NovelToon NovelToon
Mr. Billionare Obsession

Mr. Billionare Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Cintapertama
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Yusi Fitria

Semua berawal dari rasa percayaku yang begitu besar terhadap temanku sendiri. Ia dengan teganya menjadikanku tumbal untuk naik jabatan, mendorongku keseorang pria yang merupakan bosnya. Yang jelas, saat bertemu pria itu, hidupku berubah drastis. Dia mengklaim diriku, hanya miliknya seorang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yusi Fitria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 6

Seperti rencana Addie dan Colt tadi, mereka berdua pergi bersama untuk menonton bioskop. Menyisakan aku sendiri yang termenung di depan gerbang kampus.

Tin! Tiin!

Bunyi klakson mobil mengagetku. Saat kaca jendelanya terbuka, muncul Elbarra di kursi kemudi.

"Cepat masuk!" Selalu seperti itu, memerintah seenaknya.

"Tidak usah. Aku naik taksi saja," ucapku lalu pergi meninggalkannya.

Bukan Elbarra namanya jika tidak berhenti. Ia terus mengikuti, bahkan mengklakson hingga membuatku kesal.

"Apa sebenarnya mau-mu?" cecarku.

"Aku bilang, MASUK!"

Aku menghirup oksigen dalam-dalam. Berhadapan dengan pria itu memang membutuhkan lebih banyak tenaga. Karena sudah merasa jengkel, aku menurut kemudian masuk kedalam mobilnya.

Elbarra tersenyum senang, "Kita pulang."

Aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Mataku terasa berat, aku terus memandangi pemandangan dari balik jendela. Sampai akhirnya aku merasakan penglihatanku buram, lalu berubah gelap.

...****************...

Aku mengerjapkan mataku, sesekali aku mengusapnya untuk menjernihkan penglihatanku. Disaat sudah sepenuhnya tersadar, aku langsung terduduk dan menatap sekelilingnya.

Kamar yang tidak asing, bernuansa hitam putih. Kamar yang pernah kumasuki sebelumnya. Detik itu juga aku memukul kepalaku, bagaimana bisa aku kembali kesini? Bersusah payah aku keluar, malah kembali terjebak di mansion ini.

Tiiitt!!

Bunyi pintu otomatis yang sedang dibuka. Elbarra muncul dari balik pintu itu sambil membawa nampan yang berisi makanan.

"Bagaimana tidurmu, Sayang? Apakah nyenyak?" Ia mengambil posisi duduk di sampingku, masih dengan mempertahankan senyumannya.

"Kenapa kau membawaku kemari?"

Elbarra tak menjawabnya, ia justru menyodorkan sepotong sandwich kearahku. "Makanlah lebih dulu. Kau butuh banyak tenaga untuk marah-marah."

Dia benar. Kebetulan aku memang selalu lapar setelah bangun tidur. Aku mengunyah sandwich tersebut, namun aku tidak bisa fokus karena Elbarra terus-menerus menatapku.

"Bahagia rasanya melihatmu kembali," Pria itu merapihkan rambutku yang masih terlihat berantakan.

"Kau tahu? Aku hampir gila saat bangun di pagi hari tapi tidak melihatmu. Duniaku seolah berhenti."

Aku mencari kebohongan dimatanya, namun tidak kutemukan. Tapi, apakah kata-katanya dapat dipercaya? Atau hanya bualan saja?

"Aku ingin anak darimu,"

"Uhukkk.. Uhukk..." Aku terbatuk hingga menepuk-nepuk dadaku.

Elbarra dengan sigap mengambil air minum dan memberikannya kepadaku. Kuteguk air itu hingga habis, barulah setelahnya aku merasa lebih plong.

"Apa perlu kupanggilkan Dokter?" tawaran Elbarra kubalas dengan tatapan tajam.

"Tidak usah berlebihan. Aku batuk juga karenamu yang asal bicara."

"Aku tidak asal bicara, Sayang. Aku memang menginginkan anak darimu."

Mataku membulat sempurna, "Kau gilaa?? Kenapa harus aku? Tidak, aku tidak mau."

"Kenapa kau membangkang sekali terhadap suamimu?" hardiknya.

Suami?? Sepertinya pria dihadapanku ini benar-benar sudah gila. Ia bahkan sudah mengaku sebagai suamiku sekarang.

"El, aku rasa kau sudah berlebihan. Kau menyukaiku, tidak masalah. Tapi, mengaku sebagai suamiku, itu bukanlah hal baik." Aku bertutur kata lembut, mungkin dengan begitu dia akan mengerti.

"Aku tidak berbohong, Sisi. Aku memang suamimu dan kau istriku. Jika kau tidak percaya, kau bisa lihat cincin di jarimu."

Refleks, aku memandang jariku. Dan benar saja, terdapat sebuah cincin bermatakan berlian melingkar di jari manis. Aku menganga tidak percaya. Bagaimana bisa? Aku tidak merasakannya saat Elbarra memasang cincin itu.

"Benar, kan? Aku tidak berbohong. Bagaimana? Apa kau menyukai cincinnya? Jika kau tidak suka, aku akan menggantinya dengan yang lain."

"Kapan.. Kapan kau memasang cincin ini dijariku?" Aku mengangkat tanganku untuk menunjukan cincin tersebut.

Elbarra tak menjawab, ia tersenyum lalu memamerkan cincin yang juga melingkar di jarinya.

Apakah aku dengannya benar-benar sudah menjadi pasangan suami istri? Tapi kapan? Dan dimana? Mengapa aku tidak mengingat semuanya?

Aku seperti orang linglung. Masih mencerna apa yang terjadi. Tiba-tiba aku teringat dengan apartementku, aku harus pulang.

"Aku ingin pulang, El."

"Pulang kemana, Sayang? Ini rumahmu mulai sekarang."

"El, kenapa kau tidak pernah mengerti? Aku tidak menyukaimu, dan tidak mau menikah denganmu!"

Kulihat rahangnya mengeras dengan sorot matanya berubah dingin.

"Baiklah jika kau masih keras kepala. Tinggallah di kamar ini. Jangan pernah berharap untuk bisa keluar. Jika kutahu bahwa kau kabur seperti waktu lalu, aku akan menyeret Addie kemari!"

Seketika tubuhku terasa lemas. Elbarra berlalu dari ruangan itu, tak lupa membanting pintu hingga menimbulkan suara yang keras.

Kemarin dia mengancamku lewat ibuku, sekarang ia menggunakan Addie untuk melumpuhkanku.

Pintu kembali terbuka, kukira Elbarra yang kembali ternyata Mia. Ia tersenyum kearahku sambil mendekat menghampiriku.

"Aku memberimu kesempatan, Nona. Tapi kau justru memilih kembali kesini."

Aku menggeleng, "Tidak, Mia. Aku tidak ingin disini. Aku mohon, bantu aku sekali lagi yaa.."

"Maafkan aku, Nona. Aku tidak bisa. Kemarin aku membantumu, karena kukira kau akan pergi jauh. Namun tak kusangka, kau justru kembali. Apalagi sekarang kau merupakan Nyonya di rumah ini," jelas Mia yang semakin membuatku hilang harapan.

"Mia, apa maksudmu? Aku bukan Nyonya, dan aku belum menikah."

Mia bergeming. Ia sibuk merapihkan pakaianku yang berantakan. Sorot matanya memandangku lurus, masih dengan senyuman lembutnya.

"Kau sudah menikah dengan Tuan."

Kata-kata yang keluar dari mulutnya sukses membuatku membeku. Aku telah menikah? Aku menggeleng tidak percaya.

"Kau sudah tertidur selama 2 hari. Dan kemarin Tuan memanggil Pendeta untuk menikahimu," tambah Mia.

Air mataku lolos begitu saja. Aku tidak menyangka bisa berakhir seperti ini. Usiaku masih 21 tahun, masih banyak yang ingin kukejar, termasuk bekerja.

"Selama kau menurut terhadapnya, maka Tuan tidak akan mempersulitmu, Nona."

Aku menggeleng tidak terima. Masih dalam kondisi belum sepenuhnya sadar, aku mencari ponselku yang entah dimana. Aku harus menghubungi ibuku, aku ingin kembali ke Indonesia, aku tidak ingin berada disini lagi.

"Dimana ponselku?" tanyaku saat tak kunjung kutemukan.

"Tuan mengambilnya, Nona."

Lututku terasa lemas, dengan sigap Mia menahanku lalu memapahku kembali ke kasur.

"Anda harus banyak beristirahat, Nona. Jangan terlalu banyak bergerak dan berpikir. Kesehatanmu itu yang utama. Jika terjadi sesuatu kepadamu, maka Tuan akan menyalahkanku."

"Apakah dia memang seperti itu? Dikit-dikit menyalahkan orang," bisikku geram.

Mia tertawa kecil, "Dia tidak seburuk itu. Jika kau ingin tahu tentang dirinya, maka coba dekati dia."

Mendekatinya? Yang benar saja. Justru aku ingin jauh-jauh darinya.

"Mia, aku ingin mandi," ucapku sambil menahan malu.

Bagaimana tidak, sudah 2 hari aku tertidur dan tidak mandi sama sekali. Uhh, betapa lengketnya tubuh ini.

"Tunggu sebentar, Nona. Aku akan menyiapkan air hangat di bath-up, agar kau bisa berendam dan menjernihkan pikiranmu."

Oh Mia, kau sungguh pengertian. Aku mengangguk dan Mia pun berlalu dari hadapanku.

Sepeninggal Mia, aku bangkit dan menelusuri setiap sudut ruangan. Kamar apartementku tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kamar ini. Aku hendak menyusul Mia di kamar mandi, ternyata terdapat Walk-in Closet sebelum memasuki kamar mandi.

Aku terkesima dengan barang-barang disana. Terdapat beberapa barang wanita, seperti pakaian, sepatu, jam tangan, tas dan aksesoris lainnya. Tak jauh dari sana, terdapat pakaian pria yang kuyakini bahwa Elbarra pemiliknya.

Dia sudah mempersiapkan ini sebelumnya? Kemarin saat pertama kali aku memasuki kamar ini, ruangan ini masih kosong. Secepat itu Elbarra mempersiapkan semuanya, untukku.

1
Ika Yeni
baguss kak ceritaa nyaa ,, semangat up yaa 😍
Yushi_Fitria: Terima kacih😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!