Sepuluh bulan lalu, Anna dijebak suaminya sendiri demi ambisi untuk perempuan lain. Tanpa sadar, ia dilemparkan ke kamar seorang pria asing, Kapten Dirga Lakshmana, komandan muda yang terkenal dingin dan mematikan. Aroma memabukkan yang disebarkan Dimas menggiring takdir gelap, malam itu, Anna yang tak sadarkan diri digagahi oleh pria yang bahkan tak pernah mengetahui siapa dirinya.
Pagi harinya, Dirga pergi tanpa jejak.
Sepuluh bulan kemudian, Anna melahirkan dan kehilangan segalanya.
Dimas dan selingkuhannya membuang dua bayi kembar yang baru lahir itu ke sebuah panti, lalu membohongi Anna bahwa bayinya meninggal. Hancur dan sendirian, Anna berusaha bangkit tanpa tahu bahwa anak-anaknya masih hidup. Dimas menceraikan Anna, lalu menikahi selingkuhan. Anna yang merasa dikhianati pergi meninggalkan Dimas, namun takdir mempertemukannya dengan Kapten Dirga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Cepat kembali
Pagi itu suasana rumah dinas terasa berbeda. Anna bangun lebih pagi dari biasanya. Mungkin karena semalaman ia sulit tidur bukan karena bayi-bayi rewel, tapi karena satu kalimat yang terus berputar di kepalanya,
'Mulai malam ini … kita keluarga.'
Saat ia keluar dari kamar bayi, ia melihat kapten Dirga sudah rapi dengan seragam dinas lengkap. Wajahnya serius, berkarisma dan ada sesuatu yang Anna rasakan, kecemasan yang ditutupi.
“Kapten bangun pagi?” tanya Anna, tersenyum kecil.
Dirga menoleh, senyum tipisnya muncul, meski matanya menyimpan sesuatu.
“Kamu juga.”
Anna menunduk gugup. “Aku mau siapkan sarapan dulu.”
Saat Anna melangkah ke dapur, Dirga memanggilnya lembut.
“Anna…”
Anna berhenti. “Iya?”
Dirga menarik napas panjang, tampak sedang memilih kata-kata yang tepat.
“Aku dapat tugas dadakan dari pusat. Tugas besar … yang nggak bisa aku hindari lagi.”
Anna mematung sejenak. “Tugas? Maksudnya … Kapten harus pergi?”
Dirga mendekat dua langkah, berdiri tepat di depannya.
“Harus dan kali ini … bukan cuma sehari atau dua hari.”
Dirga menahan rahangnya, jelas ia sendiri keberatan.
“Bisa jadi beberapa bulan.”
Jantung Anna langsung turun.
“Beberapa … bulan?”
“Ya.” Dirga mengangguk pelan. “Mulai hari ini.”
Anna terpaku, baru semalam ia menerima lamaran Dirga. Baru semalam ia merasa aman. Baru semalam ia menemukan keluarga yang utuh. Dan kini Dirga harus pergi.
“Kapten…” suaranya melemah.
Dirga melihat ketakutan itu dan langsung memegang bahu Anna dengan kedua tangannya, hangat dan mantap.
“Aku nggak mau pergi, Anna. Kalau bisa aku tolak, aku akan tolak. Tapi ini perintah langsung. Aku nggak punya pilihan.”
Anna menatapnya, bingung antara menerima atau menolak kenyataan. “Terus … aku bagaimana? Anak-anak bagaimana?”
Senyum Dirga muncul, lembut namun penuh penegasan seorang pria yang sudah memilih masa depannya.
“Kalian tetap tinggal di rumah ini. Kalian aman. Ada penjaga 24 jam.”
Dirga menepuk pipi Anna perlahan. “Dan aku akan kembali. Untuk menikahi kamu.”
Anna menahan air mata. “Tapi … aku takut.”
Dirga menariknya ke dalam pelukan tanpa ragu, memeluk erat seakan ingin menanamkan kekuatan.
“Aku juga takut,” bisik Dirga.
“Tapi aku harus jalani tugas ini supaya aku bisa pulang dengan tenang dan bangun masa depan sama kamu dan anak-anak.”
Pelukan itu hangat, panjang, hingga suara tangisan bayi memecahkan momen.
Anna mengusap pipinya cepat-cepat. “Aku … aku ambil bayi dulu.”
Saat Anna masuk ke kamar bayi, Dirga berdiri di lorong, menatap sosok perempuan itu dengan tatapan berat. Ia tahu ia harus pergi hari ini juga. Dan ia tidak tahu akan kembali kapan.
Ruang makan.
Anna meletakkan piring sarapan di meja. Tangannya bergetar sedikit, namun ia mencoba tersenyum. Dirga duduk dan memperhatikan Anna lama sekali dengan tatapan yang seolah ingin menghafalkan setiap detail wajahnya.
“Anna.”
“Hm?”
“Waktu aku pergi nanti…” Dirga berhenti sejenak.
“Jaga dirimu. Jaga anak-anak kita. Dan jangan takut, karena aku selalu perhatiin kalian, meski dari jauh.”
Anna menunduk. “Kapten juga hati-hati.”
Dirga berdiri, mengambil topi dinasnya, lalu mendekat pada Anna dan menangkup pipinya dengan kedua tangan.
“Aku pergi untuk kembali,” ujarnya mantap.
“Pulang … untuk menikah dengan kamu.”
Anna menahan napas. Wajah Dirga sedekat itu membuat dunia seakan berhenti sesaat.
“Anna…” Suara Dirga menurun, lembut dan hampir bergetar.
“Terima kasih sudah mau jadi calon istriku.”
Anna tak sanggup bicara. Ia hanya mengangguk, perlahan. Dirga akhirnya melangkah pergi, membuka pintu rumah dinas. Penjaga sudah menunggu di luar.
Sebelum masuk mobil dinas, Dirga kembali menoleh. Matanya tertuju pada Anna yang berdiri di balik pintu nampak kecil, rapuh, tapi penuh keberanian.
“Kunci pintu dan tunggu aku pulang.”
Anna mengangguk, pintu menutup. Dan untuk pertama kalinya rumah itu terasa sangat sunyi.
Rumah dinas itu biasanya terasa hidup sejak Dirga tinggal di sana. Ada langkah tegasnya, suara beratnya saat berbicara, bahkan aroma kopinya yang selalu memenuhi dapur setiap pagi. Kini, semuanya berubah.
Hari berikutnya.
Pagi pertama setelah Dirga berangkat terasa sunyi, sunyi yang menyesakkan.
Anna bangun lebih pagi dari biasanya. Sinar matahari baru menyapu tirai kamar bayi ketika ia mengangkat Alvaro dan Almira satu per satu, menidurkan keduanya di gendongannya sambil menghela napas panjang.
“Papa kalian lagi tugas … tapi nanti pulang,” bisiknya, meski suaranya sedikit goyah.
Anna menyiapkan sarapan secukupnya. Ada satu piring tambahan di meja, tapi ia perlahan memindahkannya kembali ke lemari. Rasanya aneh menyiapkan makanan tanpa Dirga yang duduk diam sambil memperhatikannya.
Sesekali Anna memandang ke arah kursi yang biasa Dirga tempati kini kosong. Akhirnya, ia mengembuskan napas dan fokus pada anak-anak.
“Mama harus kuat. Kita bertiga harus kuat.”
Ketukan pelan terdengar di pintu depan. Itu salah satu penjaga yang ditugaskan Dirga, mengenakan seragam rapi.
“Ibu Anna, izin melapor. Area sudah aman. Kami sudah cek perimeter seperti perintah Kapten.”
Anna tersenyum kecil. “Terima kasih. Maaf merepotkan.”
“Bukan merepotkan, Bu. Kapten Dirga memerintahkan kami menjaga ibu dan anak-anak seperti menjaga keluarga beliau sendiri.” Ucapan itu membuat pipi Anna sedikit panas.
Ketika siang hari, Anna menidurkan si kembar, penjaga rumah mengetuk lagi.
“Ibu Anna, ini … ada pesan yang baru saja dikirimkan Kurir Angkatan.”
Anna sedikit bingung, dia membuka amplop cokelat sederhana itu. Isinya hanya kertas lipat biasa. Tetapi begitu dibuka, Anna terdiam.
Tulisan tangan Dirga.
[Anna, Maaf aku pergi terlalu cepat. Aku nggak mau kamu cemas, tapi lokasinya cukup jauh dari kota. Aku baik-baik saja. Jangan takut, jangan menangis. Kamu aman di rumah itu. Jaga anak-anak kita. Aku janji pulang untuk menikahi kamu. - Kapten Dirga]
Anna menutup mulutnya. Air mata turun perlahan, bukan karena sedih, tapi karena rindu yang datang terlalu cepat.
“Andai Kapten tahu … aku bisa nangis cuma baca tulisan tangannya,” gumamnya sambil tersenyum miris. Ia menempelkan surat itu di dinding dekat tempat tidur bayi, seolah kehadiran Dirga tetap ada di sampingnya.
Malam itu Anna duduk di sofa, memeluk bantal kecil sambil memandangi kedua bayinya yang tertidur dalam boks.
Rumah terasa terlalu besar dan terlalu sunyi.
“Papa kalian biasanya duduk di balkon jam segini…” ucapnya pelan.
Ia teringat bagaimana Dirga melamarnya semalam tatapan mata itu, suara baritone yang tegas namun lembut, dan janji yang begitu tulus.
Anna menyentuh cincin sederhana yang ia sembunyikan di saku bajunya.
“Kapten … aku juga menunggu.” Ia tersenyum kecil, tapi matanya berkaca-kaca.
Sementara itu, di lokasi tugas Dirga.
Tempat itu jauh dari kota, jauh dari kehidupan yang tenang. Hutan, lembah, dan udara dingin menyelimuti pos penjagaan. Dirga berdiri di depan api unggun kecil, memeriksa peta dan laporan operasi.
Salah satu bawahannya mendekat.
“Kapten, apakah … Anda sudah siap untuk operasi tiga hari lagi?”
Dirga mengangguk tanpa menoleh.
“Siap.”
Namun sesaat kemudian, ia berhenti. Mengambil selembar foto kecil dari saku dalam seragamnya. Foto Anna bersama Alvaro dan Almira. Ia menatap foto itu lama sekali, sorot matanya berubah hangat namun kuat.
“Untuk mereka…,” gumamnya lirih.
“Aku harus pulang hidup-hidup.”
ayo basmi habis semuanya , biar kapten dirga dan anna bahagia
aamirandah ksh balasan yg setimpal dan berat 🙏💪
kejahatan jangan dibiarkan terlalu lama thor , 🙏🙏🙏
tiap jam berapa ya kak??
cerita nya aku suka banget🥰🥰🙏
berharap update nya jangan lama2 🤭🙏💕