NovelToon NovelToon
Hello, MR.Actor

Hello, MR.Actor

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Duda / Cinta pada Pandangan Pertama / Pengasuh
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Be___Mei

Sebuah insiden kecil membuat Yara, sang guru TK kehilangan pekerjaan, karena laporan Barra, sang aktor ternama yang menyekolahkan putrinya di taman kanak-kanak tempat Yara mengajar.

Setelah membuat gadis sederhana itu kehilangan pekerjaan, Barra dibuat pusing dengan permintaan Arum, sang putri yang mengidamkan Yara menjadi ibunya.

Arum yang pandai mengusik ketenangan Barra, berhasil membuat Yara dan Barra saling jatuh cinta. Namun, sebuah kontrak kerja mengharuskan Barra menyembunyikan status pernikahannya dengan Yara kelak, hal ini menyulut emosi Nyonya Sekar, sang nenek yang baru-baru ini menemukan keberadan Yara dan Latif sang paman.

Bagaimana cara Barra dalam menyakinkan Nyonya Sekar? Jika memang Yara dan Barra menikah, akankah Yara lolos dari incaran para pemburu berita?

Ikuti asam dan manis kisah mereka dalam novel ini. Jangan lupa tunjukkan cinta kalian dengan memberikan like, komen juga saran yang membangun, ya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Be___Mei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hello, Mr. Actor Part 21

...-Ketika hidup terasa lebih baik tanpa perasaan, ada hati yang lembut yang terperangkap dalam lelah-...

...***...

"Kalau memang merasa cocok, nikahin aja. Biar Arum ada mamanya." Binar, mama Barra berbicara bagai tak punya beban. Padahal ...

"Bukannya dulu Mama nggak suka sama Enzi? Kenapa sekarang kayak ngasih restu gitu? Kebelet banget pengen nyariin Barra istri, ya?" tanya Barra.

Tanpa Arum, disela jadwalnya yang padat, Barra bertandang ke kediaman orang tuanya. Saran dari kakaknya tempo hari sungguh mengganggu pikiran. Meski tak memiliki rasa cinta terhadap Enzi, setidaknya wanita itu terlihat menyayangi Arum. Itulah alasan Barra berniat menikahinya meski tanpa cinta. Yah ... cinta akan hadir karena terbiasa, begitu pikir Barra.

Meletakkan pisau buah, dan menyuguhkan sepiring kecil buah pir yang telah dia kupas pada sang putra "Dari sekian banyak cewek yang naksir kamu, kayaknya cuman dia yang serius. Keliatan banget Arum nggak suka sama dia, tapi liat deh, Enzi nggak pantang menyerah. Dari yang awalnya ogah main bareng, akhir-akhir ini Arum nyambung 'kan kalau main sama dia."

"Iya juga, sih. Sebelum Barra bilang mau nikahin Enzi, Arum udah mau temenan sama dia. Tapi pas Barra cerita mau jadiin Enzi mamanya, cucu kesayangan Mama itu berubah jadi anak kucing kelaparan," ujar Barra. Dia menikmati suguhan sang mama, sembari bercerita panjang lebar padanya.

"Jadi cucu Mama sudah mulai galak?" Binar terkekeh. Arum yang menggemaskan itu pasti terlihat lebih lucu ketika merajuk, cemberut apalagi sampai mengamuk. Binar juga tertawa mendengar Arum yang marah hingga rasanya ingin membakar bumi. Sepertinya gen pemarah yang dia miliki dan Jingga, juga dimiliki sang cucu.

"Mama senang?"

"Ya, dia pasti lucu kalau lagi marah. Iya 'kan?"

"Lucu dari mana! Ngeselin gitu. Dan satu lagi, Ma. Dia manggil-manggil Bunda Yara, Bunda Yara. Hais! Kayak nggak ada perempuan lain aja di dunia ini!" Teringat Yara, wanita yang membuat kambuh alergi sang putri, sungguh Barra tak bisa menyembunyikan rasa kesalnya. Buah pir itu sangat manis, tapi mengingat Yara, mendadak rasanya hambar.

"Yara --- guru TK itu?" tanya Binar.

"Arum pernah cerita sama Mama lewat telepon. Dari suaranya aja Mama tau, dia suka banget sama Yara," lanjut Binar.

Barra memberengut. Begitulah, mood nya mendadak merosot ke bumi jika mengingat Ayara. Padahal, rasa ketertarikan hatinya pada gadis itu pernah membuat jantungnya berdebar ketika berjumpa. Namun, semua itu sirna karena insiden alergi kacang tempo hari.

Melihat dari sikap Barra, Binar jadi penasaran dengan sosok Yara. Dia menanyakan apakah Barra memiliki fotonya, dia ingin melihat seperti apa rupa wanita idaman sang cucu untuk dijadikan ibu.

Barra langsung menunjukan foto Arum dan Yara, ketika wanita itu masih mengajar di taman kanak-kanak dahulu. Waktu itu Arum yang meminta Yara untuk berfoto dengannya, dan memintanya untuk mengirimkan pada ayahnya. Kini foto itu menjadi satu-satunya kenangan untuk Arum dan Ayara.

Seulas senyuman terbit di wajah Binar ketika memandang foto tersebut.

"Masya Allah, cantik banget."

"Ya, emang cantik, sih. Keturunan kita 'kan semuanya cantik dan tampan." Begitu percaya diri Barra ini.

Lekas Binar menyela perkataan Barra."Maksud Mama, Yara. Kalau Arum, cucuku itu memang cantik nggak ada obat."

Memalingkan wajah, dan mengerling jengah, Barra berucap."Cantik tapi teledor."

"Hus! Nggak baik menghina sesama manusia. Dia ciptakan Allah!" tegur Binar.

Kemudian dia kembali menatap foto Yara dan Arum. "Bar ... mereka mirip, lho."

Awalnya Barra duduk sedikit merosot di sofa, tapi ketika mendengar ucapan Binar, dia langsung menegakkan badan. "Dih! Mirip dari mananya?"

Binar menyerahkan ponsel itu pada sang empu, dia meminta Barra untuk memandangi wajah dua wanita berbeda generasi itu.

"Masa, sih?"

Deg!

Deg!

Deg!

Terlalu lama memandangi wajah Ayara, membuat sang hati berdebar hebat. Barra mengusap wajahnya kasar, demi mengusir debaran aneh itu.

"Enggak, akh. Itu cuman perasaan Mama aja!" ujarnya lagi. 

"Dasar keras kepala! Matamu minus, ya?! Liat baik-baik deh, mereka beneran mirip!" seru Binar tak terima diragukan Barra.

"Enggak! Enggak! Sudahlah, Ma Aku mau pergi. Sudah waktunya kerja lagi." Tanpa menunggu lama, Barra langsung melarikan diri dari hadapan Binar.

"Bocah tengil. Dikasih tau malah kabur."Binar meletakkan potongan buah yang separuh telah dia gigit. Dia menyandarkan diri di sofa dan membayangkan wajah Yara dan Arum. "Mereka beneran mirip, lho. Butuh diperiksa tuh matanya Barra, jelas-jelas mirip dibilang nggak mirip. Dasar si Barra!" gerutu Binar lagi.

...***...

Memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya di kediaman Salvador, kini Yara kembali menyandang status sebagai seorang pengangguran.

Hatinya terasa lelah, menghadapi gejolak cinta Jefrey yang seharusnya dia hindari sejak awal.

Tadi malam dia mendapat banyak dugaan dan pertanyaan dari Latif. Tentang dirinya yang akhirnya menemui keluarga jauh mereka. Akh! Lebih tepatnya dipertemukan dengan keluarga jauh mereka. Jauh hanyalah sebuah jarak, pada kenyataannya hubungan mereka sangat kental, mesti tak sedekat nadi.

Mati-matian Yara menjelaskan bahwa Shafi yang membawanya ke kediaman mewah itu, hingga terjadilah perjumpaannya dengan Sekar. Namun, penjelasan Yara selalu disanggah Latif. Dia bersikeras menuduh Ayara yang datang pada mereka.

Kesabaran seorang Yara ada batasnya. Setelah Latif mengomel panjang lebar, berkomentar sesuka hatinya atas tindakan Yara, Latif mendapat jitakan dari jemari lentik sang keponakan, tepat di keningnya.

"Awshh! Yara! Kebiasaan, deh. Sopan dong sama aku!" Terpekik Latif dibuatnya. Keningnya terasa pedas dan panas. Sementara Yara langsung masuk ke dalam kamarnya dengan membanting pintu.

Begitulah awal mula paman dan keponakan ini berseteru. Pagi yang indah, yang biasanya telah tersedia sarapan di atas meja makan, kini meja itu sepi tak berpenghuni. Yara enggan menyiapkan sarapan untuk Latif.

"Neng Yara ..." Panggilan Latif diabaikan. Terdengar musik yang semula mendayu dari dalam kamar gadis itu, kini bertambah volumenya.

Latif menarik napas kesal, dia bersandar pada daun pintu kamar Yara. Berjalan menuju kulkas, teringat tadi malam Yara pulang banyak membawa belanjaan. Dia melihat banyak cemilan dan roti di dalam kantong belanjaan itu.

Sayang sungguh sayang, sepertinya Yara telah mengamankan makanan tersebut dari jangkauannya.

"Ya sudah. Aku bisa makan di mana aja. Dasar perempuan. Urusan merajuk, pasti nomor satu!" gerutunya.

Dengan perut kosong Latif berangkat bekerja. Sementara Yara, setelah memastikan sang paman pergi, ia keluar dari kamar. Mulai membersihkan rumah, mencuci dan memasak.

"Huh! Rasain tuh si Latif. Berani ngatain aku seenak jidatnya. Hari ini aku bakalan masak yang enak-enak. Jangan harap kamu kebagian, ya!" Yara sungguh berniat memberikan pelajaran pada Latif.

Dan memang benar, hari ini dia masak besar. Teringat semua hidangan itu begitu banyak, dia langsung menghubungi Valery dan Emran, meminta para sahabat untuk bertandang ke kediamannya.

Sama seperti Yara, kini Valery juga telah menjadi pengangguran. Sungguh, Vale ini sangat setia kepada Yara. Karena Yara tak lagi menjadi tenang pengajar di taman kanak-kanak itu, maka dia pun mengajukan pengunduran diri.

"Boleh dianterin nggak makanannya? Si Kodir nggak masuk kerja hari ini, aku sendirian jaga minimarket."

Suara Emran terdengar dari ponsel Yara.

"Dikasih hati minta jantung. Sudah dikasih makan gratis, minta dianterin pula! Jangan serakah deh jadi orang, Em!" gerutu Yara. Dia sedang bersiap mencuci piring.

"Neng, ayolah. Denger kamu masak banyak, aku mendadak lapar. Nggak kasihan sama aku? Aku lho jauh dari orang tua. Hidup sebatang kara di kota besar ini," ujar Emran mulai menjual kesedihan.

"Apa yang perlu dikasihani dari kamu. Kebun sawit berhektar-hektar sudah jelas jadi milik kamu di kampung, kamu aja yang sok-sokan jadi tukang jaga minimarket di sini. Btw, kalau aku nganterin makanan ke kamu, aku bakal kebagian warisan kebun sawit, nggak? Minimal berapa hektar, gitu?"

"Jelas!" seru Emran terdengar antusias. "Jadi istri kesekian Bang Emran dulu, ya. Di kampung sudah banyak tuh anak gadis ngantri minta dinikahin, makanya aku kabur ke kota. Kalau mau jadi pewaris kebun sawit, aku harus balik ke kampung terus nikah sama mereka. Gimana? Kamu tergiur?"

"Dih, ogah banget jadi istri piala bergilir. Lupain aja warisan kebun sawit itu, nanti aku anterin makanannya."

Emran tertawa, dia puas mengalahkan ego seorang Yara.

Tepat di jam 8, Valery datang ke kediaman Yara. Dia datang tentu tanpa tangan kosong. Dia membeli buah-buahan untuk mereka nikmati setelah menikmati hidangan berat yang dimasak Yara .

"Buahnya kasih ke Emran juga nggak?"

"Boleh," sahut Valery, "Tapi tuker sama sosis jumbo toping keju lumer sama saos pedas, ya."

"Vale, kamu aja yang nganterin!"

"Enggak! Kamu aja. Kalau dia nggak mau barter, jambak aja rambutnya."

"Kalian tuh, ya. Kadang akur kadang enggak. Sudahlah, aku ke depan dulu. Dunia bakal gonjang-ganjing kalau Emran nangis kelaparan."

Senyum lebar bak iklan pasta gigi dari Vale, mengiringi langkah Yara menunju minimarket.

Andai Latif tau dua wanita ini sedang berpesta di kediamannya, bahkan Emran yang berada di depan gang pun kebagian jatah. Berangkat dengan perut kosong, sungguh sebuah kesialan baginya.

...To be continued ......

...Terima kasih sudah berkunjung. Jangan lupa like, komen dan kasih saran yang membangun, ya....

1
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Mau loncat aku! tapi langsung inget, abis makan bakso!
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Excellent!
Kamu seorang laki-laki ... maka bertempurlah sehancur-hancurnya!
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Kalo cinta dimulai dari menghina, ke depannya kamu yang akan paling gak bisa tahan.
Drezzlle
udah di depan mata, tinggal comot bawa pulang
Drezzlle
ya ampun, kamu kok bisa sampai ceroboh Yara
Drezzlle
betul, kamu harus tegas
Drezzlle
tapi kamu masih di kelilingi dengan teman yang baik Yara
Drezzlle
nggak butuh maaf, bayar hutang
ZasNov
Asyiiikk.. Dateng lagi malaikat penolong yg lain.. 🥰
ZasNov
Kak, ada typo nama nih..
Be___Mei: Huhuhu, pemeran yang sebenernya nggak mau ditinggalkan 🤣 Gibran ngotot menapakan diri di part ini
total 1 replies
ZasNov
Ah inget tingkah Jena.. 🤭
Be___Mei: kwkwkwk perempuan angst yang sadis itu yaaaa
total 1 replies
ZasNov
Gercep nih Gavin, lgsg nyari tau siapa Jefrey..
Yakin tuh ga panas Barra 😄
Be___Mei: Nggak sih, gosong dikit doang 🤣🤣
total 1 replies
ZasNov
Modus deh, ngomong gt. biar ga dikira lg pedekate 😄
ZasNov
Akhirnya, bisa keren jg kamu Latif.. 😆
Gitu dong, lindungin Yara..
Be___Mei: Kwkwkw abis kuliah subuh, otaknya rada bener dikit
total 1 replies
ZasNov
Nah, dewa penolong datang.. Ga apa2 deh, itung2 Latif nebus seuprit kesalahan (dari ribuan dosa) dia sama Yara.. 😄
Mega
Lakok isa baru sadar to, Neng Yara. kikikikikikik
Be___Mei: 🤣🤣😉 iso dong
total 1 replies
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Piala bergilir apa pria bergilir?
Be___Mei: Piala mak
total 1 replies
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Rada ngebleng nih.
Masa iya Yara bener mamanya Arum
Be___Mei: Biar ringkes aja pulangnya si emaknya Arum 😭 🙏🤭
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆: Masa?

kenapa harus angin duduk, Mak?
total 3 replies
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Cihh pendendam banget
Be___Mei: Biasa mak, penyakit orang ganteng 🤣🤣
total 1 replies
Mega
Ya Allah ISO AE akal e
Mega: Aku punya pestisida di rumah 😏 boleh nih dicampur ke kopinya.
Be___Mei: Beban banget kan manusia itu
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!