NovelToon NovelToon
Langit Yang Kedua

Langit Yang Kedua

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Romansa pedesaan / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Janda / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Starry Light

Hagia terkejut bukan main karena dirinya tiba-tiba dilamar oleh seorang pria yang jauh lebih muda dari usianya. Sebagai seorang janda beranak satu yang baru di ceraikan oleh suaminya, Hagia tidak menyangka jika tetangganya sendiri, Biru, akan datang padanya dengan proposal pernikahan.

"Jika kamu menolakku hanya karena usiaku lebih muda darimu, aku tidak akan mundur." ucap Biru yakin. "Aku datang kesini karena aku ingin memperistri kamu, dan aku sadar dengan perbedaan usia kita." sambungnya.

Hagia menatap Biru dengan lembut, mencoba mempertimbangkan keputusan yang akan diambilnya. "Biru, pernikahan itu bukan tentang kamu dan aku." kata Hagia. "Tapi tentang keluarga juga, apa kamu yakin jika orang tuamu setuju jika kamu menikahi ku?" ucap Hagia lembut.

Di usianya yang sudah matang, seharusnya Hagia sudah hidup tenang menjadi seorang istri dan ibu. Namun statusnya sebagai seorang janda, membuatnya dihadapkan oleh lamaran pria muda yang dulu sering di asuhnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

Biru mengayunkan kakinya menuju ndalem, jika biasanya ia terasa ringan melangkahkan kaki menuju ndalem, kali ini langkah Biru terasa berat, seakan ada beban yang tak terlihat. Namun mau tak mau ia tetap memaksakan langkah nya yang terasa berat.

Sesampainya di pendopo langkahnya terhenti, tubuhnya mematung, menatap datar gadis yang tersenyum manis menyambut kedatangannya. Sungguh tidak ada yang kurang dalam diri Hilya, cantik, baik, insyaallah juga sholehah. Dengan latar belakang yang Hilya miliki, menjadikan nya wanita yang hampir sempurna.

Namun sekarang di mata Biru, Hilya hanya sosok wanita yang keras kepala dan tidak tahu malu. Segala poin plus yang ada dalam diri Hilya, sirna dalam waktu semalam. Jangan berharap Biru akan menghargai dan memandang Hilya seperti dulu, sebab Hilya sendiri yang menjatuhkan harga dirinya, bahkan tanpa sisa.

"Assalamualaikum, Gus." ucapnya dengan senyum lebar tanpa beban sama sekali, Hilya menghampiri Biru dan meraih tangan kanannya untuk salim.

Biru tidak menolak, ia membiarkan Hilya melakukan kewajibannya sebagai seorang istri, meskipun dalam hatinya hanya menerima separuh hati.

"Ayo masuk, umi sudah menyiapkan makanan kesukaan, Gus." katanya tanpa perduli dengan raut wajah Biru yang sama sekali tidak bersahabat.

Biru, ia mengekori Hilya tanpa berkata apa-apa. Tujuannya datang memang untuk bertemu umi Maryam, bukan yang lain, apalagi Hilya, meskipun sekarang sudah menjadi istrinya.

"Gus. Sini-sini, langsung makan saja, sudah siang." kata umi Maryam terlihat menyusun makanan diatas meja, dibantu salah seorang santriwati, dan Gus Hanan.

Tanpa disuruh dua kali, Biru langsung menarik salah satu kursi disebelahnya Gus Hanan, Hilya pun tanpa permisi juga duduk disebelah Biru. Lalu umi Maryam, duduk ditempat biasanya.

Gus Hanan memimpin doa sebelum makan siang itu dimulai, setelah itu Hilya dengan sigap mengambilkan nasi dan lauk untuk Biru, disertai dengan senyum manis meskipun Biru terlihat acuh. Setelah selesai makan, Biru langsung mengutarakan maksud kedatangannya pada umi Maryam.

"Bukankah seharusnya masih beberapa hari lagi pulangnya?" tanya umi Maryam.

Biru mengangguk, ia sama sekali tidak mengelak. "Saya pulang lebih cepat karena suatu hal, umi." katanya.

Umi Maryam terlihat sedih dengan keputusan Biru, namun ia tidak bisa memaksa Biru untuk tinggal lebih lama. Apalagi yang menjadi sebab alasan Biru pulang lebih cepat adalah putrinya sendiri.

Hilya terlihat sangat berat melepaskan Biru, apalagi kali ini Biru benar-benar pulang dan entah kapan akan datang lagi. Mengingat sekarang statusnya sudah menjadi istri Biru, tentu hatinya semakin tidak rela berpisah.

"Gus beneran mau pulang?" tanyanya ketika sampai pendopo. "Kita bahkan belum melakukan malam pengantin." cicitnya pelan.

Biru menatap tidak suka dengan kata-kata Hilya, rahangnya mengeras dan kedua tangannya terkepal kuat. "Aku bersedia menikahi mu dengan syarat pernikahan ini tidak diketahui siapapun! Dan jangan menuntut apapun dariku, sekalipun itu hak mu! Karena aku tidak memiliki kewajiban untuk memberikan nya padamu!" tegasnya.

Bagi Biru, pernikahannya dengan Hilya tidak berarti apapun, tidak ada hak dan kewajiban di dalamnya. Meskipun ia sangat tahu dan faham jika hal itu tidak benar, tapi ia tidak perduli.

"Assalamualaikum!" ucapnya langsung pergi begitu saja, padahal Hilya ingin salim.

"Walaikumsalam," ucap Hilya menatap kosong kepergian Biru. Tanpa Hilya sadari, ia sudah kehilangan sosok ramah dan perlakuan hangat Biru.

.....

Di sisi lain, Hagia sedang berada di tokonya, ia sedang menghitung baju seragam yang akan dipakai di acara pernikahan nya nanti. Kemarin umi Salma sudah menyerahkan urusan seragam keluarga padanya, dan kini Hagia sedang sibuk menyiapkan nya.

"Ran, yang tiga kardus ini tolong di sisihkan." kata Hagia pada karyawan tokonya, Rani.

"Banyak ya, Bu." kata Rani menggeser kardus-kardus itu ke sudut ruangan.

"Iya, padahal gamis untuk anak-anaknya belum datang." sahut Hagia. "Supplier sarung sama sajadah nanti datang, tolong Hamu handle ya. Aku ada janji sama pihak wo." ujarnya.

"Siap, Bu. Beres pokoknya." kata Rani yakin.

"Bundaaa! Bunda, mau bakso." teriak Hasya dari arah luar, gadis kecil itu memang selalu ikut kemanapun Hagia pergi.

"Bakso? Mang Kumis?" tanyanya.

"Iya, mbak Tami juga beli." katanya.

Hagia mengambil selembar uang berwarna merah dari dompetnya. "Hasya beli sama Mbak Rani, ya." kata Hagia memberikan uang itu pada Rani, sebab ia masih memeriksa pembukuannya.

"Ayo sayang," ajak Rani membawa Hasya kedepan, gadis kecil itu melompat-lompat senang, membuat Hagia menarik sudut bibirnya.

Ia bersyukur karena Hasya bukan anak yang rewel, Hasya juga sudah jarang menanyakan tentang ayahnya. Sedangkan Heru sendiri, tidak pernah ada inisiatif menanyakan kabar putrinya melalui Hagia sebagai ibunya. Tapi beruntung Biru selalu menanyakan kabar Hasya saat mereka tengah chatting, atau telepon.

Satu alasan yang membuat Hagia mantap melangkah ke jenjang pernikahan bersama Biru. Ia sangat berharap jika Hasya bisa mendapatkan sosok ayah dari Biru, sebab ada atau tidaknya Heru, Hasya tidak pernah merasakan kasih sayang dari seorang ayah.

.....

Abi Ismail dan umi Salma terkejut melihat kedatangan Biru yang lebih cepat dari jadwalnya. Biru memang tidak mengatakan apapun jika dirinya akan pulang, pria dua puluh enam tahun itu menyalami kedua orang tuanya yang sedang duduk di teras.

"Assalamualaikum, Abi, umi." ucapnya bergantian menyalami tangan Abi Ismail dan umi Salma.

"Walaikumsalam," sahut Abi Ismail dan umi Salma.

"Kok udah pulang, Gus?" tanya umi Salma.

"Urusan Biru di Darul Hikmah sudah selesai, pengganti Biru juga sudah datang. Jadi Biru memutuskan untuk pulang, Abi sama umi pasti kerepotan mengurus pernikahan Biru." katanya menjelaskan.

"Bener, hari ini aja ada meeting sama pihak wo. Tapi umi gak ikut, cuma Hagia aja." ujar Salma. Ternyata mempersiapkan pernikahan putra sulungnya begitu menguras waktu dan tenaga, beruntung Hagia bisa di andalkan.

"Yang bener? Meeting di mana?" tanya Biru antusias mendengar nama Hagia.

"Di kafe Kenangan," sahut umi Salma melihat arloji nya. "Harusnya sih udah selesai, karena kemarin janjian nya jam dua." jelasnya, membuat Biru lesu sebab sekarang sudah lewat jam empat sore.

"Biru masuk dulu deh, mau istirahat." pamitnya masuk dalam rumah.

Salma melihat Biru sampai benar-benar masuk dalam kamarnya, lalu membisikkan sesuatu pada suaminya. "Menurut Abi, kenapa Biru pulang lebih cepat?" ada rasa penasaran dalam hatinya. Salma tahu jika putranya bukan orang yang bertindak secara impulsif, pasti ada sesuatu yang besar atau penting dibalik setiap keputusan nya.

"Bukannya Biru bilang mau bantu urus pernikahannya? Memang apa lagi? jawab Abi Ismail, ia tidak mau menduga-duga. Menurutnya, Biru sudah cukup dewasa dan bisa mempertanggungjawabkan setiap keputusannya. Apapun yang melatar belakangi Biru pulang lebih cepat, ia yakin jika putranya sudah mempertimbangkan semuanya.

*

*

*

*

*

TBC

1
Vanni Sr
hrusnya yg tau biru nikah siri sm rubah betina , org tua ny dulu. biar mereka jd tameng untk bela hagia
Vanni Sr
tp jujur aja yg tidak d bnerakn sifat dn sikah si halya dn umi ny apa lg. dlingkungn pesantren gtu, pasti hlya.bkal ngelakuin hal nekat lgi dn umk ny mendukung. 1lg bu salma hrus tau gmn gila ny hilya
Vanni Sr
masa iya hagia d buat sakit 2x?? bkn kwjibn biru jg unk peduli sm hagia kalau tindkn ny buat wanita lain sakit hati.
Aryati Ningsih
semangat Thor ..lanjut terus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!