Bara tak menyangka bahwa ią menghabiskan malam penuh gelora dengan Alina, yang ternyata adalah adik kandung dari musuhnya di zaman kuliah.
"Siaap yang menghamili mu?" Tanya Adrian, sang kakak dengan mulai mengetatkan rahangnya tanda ia marah.
"Aku tidak tahu, tapi orang itu teman kak Adrian."
"Dia bukan temanku, tapi musuhku." cetus Adrian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Danira16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hanya Ada Drama
Bara menggenggam tangan Alina dengan erat, setiap langkah mereka di koridor mewah itu seakan mengukir kebahagiaan palsu yang ingin dia pamerkan. Senyumnya lebar, matanya berkilau penuh kemenangan sementara Alina, yang merasakan kejanggalan, hanya bisa mengikuti irama langkah Bara tanpa banyak bicara.
Di sudut ruangan, Bram yang sedang berbincang dengan ibunya menangkap pemandangan itu. Ekspresi wajahnya berubah, ada sedikit kerutan di dahinya. Bara menyadari itu dan sengaja menarik Alina lebih dekat, berbisik manis di telinganya, membuat Alina tersenyum terpaksa.
Bram mengalihkan pandangannya, mencoba menyembunyikan rasa resah yang mulai menggerogoti hatinya. Sementara itu, Bara terus beraksi, memperlihatkan kebahagiaan yang dibuat-buat itu kepada semua yang hadir, terutama kepada Bram.
Dalam hatinya, Bara merasa puas bisa membuat Bram merasa tidak nyaman. Dia tahu betul bagaimana kondisi rumah tangga Bram yang kini sedang berantakan, dan Bara menggunakan itu sebagai senjata untuk menambah rasa sakit pada adik tirinya itu.
Alina, yang merasa menjadi boneka dalam permainan Bara, mulai merasa tidak nyaman dengan situasi itu. Namun, dia tahu posisinya, berada di samping Bara bukanlah pilihan tapi keharusan. Meski hatinya berontak, dia memilih untuk tersenyum penuh keterpaksaan.
Alina merasa risih ketika suaminya itu mengandeng tangannya, entah drama apa yang kini dimainkan oleh suaminya. Yang jelas Alina seakan sudah paham tabiat Bara.
Jika tidak ada orang lain atau keluarga Bara, sudah pasti Alina akan menyingkirkan tangan suaminya itu. Namun mengingat ia harus menjaga nama baik Bara di dalam keluarga inti nya, dengan penuh keterpaksaan akhirnya Alina hanya membiarkannya saja.
Sedari tadi tatapan Bram hanya tertuju pada Alina yang berjalan menuruni anak tangga dengan di gandeng oleh Bara. Tanpa sengaja Alina melihat ke arah Bram yang duduk disamping Naura.
Naura terlihat tak suka akan kehadiran Alina dirumah itu, terlihat dari cara Naura bernafas panjang. Dia tahu saat ini suaminnya hanya masih ada hati untuk Alina, sekuat tenaga Naura merayu bahkan bersikap sebaik apapun, tetap saja hanya Alina yang ada dalam hati Bram.
Sang ibu yang melihat putranya sedari tadi hanya menatap wanita lain ia mulai memutar bola matanya malas. Lalu ia yang duduk di samping Bram pun seketika mengkode puteranya.
Lisa menginjak pelan kaki Bram, otomatis pria itu mendesis dan menyoroti ibunya dengan kesal.
"Jaga pandanganmu, ingat Naura disampingmu." Bisik Lisa yang menambahi penderitaan puteranya dengan mencubit tangan kanannya yang berada dibawah meja makan.
Naura bisa jelas mendengar suara ibu mertuanya, ia seakan mendapatkan kekuatan dari ibu kandung suaminya yang berpihak padanya.
"Akhirnya kalian sampai sini juga, ayo duduk." Titah Robert saat Alina dan Bara telah ada diruangan itu.
"Iya ayah." Jawab Bara tanpa memandang pada ibu tirinya dan Bram.
Bara menarik kursi untuk Alina, ia pun langsung mendudukan dirinya di kursi tepat disamping Alina dekat dengan tempat robert duduk.
Sehingga kini posisi mereka yaitu Bara duduk berhadapan dengan Bram, Alina dengan Naura serta Robert dengan isterinya.
"Ayah Robert maaf jika kami baru bergabung, dan kalian menunggu kami lama." Ucap Alina yang terlihat tak enak hati.
Dimana dihari pertamanya setelah menikah ia malah bangun kesiangan dan tidak sama sekali menyiapkan sarapan seperti biasanya.
"Tidak apa Alina, ayah tahu kalian pasti kelelahan semalam karena padatnya acara pernikahan kalian." Jawab Robert.
"Tentu saja ayah kami lelah, kau tahu sendiri bukan apa yang dilakukan pasangan yang baru saja menikah."
"Ya ya ayah juga paham, kamu ini benar-benar nakal Bara." Cetus Robert tertawa.
Lisa hanya tersenyum tipis seolah ia pun ikut tertawa mengikuti suaminya yang terkekeh karena jawaban Bara.
"Kau benar sayang, pasti mereka juga kecapekan sehabis melalui malam pertama." Imbuh Lisa ikut mengomentari dan beramah tamah dengan menantunya.
Alina tersenyum kepada ibu tiri suaminya, tapi dalam hati Alina ia merasa bahwa ucapan Bara sedikit berlebihan. Padahal semalam mereka hanya tidur bersama tanpa melakukan yang disebutkan suaminya.
"Lalu tadi pagi kamu yang berteriak?" Tanya lagi Robert pada kedua insan yang baru kemaren mengikat janji suci.
"Itu......" Alina hendak mengatakan sesuatu namun ia agak ragu. Sangat malu jika ia bilang kalo ia yang berteriak pagi hari itu dan penyebabnya karena Bara yang tidur disampingnya dengan bertel*njang dada.
"Biasalah kita ini tadi pagi main ronde ke 3 setelah semalam kita main durasinya lamaaaaa sekali." Cicit Bara dengn tatapan sengaja melirik pada Bram.
Pria itu sengaja ingin melihat reaksi Bram, pria yang kini tersedak karena ucapan Bara yang memperlihatkan betapa bergeloranya cinta mereka di malam pertama keduanya.
Terlebih tangan Bara kemudian berada diatas meja dengan mengenggam lembut tangan istrinya, lalu ia mengecupnya lembut punggung tangan Alina.
"Kak minum dulu." Seru Naura cemas, lalu ia memberikan air putih kepada suaminya.
Bram mengambil gelas berisi air putih dari tangan Naura dan meneguknya, ia juga enggan mengucapkan terima kasih pada isterinya.
Sedangkan kini Alina tersenyum tipis pada ibu tiri suaminya yang menatapnya Lamat, wajahnya sudah memerah karena perkataan frontal suaminya.
Bram menatap Alina penuh kecemburuan padanya, hingga pria itu seakan tak mempercayai ucapan kakak tirinya itu.
Robert yang mendengar jawaban dari puteranya itu tertawa, ia bahkan tertawa nyaring dengan menepuk pundak puteranya.
"Dasar kamu, ingat jangan terlalu lama ada cucu ayah di dalam perut Alina."
"Ayah tenang saja, bayi kami akan aman." Jawab Bara yang tangannya sudah berada perut rata Alina.
Robert senang melihat kemesraan keduanya, ia berharap bahwa Bara nantinya setelah menjadi Ayah, ia akan bertanggung jawab penuh nantinya pada keluarga dan perusahaan yang nantinya akan menjadi milik Bara.
Mata Alina terbelalak dan tangannya pun gemas mencubit paha suaminya, Bara meringis menahan sakit karena ulah Alina, namun Bara malah kian akting saja, tangannya membelai rambut Alina yang panjang.
Semua bisa melihat perhatian Bara pada Alina, dan itu makin membuat Naura merasa iri, pasalnya perlakuan Bram padanya buruk. Tidak ada perhatian atau kelembutan yang Bara tunjukkan di depan semua orang.
Tidak tahu saja Naura bahwa Bara terpaksa berakting guna menyakiti hati Bram, ia sudah bertekad akan menyakiti perlahan Bram setelah tahu masa lalu adik tirinya itu dengan Alina saling terkait.
Dan Bara sangat luas melihat reaksi Bram yang terlihat menahan kemarahannya.
"Hentikan drama mu kak, ini bukan teater." Bisik Alina geram.
Lalu Bara mendekatkan bibirnya pada daun telinga istrinya.
"Diam saja, atau aku nanti akan menghukummu sayang."
Alina mencebik, ia terpaksa diam bayangan suaminya akan menghukumnya terkumpul dalam otaknya. Sudah pasti hukuman itu akan menyenangkan bagi pria itu, namun tidak dengannya
Dari pada ia nantinya akan menjadi korban dari Bara, lebih baik ia diam saja dan membiarkan suaminya seenak jidat berbuat semaunya.
"Sudah ayo kita makan." Potong Robert.
Lisa pun mengambilkan piring, lalu ia isi dengan semua yang ada dimeja dan diberikannya pada suaminya.
"Terima kasih." Ucap Robert.
Sedangkan Alina hanya melihat kedua pasangan tua itu, lalu Bara mencolek lengan nya ketika ia akan mengisi piring nya dengan nasi dan sayur serta lauknya.
Alina menoleh pada suaminya.
"Apa kak....?"
"Ambilin dong sweety." Tukas Bara manja.
Alina memutar bola matanya kesal. Mimpi ada ia harusenikah dengan Bara, kini di hadapan keluarga nya seolah pria itu bagai anak balita yang makan minta diambilkan.
"Tidak disuapi sekalian suamiku....??" Sindir Alina dengan nada rendah tak terdengar oleh yang lain.
"Boleh my sweety."
Dengen penuh keterpaksaan Alina akhirnya mengambilkan makanan dengan menu yang lengkap di dalam piring suaminya.
"Terima kasih sweety"
"Iya sama-sama suamiku...." Balas Alina yang kemudian ia larut dalam drama yang dimainkan suaminya.
Kemesraan keduanya lagi-lagi makin buat Bram geram, Robert makin menyukai itu.
"Bara cepatlah lulus, setelah itu kamu akan ayah jadikan direktur. Sesuai janji ayah padamu." Ucap Robert mengingatkan Bara.
Bara mengernyit berpura-pura lupa.
"Janji apa ya ayah?"
"Janji jika kamu menikah dan memiliki anak aku akan langsung menjadikanmu pemilik perusahaan ayah." Jawab Robert.
Bara menghentikan kegiatan makannya, "tentu saja aku ingat, karena semua ini hanya milikku....milikku." tekan Bara dengan menatap ibu tirinya nyalang.
Lisa hanya tersenyum kecut, dalam hatinya ia sangat dongkol dengan ucapan berupa sindiran Bara padanya. Seakan ia akan merebut semuanya dari anak tirinya itu.
Alina ikut menghentikan makannya karena ia merasa bahwa suasana dimeja makan terasa memanas. Hanya ada drama serta sindiran, jauh dari bayangan keluarga yang harmonis.
Tidak sepertinya keluarga nya dulu, saat kedua orang tuanya masih lengkap, suasana rumah begitu harmonis dan penuh cinta. Entah mengapa Alina jadi merindukan mendiang papa dan mama nya.
Bram melihat kesedihan di wajah mantan pacarnya itu, rasanya ia ingin merengkuhnya. Entah apa yang dipikirkan oleh Alina hingga Alina terlihat melamun.