NovelToon NovelToon
Cinta Beda Alam : Ternyata Istriku Jin

Cinta Beda Alam : Ternyata Istriku Jin

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Cinta Beda Dunia / Cinta Terlarang / Mata Batin / Romansa / Reinkarnasi
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Dri Andri

Bagaimana jika wanita yang kau nikahi... ternyata bukan manusia?
Arsyan Jalendra, pemuda miskin berusia 25 tahun, tidak pernah menyangka bahwa pertemuannya dengan Wulan Sari—wanita cantik misterius yang menolongnya saat nyaris tenggelam di sungai—adalah awal dari takdir yang akan mengubah dua alam.
Wulan sempurna di mata Arsyan: cantik, lembut, berbakti. Tapi ada yang aneh:
Tubuhnya dingin seperti es bahkan di siang terik
Tidak punya bayangan saat terkena matahari
Matanya berubah jadi keemasan setiap malam
Aroma kenanga selalu mengikutinya
Saat Arsyan melamar dan menikahi Wulan, ia tidak tahu bahwa Wulan adalah putri dari Kerajaan Cahaya Rembulan—seorang jin putih yang turun ke dunia manusia karena jatuh cinta pada Arsyan yang pernah menyelamatkan seekor ular putih (wujud asli Wulan) bertahun lalu.
Cinta mereka indah... hingga rahasia terbongkar.
Ratu Kirana, ibunda Wulan, murka besar dan menurunkan "Kutukan 1000 Hari"—setiap hari Arsyan bersama Wulan, nyawanya terkuras hingga mati

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dri Andri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 19: Ratu Kirana Datang

Dua minggu setelah rekonsiliasi mereka, kehidupan Arsyan dan Wulan mulai terasa... tenang.

Tenang dalam artian mereka udah nggak ada rahasia lagi. Wulan cerita banyak hal tentang kerajaannya, tentang kehidupan sebagai jin, tentang bagaimana dia harus belajar keras buat bisa hidup kayak manusia. Arsyan dengerin semuanya—kadang takjub, kadang nggak percaya, tapi selalu... menerima.

Mereka bahkan mulai bercanda soal itu.

"Wulan, kalau kamu bisa berubah jadi ular... berarti kamu bisa masuk ke tempat sempit dong? Enak dong nggak perlu bayar parkir," goda Arsyan suatu pagi sambil sarapan.

Wulan ketawa—ketawa yang genuine, bikin matanya menyipit lucu. "Mas, aku nggak sembarangan berubah wujud. Itu... butuh energi besar."

"Oh jadi kayak... transformasi di anime gitu?"

"Kurang lebih." Wulan senyum. "Tapi aku jarang berubah. Aku lebih suka wujud ini. Wujud... yang bisa deket sama Mas."

Arsyan jantungnya meleleh. Dia pegang tangan Wulan—dingin seperti biasa—tapi sekarang dia udah nggak takut lagi.

"Aku juga suka wujud kamu yang sekarang. Cantik."

Wulan merona—pipinya sedikit memerah—dan Arsyan terkekeh. Ternyata jin juga bisa malu.

Tapi kebahagiaan itu nggak bertahan lama.

Malam Rabu, sekitar jam sepuluh. Arsyan baru aja pulang dari warung—capek tapi senang karena hari itu lumayan rame. Dia parkir gerobaknya di halaman samping, cuci tangan di kran depan, terus masuk rumah.

Begitu dia buka pintu—dia langsung ngerasa sesuatu yang salah.

Udara di dalam rumah... dingin. Dingin banget. Lebih dingin dari biasanya—padahal kipas angin nggak nyala, jendela tertutup.

"Wulan?" panggil Arsyan sambil nutup pintu pelan.

Nggak ada jawaban.

Arsyan jalan ke ruang tamu—dan dia liat Wulan.

Wulan berdiri kaku di tengah ruangan—wajah pucat pasi—mata membelalak—napas tertahan—kayak dia lagi liat hantu.

"Wulan—kamu kenapa?" Arsyan langsung jalan cepat mendekat.

Tapi sebelum dia sempet nyentuh Wulan—Wulan ngangkat tangan, minta Arsyan berhenti.

"Mas... jangan deket." Suaranya gemetar hebat.

"Kenapa? Ada apa—"

"Ibunda... datang."

Arsyan jantungnya langsung berhenti.

"Ibunda? Ratu... Kirana?"

Wulan ngangguk pelan—air matanya mulai menggenang.

Tiba-tiba, angin bertiup keras di dalam rumah—meskipun semua pintu dan jendela tertutup. Lampu berkedip-kedip. Suhu makin turun drastis—sampe Arsyan bisa liat napasnya sendiri jadi uap putih.

Dan muncul... cahaya.

Cahaya emas terang di tengah ruangan—menyilaukan—bikin Arsyan harus nutup mata sebentar.

Pas dia buka mata lagi—ada seseorang berdiri di sana.

Seorang wanita.

Wanita yang... luar biasa cantik tapi menakutkan.

Tinggi, langsing, kulit putih bersih sempurna, rambut hitam panjang terurai sampai ke pinggang, mata berwarna emas terang, pake gaun putih panjang yang... nggak menyentuh tanah. Dia kayak melayang sedikit—auranya begitu kuat sampai Arsyan ngerasa napasnya sesak.

Ratu Kirana.

Ibunda Wulan.

Wulan langsung berlutut—kepala tertunduk dalam—tubuh gemetar.

"Ibunda..." bisiknya lirih.

Ratu Kirana menatap Wulan dengan tatapan dingin—nggak ada kehangatan, nggak ada kasih sayang, cuma... kekecewaan.

"Wulan," katanya—suaranya berat, bergema, bikin dinding rumah kayak bergetar. "Kamu tahu kenapa aku datang?"

"Aku... aku tahu, Ibunda."

"Lalu kenapa kamu masih di sini? Kenapa kamu belum pulang?"

Wulan mengangkat kepala perlahan—air mata udah jatuh di pipi. "Karena... karena aku mencintai suamiku, Ibunda. Aku... aku nggak bisa ninggalin dia."

Ratu Kirana menatap Arsyan—tatapan tajam yang bikin Arsyan ngerasa kayak ditusuk ribuan jarum.

"Ini... manusia yang kamu pilih?"

"Iya, Ibunda. Ini Arsyan Jalendra. Suamiku."

Ratu Kirana jalan pelan mendekat ke Arsyan—langkahnya nggak bersuara—kayak benar-benar melayang.

Arsyan pengen mundur—tapi kakinya kayak tertanam di lantai. Dia nggak bisa gerak.

Ratu Kirana berhenti tepat di depan Arsyan—jarak cuma sejengkal—menatapnya dari atas sampai bawah dengan pandangan... meremehkan.

"Lemah," katanya dingin. "Miskin. Biasa. Tidak ada yang istimewa dari manusia ini."

Arsyan pengen protes—pengen bilang sesuatu—tapi mulutnya kayak dikunci.

"Ibunda, jangan—" Wulan berdiri cepat, tapi Ratu Kirana ngangkat tangan, bikin Wulan berhenti di tempat.

"Diam, Wulan. Aku belum selesai bicara."

Ratu Kirana kembali menatap Arsyan—matanya menyipit. "Apa yang membuatmu merasa... berhak memiliki putriku?"

Arsyan akhirnya bisa ngomong—suaranya serak tapi tegas. "Saya... saya mencintainya."

"Cinta?" Ratu Kirana tertawa—tawa yang dingin, sinis. "Cinta manusia rapuh. Cinta manusia tidak bertahan lama. Bagaimana kamu bisa bilang kamu mencintai seseorang yang bahkan bukan dari duniamu?"

"Karena saya nggak peduli dia dari dunia mana. Yang saya tau... saya cinta dia. Dan saya... saya siap apapun risikonya."

Ratu Kirana diam—menatap Arsyan lama—lalu dia kembali ke Wulan.

"Wulan, kamu harus pulang. Sekarang."

"Tidak, Ibunda."

"Ini bukan permintaan. Ini PERINTAH."

"Aku sudah menikah, Ibunda! Aku punya suami! Aku... aku nggak bisa pulang!"

Ratu Kirana wajahnya berubah—dari dingin jadi... marah. Marah yang mengerikan.

"Kamu MEMALUKAN kerajaan, Wulan! Kamu melanggar hukum tertinggi! Kamu turun ke dunia manusia tanpa izin! Kamu menikah dengan manusia! Kamu... kamu menghina darah kerajaan!"

"Ibunda, kumohon—"

"CUKUP!" teriak Ratu Kirana—suaranya menggelegar—bikin jendela retak.

Wulan langsung terdiam—tubuh gemetar hebat.

Ratu Kirana napasnya berat—mata menyala emas terang—tangannya mengepal.

"Kalau kamu tidak mau pulang..." katanya pelan tapi menakutkan. "Maka aku akan membuat kamu menyesal."

Arsyan jantungnya langsung dingin. "Apa... apa yang Anda mau lakukan?"

Ratu Kirana menatap Arsyan—senyum tipis yang kejam.

"Aku tidak akan sakiti putriku. Tapi aku akan sakiti... KAMU."

Sebelum Arsyan bisa bereaksi—Ratu Kirana mengangkat tangannya—cahaya emas menyala terang—

—dan Arsyan merasakan dadanya seperti ditusuk.

Sakit.

Sakit luar biasa.

Kayak ada sesuatu yang merobek dadanya dari dalam—mencabut napasnya—menyedot energinya.

Arsyan jatuh berlutut—tangan mencengkeram dada—mulut terbuka tapi nggak ada suara keluar.

"MAS!" Wulan langsung berlari—tapi Ratu Kirana menghalangi dengan tangan, bikin Wulan terpental ke belakang.

"Jangan campuri, Wulan. Ini konsekuensi pilihanmu."

Arsyan napasnya makin berat—penglihatannya kabur—telinganya berdengung keras.

Apa... apa yang terjadi?

Ratu Kirana berjongkok di depan Arsyan—menatapnya dengan tatapan dingin.

"Dengarkan baik-baik, manusia. Mulai sekarang... setiap hari kamu bersama putriku... nyawamu akan terkuras. Sedikit demi sedikit. Dalam seribu hari... kamu akan mati."

Arsyan mata membelalak—napas tertahan.

Seribu hari... mati...

"IBUNDA, JANGAN!" Wulan menjerit—suaranya pecah—air mata mengalir deras. "KUMOHON! JANGAN SAKITI DIA! AMBIL AKU! BUKAN DIA!"

Ratu Kirana menatap Wulan—tatapannya sedikit melembut—tapi tetap tegas.

"Ini satu-satunya cara membuatmu pulang, Wulan. Kalau kamu tetap di sini... suamimu akan mati. Kalau kamu pulang... dia akan hidup. Pilihan... ada di tanganmu."

Lalu Ratu Kirana berdiri—cahaya emas menyelimutinya—dan dia menghilang.

Lenyap begitu saja—ninggalin ruangan yang dingin dan hening.

Wulan langsung merangkak ke Arsyan—memeluknya erat—nangis keras.

"Mas... Mas... kumohon bertahan... kumohon..."

Arsyan batuk—batuk keras—dan darah keluar dari mulutnya.

Darah segar yang menetes ke lantai.

Wulan menjerit—tubuhnya gemetar hebat—peluk Arsyan lebih erat.

"Maafin aku, Mas... maafin aku... ini semua salahku... ini semua gara-gara aku..."

Arsyan dengan sisa tenaga—mengangkat tangannya—menyentuh pipi Wulan yang basah air mata.

"Nggak... nggak apa-apa..." bisiknya lemah. "Aku... aku nggak akan ninggalin kamu..."

"Tapi Mas bisa mati—"

"Nggak... aku janji... aku akan bertahan..."

Lalu Arsyan pingsan—jatuh lemas di pelukan Wulan.

Dan malam itu—di rumah kecil mereka yang sekarang terasa dingin dan seram—kutukan dimulai.

Kutukan yang akan menghitung mundur nyawa Arsyan.

Seribu hari.

Atau sekitar dua tahun sembilan bulan.

Itulah waktu yang tersisa... untuk cinta mereka.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!