NovelToon NovelToon
Tears Of Loss

Tears Of Loss

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Duda / Cintapertama
Popularitas:215
Nilai: 5
Nama Author: HM_14

Setelah Lita putus asa mencari keberadaan Tian, suaminya yang tidak pulang tanpa kabar, Lita tidak tahu harus kemana dan bagaimana agar bisa mencukupi kebutuhan hidup karena tidak bisa bekerja dalam kondisi hamil, tetapi juga tidak bisa melihat anak sulungnya kelaparan.

Di ujung keputusasaan, Lita bertemu Adrian, pria yang sangat ia takuti karena rasa sakit dan kekecewaan di masa lalu hingga membuatnya tidak mau bertemu lagi. Tetapi, Adrian justru bahagia bisa bertemu kembali dengan wanita yang bertahun-tahun ia cari karena masih sangat mencintainya.

Adrian berharap pertemuan ini bisa membuat ia dan Lita kembali menjalin hubungan yang dulu berakhir tanpa sebab, sehingga ia memutuskan untuk mendekati Lita.

Namun, apa yang Adrian pikirkan ternyata tidak seindah dengan apa yang terjadi ketika mengetahui Lita sudah bersuami dan sedang mencari keberadaan suaminya.

"Lita, jika aku harus menjadi suami ke-duamu, aku akan lakukan, asalkan aku bisa tetap bersamamu," ucap Adrian.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HM_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perceraian

"Pernikahan kita sudah selesai, tentu saja aku harus pergi sekarang," jawab Alicia dengan nada sombong.

Adrian tersenyum sinis seraya mengambil amplop yang Alicia berikan lalu masuk ke dalam rumah tanpa berkata apa-apa sebagai ucapan perpisahan mereka.

Alicia juga tidak mau membuang waktu untuk tersinggung pada sikap Adrian maka, ia pun berjalan menuju mobilnya sambil menyeret koper. Karena ia juga sama seperti Adrian, tidak ingin berkata apa-apa lagi, sebab Adrian telah menyetujui semua tuntutan yang ia pinta dalam perceraian melalui pengacaranya.

Adrian membuka lalu membanting pintu kamar utama untuk meluapkan emosinya yang tiba-tiba datang. Emosi yang ia kira tidak akan ada. Bahkan, selama perjalanan pulang tadi ia masih bisa bernyanyi mengikuti lagu yang diputar di dalam mobil karena tidak ada kemarahan sama sekali, meskipun kepulangannya untuk menemui Alicia. ia juga sudah menyiapkan kata-kata apa yang akan dikeluarkan saat melihat Alicia di rumah agar tidak ada permusuhan di antara mereka setelah berpisah. Namun, sikap sombongnya dan keputusannya untuk pergi tanpa meminta izin terlebih dahulu membuat ia marah.

Adrian melempar amplop yang diberikan Alicia ke atas tempat tidur, lalu melepas tas di punggungnya, yang juga ia lempar ke tempat yang sama. Di satu sisi, ia ingin marah karena perceraian ini, tapi tidak tahu kepada siapa harus melampiaskan kemarahannya. Di sisi lain, ia senang karena benar-benar ingin perceraian terjadi di rumah tangga yang penuh dengan keegoisan dan kebohongan ini.

Adrian duduk lesu di tepi tempat tidur. Kepalanya tertunduk, menatap lantai, dan kedua sikunya bertumpu pada lutut.

"Mengapa lagi-lagi aku harus merasakan sakit hati karena dikhianati? Berapa kali aku harus merasakan sakit hati karena pengkhianatan?" ucap Adrian putus asa.

Dulu Adrian berpikir bahwa nasib buruk dalam setiap hubungan asmara hanya terjadi selama masa pacaran saja. Namun, kenyataannya, dalam pernikahan yang baru berusia tiga tahun pun, ia harus mengalami nasib buruk itu, dan sekali lagi, orang ketiga menjadi penyebabnya.

Adrian berpikir bahwa dengan menikah, ia akan merasa dicintai dan diperhatikan dengan tulus oleh pasangannya, meskipun pernikahan itu diatur oleh keluarga masing-masing, tapi sayangnya kenyataan tak seindah khayalan.

Adrian selalu bermimpi menjadi ayah dari anak-anak yang lucu dan suami idaman bagi istrinya. Namun sayangnya, kenyataan menghancurkan mimpi itu.

Tidak peduli seberapa baiknya Adrian bersikap sebagai pasangan, ia selalu dikhianati lalu ditinggalkan. Tidak peduli juga seberapa sempurna ia memperlakukan pasangannya, tetap saja akhirnya ia diduakan, seberapa lama pun hubungan itu terjalin.

sering kali untuk mempertahankan hubungan, Adrian rela terlihat bodoh dengan berpura-pura tidak tahu tentang perselingkuhan dan kebohongan yang sedang terjadi dalam hubungannya, meskipun orang ketiga yang terlibat adalah teman dekatnya sendiri.

"Oh, Tuhan, ini hukuman apa, sehingga aku harus terus-menerus mengalami rasa sakit dikhianati dan disakiti? Kapan hukuman ini akan berakhir?" Adrian mengeluh dengan putus asa.

Adrian menghela napas dalam-dalam, berusaha bersabar menghadapi perceraian yang sedang ia alami.

Tiba-tiba Adrian tersenyum sinis, menyadari sikap dan perasaannya beberapa menit yang lalu. "Apa gunanya kesedihan dan kemarahan ini?" Ia mendengus menertawakan dirinya sendiri. "Aku tidak seharusnya diam seperti ini, apalagi marah, karena aku juga ingin perceraian ini terjadi."

Tidak ingin terlalu memikirkan perceraian, ia lalu berdiri dan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Namun, baru satu langkah kakinya bergerak, dering dan getaran ponsel di saku celana menghentikan langkahnya.

"Siapa yang menelepon?" gumam Adrian penasaran sambil memasukkan tangan ke saku untuk melihat nama penelepon.

"Dokter Erlan?" gumam Adrian lagi lalu mengusap ikon berwarna hijau di layar ponselnya.

"Halo, Adrian," Erlan menyapa lebih dulu.

"Ya, Dokter Erlan? Ada kabar tentang pengendara motor itu?"

Di ujung telepon, Erlan tersenyum mendengar pertanyaan Adrian yang langsung ke intinya, meskipun ia menelepon untuk membahas hal itu, tapi Adrian sudah lebih dulu menanyakannya.

"Bukankah tadi pagi kamu bilang akan datang ke sini untuk melihat kondisi pengendara motor itu dan mengetahui perkembangannya?"

Sekarang giliran Adrian yang tersenyum mendengar janji yang ia lupakan, karena hari ini terlalu fokus memikirkan kata-kata yang akan diucapkan saat bertemu Alicia di rumah, tapi kata-kata itu justru tidak pernah terucap.

"Maaf, aku lupa. Aku akan ke sana malam ini. Sekarang aku ingin mandi dan istirahat sebentar karena baru saja sampai di rumah."

Kening Erlan mengernyit heran mendengar bahwa seorang dokter spesialis urologi seperti Adrian, yang jadwal praktiknya begitu padat sampai sering bekerja hingga larut malam, kini berada di rumah pada sore hari.

"Rumah? Apa kamu sakit?" tebak Erlan penasaran.

"Tidak." Adrian menggelengkan kepala.

"Tidak biasanya kamu pulang sebelum matahari terbenam."

"Aku pulang lebih awal untuk menyelesaikan urusanku dengan Alicia, tapi saat aku tiba, dia sudah pergi."

"Kamu tidak mencoba menghentikannya?" tanya Erlan penasaran.

"Tidak. Mengapa aku harus mencoba menghentikan seseorang yang ingin pergi? Itu hanya buang-buang waktuku."

"Benar," timpal Erlan. "Semoga itu adalah jalan terbaik untuk kalian berdua," lanjutnya menghibur.

Adrian tersenyum sinis mendengar kata-kata Erlan yang jelas-jelas dimaksudkan untuk mendukung keputusannya. Adrian tersenyum sinis karena yakin bahwa keputusan untuk bercerai ini mungkin hanya terbaik bagi Alicia, karena bisa bebas bersama kekasihnya tanpa takut pada siapa pun. Sedangkan ia, pasti akan merasa kesepian, entah sampai kapan.

"Baiklah, aku akan menunggumu di sini sampai pukul sembilan," kata Erlan, mengganti topik pembicaraan karena tidak ingin terlalu terlibat dalam masalah pribadi Adrian.

"Aku akan berusaha datang sebelum pukul delapan."

"Aku akan menunggumu!"

"Baiklah."

"Ok!" ucap Erlan lalu mengakhiri panggilan.

Adrian meletakkan ponselnya di nakas dan melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi.

*****

Setelah Dava tidur tiga puluh menit lalu, Lita bergegas mengenakan hoodie-nya lalu keluar rumah dengan diam-diam dan menutup pintu perlahan agar tidak menimbulkan suara.

Lita terpaksa pergi ke pos jaga tempat Tian biasanya bertugas sebagai security perumahan. Meskipun dia takut bertemu dengan keluarga yang ia benci jika pergi ke sana, tapi ia harus tetap pergi ke sana dengan harapan bertemu Tian.

Lita berjalan kaki untuk menghemat uang, meskipun jaraknya cukup jauh dan melelahkan. Beruntung, seorang tetangga sedang melintas dengan motor menuju arah yang sama, jadi ia bisa mendapat tumpangan sampai ke tujuan.

"Anne, terima kasih atas tumpangannya," ucap Lita setelah turun dari motor.

"Sama-sama," jawab Anne dengan ramah sebelum berpamitan, "Aku pergi dulu."

"Oke." Keduanya lalu berjalan menuju arah masing-masing.

Begitu tiba di pos keamanan tempat Tian biasa berjaga, Lita langsung menghampiri Edo—rekan kerja Tian.

"Mas Edo, apakah Tian ada di sini?" tanya Lita cepat, meskipun Edo sudah membuka mulutnya untuk menyapanya.

Edo langsung mengernyit kaget mendengar pertanyaan dari istri sahabatnya, karena ia mengira Tian tidak bekerja untuk menemani istrinya yang sedang hamil, tapi justru istrinya yang datang ke sini untuk menanyakan keberadaan suaminya.

"Bukankah Tian di rumah?" tanya Edo, kaget.

"Tidak. Tian sudah dua minggu tidak pulang dan tidak ada kabar."

1
AcidFace
Tidak sabar lanjut baca
Hoa xương rồng
Serius, ceritanya bikin aku baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!