Maira salah masuk kamar hotel, setelah dia dijual paman dan bibinya pada pengusaha kaya untuk jadi istri simpanan. Akibatnya, dia malah tidur dengan seorang pria yang merupakan dosen di kampusnya. Jack, Jackson Romero yang ternyata sedang di jebak seorang wanita yang menyukainya.
Merasa ini bukan salahnya, Maira yang memang tidak mungkin kembali ke rumah paman dan bibinya, minta tanggung jawab pada Jackson.
Pernikahan itu terjadi, namun Maira harus tanda tangan kontrak dimana dia hanya bisa menjadi istri rahasia Jack selama satu tahun.
"Oke! tidak masalah? jadi bapak pura-pura saja tidak kenal aku saat kita bertemu ya! awas kalau menegurku lebih dulu!" ujar Maira menyipitkan matanya ke arah Jack.
"Siapa bapakmu? siapa juga yang tertarik untuk menegurmu? disini kamu numpang ya! panggil tuan. Di kampus, baru panggil seperti itu!" balas Jack menatap Maira tajam.
'Duh, galak bener. Tahan Maira, seenggaknya kamu gak perlu jadi istri simpanan bandot tua itu!' batin Maira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Lagi dan Lagi
Wajah Maira memerah, dia mau keluar. Tapi Jack memanggilnya.
"Maira, aku sudah selesai!" kata pria itu.
Maira berbalik perlahan. Dia mendekati Jack yang duduk di tempat tempat tidur. Sebenarnya matanya melirik ke arah sofa, alangkah baiknya sebenarnya kalau ganti perbannya disana saja. Pikir Maira begitu.
Maira baru mau bilang begitu, tapi dia lihat tangan yang di perban basah.
"Tuan, kenapa tangannya basah. Bukannya dokter bilang jangan kena air?" tanya Maira yang langsung duduk di samping Jackson, dan meraih tangan pria itu.
Wajah Maira terlihat sangat khawatir. Bagaimanapun, Jack terluka seperti itu karena dia yang mendorongnya.
"Tidak sengaja kena air, saat aku menyalakan keran" jawab Jack datar.
Dan setelah membuka perban, Maira mendesah kasar.
"Lukanya basah lagi" katanya sedih.
Maira sedikit mengernyitkan keningnya, ketika dia melihat perban yang basah sedikit menempel pada luka Jack itu.
'Ini pasti sakit, aku pernah merasakannya!' batin Maira yang sempat terluka saat dia remaja dulu.
"Tuan, ini akan sedikit sakit..." Maira menjeda ucapannya dan melihat sekeliling. Dia tidak tahu apa yang bisa dia gunakan untuk meredakan rasa sakit yang mungkin akan dirasakan oleh Jack.
Sayangnya saat Maira menoleh kesana kemari, dia sama sekali tidak bisa menemukan apa yang kira-kira bisa di genggam erat oleh Jack. Dipikirnya Jack itu seperti dia yang tak tahan sakit, bahkan saat Jack terluka, dia tidak menimbulkan suara.
Namun Maira yang sudah terlalu cemas, memutuskan untuk meraih tangan kiri Jack yang tidak terluka, dan meletakkan tangan pria itu di bahunya.
Jack memiringkan sedikit kepalanya, rasa penasaran mulai muncul perlahan di benaknya.
"Tuan, kalau sakit. Cengkeram saja bahu saya Itu akan sedikit meringankan rasa sakitmu nanti" kata Maira.
Jackson mengangkat alisnya. Dia merasa gadis di depannya itu begitu polos. Bagaimana mungkin dia akan mencengkeram bahu Maira yang bahkan lebih kecil dari tangannya itu. Dan kenapa dia harus merasa sakit hanya karena kain yang sedikit menempel di lukanya. Itu tidak akan berlangsung lebih dari tiga detik rasa sakitnya.
Tapi karena Maira terlihat sangat serius, entah kenapa Jack malah menganggukkan kepalanya canggung.
Maira menatap Jack dengan mata yang terlihat bergetar. Dia merasa sangat gugup. Dia takut sekali membuat Jack merasa sakit.
"Saya mulai ya tuan, aku hitung sampai tiga..."
"Maira, langsung saja" sela Jack yang malah jadi ikut gugup karena Maira tak kunjung menarik perban itu.
"Tiga"
"Egkh" Jack hampir membuka suara, tapi dia cepat menahannya.
Dia bahkan baru bicara, dia belum siap dong! eh Maira malah langsung hitung tiga, dan menarik perban itu. Wajah Jack tampak merah, rahangnya juga mengeras.
Salah siapa? salah siapa dia membuat Maira bertambah gugup, dengan menyela ucapan terakhirnya tadi. Ya, Maira yang tidak mau lama-lama lagi, main tarik saja lah perban itu.
Maira memejamkan matanya sekilas. Jack yang tidak siap, sungguh mencengkeram bahu Maira.
'Agkhh, sakit... sakit! dia benar-benar mencengkeram bahuku. Pasti dia juga merasa sangat kesakitan. Harus cepat di obati!' kata Maira dalam hatinya dengan cepat.
"Tuan, saya obati. Tahan ya, ini mungkin akan perih!" kata Maira lagi.
Jack menghela nafas panjang, dia benar-benar tak habis pikir, dengan apa yang dipikirkan oleh Maira.
Saat Jack mau menarik tangannya dari bahu Maira. Maira menahan tangan Jack itu lagi.
'Tadi saat perban dilepas dia kesakitan, sampai mencengkram bahuku. Pasti saat ditaburi obat, dia juga akan kesakitan' pikir Maira lagi.
"Tuan, jangan tarik dulu tangannya. Mungkin saat ditaburi obat akan lebih perih!" kata Maira yang meletakkan telapak tangan Jack kembali di bahunya.
Jack juga tidak mengerti. Kenapa lagi-lagi dia menurut saja pada Maira.
Saat membuka kotak yang dia kira obat tabur. Ternyata itu sejenis krim.
'Aduh, kenapa krim sih? kukuku panjang lagi, tidak bisa. Aku harus potong dulu! kalau melukai tuan, pasti akan bertambah sakit luka ini!' batin Maira.
Maira meletakkan kedua tangan Jack di pangkuan Jack.
"Tuan, sebentar ya. Kuku saya panjang, nanti tuan terluka. Saya potong dulu, sebentar saja!" kata Maira yang langsung berlari keluar dari kamar Jack.
Jack dengan kedua tangan di pangkuannya, tertegun sejenak. Dia ingat ketika dia juga terluka saat kuliah. Tamara ada di sana, dia yang membalut luka Jack, dan memberinya krim. Makanya Jack bisa jatuh hati pada Tamara remaja dulu.
Sayangnya, saat itu Tamara juga punya kuku yang panjang. Tapi wanita itu sama sekali tidak memotongnya. Hingga saat kukunya mengenai luka Jack, Jack juga hanya bisa menahannya.
Tapi, Maira. Gadis itu bahkan segera memotong kukunya. Entah kenapa, Jack terdiam cukup lama mengingat semua itu.
Sampai Maira kembali datang.
"Sudah" kata Maira yang memperlihatkan kukunya yang sudah di potong, "saya oleskan sekarang obatnya ya!" kata Maira.
Jack terus menatap Maira tanpa berkedip. Entahlah, mungkin dia sudah mulai terharu pada perhatian gadis yang sudah menjadi istri kontraknya itu.
"Sudah selesai, tuan jangan kena air lagi. Nanti perih lagi. Saya sudah siapkan sarapan. Obatnya juga ada di meja makan. Saya berangkat kuliah dulu ya!" kata Maira yang bicara panjang lebar sambil merapikan semua peralatan di atas nampan.
Dia bahkan sama sekali tidak menyadari, bahwa sejak tadi Jack memandangnya.
"Jangan bekerja di klub lagi! bisa?" tanya Jack yang langsung membuat Maira kembali terdiam, saat dia sudah mau berbalik dan keluar dari kamar Jack.
Maira menoleh ke arah Jack.
"Tuan, saya sudah kembali ke petugas pembersih ruangan. Saya tidak akan bekerja di bagian bar. Tidak akan ada orang kampus yang mengenali saya, dan melihat saya..."
"Apa 10 juta kurang, berapa yang kamu butuhkan!" tanya Jack pada Maira.
"Tuan, bukan begitu. 10 juta untukku sangat banyak. Tapi saya memang tidak bisa keluar dari tempat itu sekarang, saya..." Maira menjeda ucapannya.
Dia nyaris mengatakan dia punya hutang di klub itu. Tapi 100 juta, itu terlalu banyak. Maira pikir, Jack hanya suami kontrak yang bahkan sudah menjadikan dia pelayan di apartemennya dengan jadi yang sangat besar. Dia tidak ingin berhutang pada Jack. Lagipula dia dan Jack, hanya akan terikat selama satu tahun saja. Setelah itu, mereka akan menjadi asing lagi. Kenapa dia harus merepotkan Jack.
"Saya tidak ingin berhenti!" akhirnya Maira mengatakan itu.
Rahang Jack kembali mengeras. Rasanya memang tidak ada gunanya bicara dengan Maira, mungkin dia memang suka dunia klub seperti itu.
"Pergi!"
Maira menghela nafas. Kenapa selalu seperti ini, pikirnya. Baru sebentar hubungan mereka membaik, sekarang kembali seperti ini lagi.
Maira berbalik, dia tidak ingin menyela, membantah atau membela diri. Dia pergi, seperti yang diperintahkan Jack padanya.
***
Bersambung...
lanjut up lagi thor