik Saint-Denis, suasana justru terasa membara. Bau keringat, karet ban yang terbakar, dan logam yang saling beradu memenuhi ruangan luas tersebut. Tempat ini adalah Training Ground Zero, sebuah fasilitas latihan darurat yang dibangun oleh Han dan tim logistik klan Hunter untuk mempersiapkan IVE dan ENHYPEN menghadapi pertempuran di Museum Louvre.

"Lagi! Fokus pada tumpuan kakimu, Ni-ki! Kau bukan lagi vampir yang bisa melayang!" teriak Sunghoon.

Sunghoon berdiri di tengah ruangan, mengenakan kaus tanpa lengan yang sudah basah kuyup oleh keringat. Di depannya, Ni-ki baru saja terjatuh setelah mencoba melakukan tendangan putar yang terlalu tinggi. Tanpa gravitasi supernatural, keseimbangan tubuh Ni-ki goyah.

"Sakit, Hyung," keluh Ni-ki sambil memijat pergelangan kakinya. "Otot-ototku terasa seperti mau putus."

"Itu karena kau mencoba menggunakan memori otot vampirmu," sahut Jake yang sedang mengawasi monitor detak jantung mereka. "Kalian harus melupakan kecepatan cahaya. Sekarang, kalian harus mengandalkan momentum dan kekuatan fisik murni."

Di sudut lain ruangan, Wonyoung sedang berdiri di depan deretan papan kayu. Ia tidak lagi memegang busur cahaya, melainkan sebuah busur recurve modern berbahan karbon. Tangannya gemetar saat menarik tali busur itu. Otot lengannya yang ramping dipaksa bekerja sepuluh kali lebih keras dari biasanya.

Srett... Tak!

Anak panahnya melesat, namun hanya menyerempet pinggiran target.

"Jangan gunakan matamu untuk membidik, Wonyoung-ah," ucap Yujin yang berdiri di sampingnya. Yujin kini memegang sepasang baton listrik. "Gunakan instingmu. Rasakan aliran udara. Manusia tidak punya akurasi otomatis seperti vampir."

Wonyoung mengusap keringat di dahinya dengan punggung tangan. "Rasanya sangat melelahkan, Eonni. Dulu, aku hanya perlu menjentikkan jari untuk menghancurkan sepuluh monster. Sekarang, melepaskan satu anak panah saja membuat dadaku sesak."

"Itu karena kau sedang membangun kekuatan yang nyata," suara Han terdengar dari arah pintu masuk. Ia membawa beberapa botol minuman pemulih energi. "Kekuatan sihir bisa dicuri atau hilang, tapi kekuatan yang kau bangun dengan keringatmu sendiri akan tetap ada selama tubuhmu bernapas."

Latihan berlanjut dengan simulasi pertempuran jarak dekat. Jay dan Gaeul dipasangkan untuk melatih sinkronisasi tanpa sihir. Mereka harus melewati rintangan laser dan jebakan mekanis yang dirancang oleh Jake.

"Jay, jam tiga!" teriak Gaeul.

Jay berguling di lantai, menghindari sebuah batang besi yang berayun, lalu memberikan tangan tumpuan agar Gaeul bisa melompat lebih tinggi untuk menekan tombol penonaktif sensor. Gerakan mereka terlihat kaku dibandingkan saat mereka masih menjadi Hunter supernatural, namun ada sesuatu yang lebih emosional di sana setiap gerakan adalah bentuk kepercayaan total pada rekan setim.

"Bagus!" seru Jake. "Waktu kalian meningkat tiga detik dari percobaan sebelumnya."

Namun, di tengah latihan yang intens itu, Leeseo tiba-tiba jatuh pingsan. Wajahnya pucat pasi.

"Leeseo-ya!" Wonyoung menjatuhkan busurnya dan berlari ke arah adiknya.

Seluruh member berkumpul. Jake segera memeriksa denyut nadi Leeseo. "Dia hanya kelelahan ekstrem. Jantungnya masih beradaptasi dengan ritme manusia setelah kejadian di Seoul kemarin. Kita terlalu memaksanya."

Sunghoon mengepalkan tangannya. Ia melihat ke sekeliling ruangan melihat teman-temannya yang penuh memar, luka gores, dan napas yang terengah-engah. Rasa bersalah mulai menghantui hatinya.

"Mungkin kita tidak bisa melakukan ini," bisik Sunghoon pelan.

Wonyoung menoleh, menatap Sunghoon dengan tajam. "Apa katamu?"

"Lihat kita, Wonyoung! Kita manusia sekarang! Kita mencoba melawan The Conductor yang memiliki kekuatan sihir ribuan tahun dengan busur karbon dan baton listrik?" Sunghoon menunjuk ke arah Leeseo. "Dia hampir mati di Seoul, dan sekarang kita menyeretnya ke neraka yang lebih besar di Louvre. Kita hanya anak-anak idola yang berpura-pura menjadi pahlawan!"

Suasana gudang seketika hening. Hanya suara kipas angin tua yang berputar berderit.

Wonyoung berdiri, berjalan mendekati Sunghoon. "Kau pikir aku tidak takut? Setiap kali aku menarik busur ini, aku takut anak panahnya tidak akan menembus kulit monster itu. Setiap kali aku melihat Leeseo pucat, aku ingin menangis."

Wonyoung mencengkeram kerah jaket Sunghoon. "Tapi kau tahu apa yang lebih menakutkan? Membiarkan dunia ini hancur sementara kita punya kesempatan untuk menghentikannya. Kita bukan 'berpura-pura', Sunghoon-ssi. Kita adalah Hunter. Abadi atau fana, itu hanya status. Jiwa kita tetap sama."

Sunghoon menatap mata ungu Wonyoung yang kini memancarkan api tekad yang jauh lebih panas dari sihir apa pun. Ia menarik napas panjang, mencoba meredam gejolak emosinya.

"Maaf," ucap Sunghoon parau. "Aku hanya tidak ingin kehilangan kalian lagi. Terutama kau."

Wonyoung melepaskan cengkeramannya dan menyandarkan dahinya di bahu Sunghoon. "Kau tidak akan kehilangan siapa-siapa. Kita akan menang, karena kita bertarung untuk sesuatu yang nyata sekarang."

Sore harinya, Han memanggil mereka ke meja bundar di tengah gudang. Di atas meja, ia membentangkan peta arsitektur Museum Louvre, termasuk terowongan bawah tanah rahasia yang dibangun sejak zaman Napoleon.

"The Conductor akan memulai simfoninya saat acara Fashion Week mencapai puncak di bawah Piramida Kaca," jelas Han. "Dia akan menggunakan piramida itu sebagai lensa raksasa untuk memfokuskan cahaya bulan merah dan mengubahnya menjadi frekuensi suara yang mematikan."

"Bagaimana kita menghentikannya?" tanya Heeseung yang selama ini lebih banyak mengawasi keamanan perimeter.

"Ada tiga titik pemancar di bawah museum," Jake menunjukkan titik-titik hologram di peta. "Tim A yang terdiri dari Sunghoon, Wonyoung, dan Jay akan masuk melalui saluran pembuangan menuju pusat kendali. Tim B yang dipimpin Yujin, Jake, dan Gaeul akan berada di permukaan, melakukan sabotase pada sistem suara panggung utama."

"Member lainnya?" tanya Wonyoung.

"Mereka akan tetap berada di panggung sebagai idola," jawab Han. "Kalian harus tetap tampil. Penampilan kalian adalah pengalih perhatian terbesar. Dunia harus melihat IVE dan ENHYPEN tetap bersinar agar The Conductor tidak menyadari bahwa para Hunter sedang merangkak di bawah kakinya."

Malam terakhir di Training Ground Zero diisi dengan persiapan peralatan. Sunghoon sedang mengasah belati karbonnya ketika Wonyoung mendekat.

"Ambil ini," Wonyoung memberikan sebuah botol kecil berisi cairan bening.

"Apa ini? Darah?" tanya Sunghoon.

"Bukan. Itu air mata Han yang sudah didoakan di klan Bumi. Jika kau terluka, ini bisa sedikit meredakan rasa sakitnya," Wonyoung tersenyum tipis. "Sangat manusiawi, bukan?"

Sunghoon menerima botol itu dan menyimpannya di saku taktisnya. "Terima kasih. Wonyoung-ah... jika besok adalah penampilan terakhir kita..."

Wonyoung meletakkan jarinya di bibir Sunghoon. "Jangan katakan itu. Tidak ada penampilan terakhir. Hanya ada Encore yang lebih megah."

Mereka berdiri di kegelapan gudang, menatap langit Paris dari celah ventilasi. Bintang-bintang tampak sangat jauh, namun mereka merasa sangat dekat dengan bumi.

Bab 20 ditutup dengan kesiapan mental mereka yang baru. Mereka telah melewati masa transisi dari "makhluk yang bergantung pada kekuatan" menjadi "pejuang yang bergantung pada latihan dan kerja sama". Latihan di Training Ground Zero telah berakhir, dan besok, Museum Louvre akan menjadi panggung di mana darah, keringat, dan air mata mereka akan diuji melawan simfoni kegelapan.

"The training is over. The curtain is about to rise on the most dangerous stage in the world."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!