NovelToon NovelToon
"Blade Of Ashenlight"

"Blade Of Ashenlight"

Status: tamat
Genre:Dunia Lain / Tamat
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: stells

Di tanah Averland, sebuah kerajaan tua yang digerogoti perang saudara, legenda kuno tentang Blade of Ashenlight kembali mengguncang dunia. Pedang itu diyakini ditempa dari api bintang dan hanya bisa diangkat oleh mereka yang berani menanggung beban kebenaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon stells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

~Benteng Ironford~

Perjalanan menuju Ironford berlangsung sunyi. Para pengungsi berjalan dengan langkah lelah, sementara Edrick, Darius, Selene, dan Mira terus waspada. Jalan setapak yang mereka lalui semakin sempit dan curam, melewati tebing-tebing berbatu yang mengintimidasi.

Darius berjalan paling depan. “Ironford seharusnya tidak jauh lagi,” katanya tanpa menoleh. “Benteng ini dulu milik pasukan barat Averland. Ditutup ketika pasukan kerajaan runtuh. Kalau masih berdiri, kita bisa memperbaikinya jadi markas.”

Selene menoleh ke arah Edrick. “Kau terlihat lelah. Tapi kau harus tetap siap. Kita tidak tahu apa yang menunggu di sana.”

Edrick mengangguk singkat. “Aku baik-baik saja. Ashenlight… entah kenapa terasa lebih berat setiap kali kita mendekati sesuatu yang penting.”

Mira menambahkan sambil memeriksa busurnya, “Atau mungkin kau mulai merasakan tanggung jawab itu. Ini bukan hanya tentang bertahan hidup. Ini tentang membangun kembali sesuatu yang lebih besar.”

Beberapa jam kemudian, puncak menara Ironford terlihat di kejauhan. Meski sebagian runtuh, bentuk benteng tua itu masih mengesankan. Tembok batunya tertutup lumut, dan gerbang kayunya setengah roboh.

Ketika mereka mendekat, suara burung gagak menggema dari dalam benteng. Darius mengangkat tangannya memberi isyarat berhenti. “Kita harus pastikan tempat ini aman.”

Edrick menghunus Ashenlight. Selene menyiapkan busurnya, Mira menarik anak panah, dan Darius maju perlahan ke gerbang.

Begitu mereka masuk ke halaman dalam, bau lembap bercampur debu menyambut mereka. Rumput liar tumbuh di antara batu-batu pecah. Tidak ada tanda-tanda manusia—setidaknya tidak pada pandangan pertama.

Mira memeriksa menara pengintai. “Kosong,” lapornya.

Tiba-tiba, suara langkah cepat terdengar dari dalam aula benteng. Darius mengangkat pedangnya, memberi isyarat pada yang lain untuk bersiap. Dari balik bayangan, tiga sosok muncul—dua pria dan seorang wanita, berpakaian compang-camping, tapi membawa senjata.

Salah satu pria itu berseru, “Berhenti! Siapa kalian?”

Darius menjawab tenang, “Bukan musuh. Kami mencari perlindungan. Siapa kalian?”

Wanita itu menatap tajam, lalu matanya tertuju pada Ashenlight di tangan Edrick. Cahaya pedang itu membuat wajahnya memucat. “Itu… Blade of Ashenlight…”

Edrick menurunkan pedangnya sedikit. “Kami tidak datang untuk bertarung. Kami hanya butuh tempat berlindung. Jika kalian bertahan di sini, mungkin kita bisa bekerja sama.”

Mereka saling pandang sebentar sebelum salah satu pria mengangguk. “Masuklah. Tapi kita perlu bicara. Jika kau benar-benar pemegang pedang itu… maka banyak hal akan berubah di sini.”

---

Edrick dan rombongan melangkah masuk ke aula utama Ironford. Lampu obor yang masih menyala di dinding memberi cahaya redup. Debu beterbangan, tapi suasana benteng cukup aman untuk sementara.

Pria yang memimpin kelompok itu maju, mengulurkan tangan. “Aku Rolf, ini Maren dan Tomas. Kita bertahan di sini sejak pasukan Garrick mulai menyerang desa-desa sekitar. Ironford adalah satu-satunya tempat yang masih bisa kita gunakan.”

Selene menatap sekeliling. “Kalian tidak takut sendirian di benteng ini?”

Maren tersenyum tipis. “Tidak. Kita sudah terbiasa hidup dalam ancaman. Tapi kalian… pedang itu yang menarik perhatian kami. Blade of Ashenlight bukan sembarang senjata.”

Edrick menegakkan tubuh. “Aku tidak ingin masalah. Tapi jika itu benar, kita perlu bekerja sama. Garrick tidak akan berhenti sampai semua yang menentangnya hancur.”

Tomas menatap Ashenlight dari jarak dekat. “Jika kalian bisa memegangnya, maka kalian memiliki tanggung jawab besar. Pedang itu tidak hanya senjata. Ia membawa beban kebenaran.”

Darius menekankan kata-katanya, “Kami tahu risikonya. Tapi sekarang kita hanya ingin memastikan pengungsi aman, dan menyiapkan strategi selanjutnya.”

Rolf memandang rombongan mereka, lalu berkata, “Kalau begitu, kita harus mulai dengan memperbaiki benteng. Kita tidak bisa bertahan lama jika Garrick mengirim pasukan lebih banyak. Ada ruang tidur di menara barat, kita bisa bagi para pengungsi di sana.”

Mira menatap langit-langit benteng. “Kalau benteng ini masih kokoh, kita bisa memanfaatkan posisi strategisnya. Dari atas menara, kita bisa melihat pergerakan musuh jauh sebelum mereka sampai.”

Edrick mengangguk, menyimpan Ashenlight ke sarungnya. “Baik. Kita mulai dengan memperkuat benteng. Lalu kita tentukan langkah selanjutnya.”

Para pengungsi diarahkan ke menara barat, sementara rombongan Edrick mulai menata benteng. Mereka memeriksa tembok, memperbaiki gerbang kayu yang setengah rusak, dan menyiapkan jebakan di beberapa titik.

Di malam pertama, setelah api unggun dinyalakan di halaman tengah, rombongan duduk bersama. Rolf dan teman-temannya mulai menceritakan kondisi wilayah sekitar: pasukan Garrick kini semakin agresif, banyak desa dihancurkan, dan rumor tentang Blade of Ashenlight sudah tersebar luas.

Edrick menatap Ashenlight. “Kita tidak bisa diam. Jika kabar pedang ini menyebar, Garrick akan datang. Kita harus memutuskan langkah selanjutnya besok pagi.”

Darius menimpali, “Kita juga butuh informasi. Brimvale… mungkin ada yang selamat. Jika kita bisa menemukannya, kita akan tahu apa yang Garrick cari.”

Selene menatap Edrick. “Dan kau tahu, ini bukan hanya soal pedang. Setiap langkah kita menentukan siapa yang akan hidup dan siapa yang akan mati.”

Mira menambahkan, “Kita harus siap menghadapi apa pun. Tidak ada ruang untuk kesalahan.”

Edrick menutup mata sejenak, menyadari beban yang harus ia tanggung. Blade of Ashenlight bukan sekadar senjata. Itu simbol tanggung jawab yang bisa menentukan nasib Averland.

Malam itu, benteng Ironford menjadi saksi persiapan mereka. Para pengungsi tidur di menara barat, sementara Edrick, Selene, Darius, dan Mira berjaga di halaman tengah.

---

Fajar baru mulai menembus langit Averland ketika Edrick dan rombongan keluar dari menara pengintai untuk menilai kondisi sekitar benteng. Dari atas tembok, mereka bisa melihat ladang luas dan jalan setapak yang mengarah ke utara. Kabut pagi menutupi sebagian wilayah, tetapi tidak cukup untuk menyembunyikan gerakan yang mencurigakan.

Rolf dan Maren bergabung dengan mereka. “Sejak malam, tidak ada tanda musuh,” kata Rolf. “Tapi kita tidak bisa terlalu lama berdiam. Garrick akan segera tahu posisi kita.”

Darius mengamati cakrawala. “Jika kita ingin menyelamatkan Brimvale, kita harus bergerak cepat. Kita tidak bisa menunggu musuh datang.”

Selene menatap Ashenlight yang tersarung di punggung Edrick. “Pedang ini menarik perhatian lebih banyak orang daripada yang kau pikirkan. Setiap langkah kita harus diperhitungkan.”

Edrick menatap horizon. “Kita mulai dengan memperbaiki gerbang benteng sepenuhnya. Setelah itu, kita akan menyiapkan pengintaian ke Brimvale. Kita harus tahu apakah ada yang selamat, atau apa yang Garrick cari.”

Mira mengangguk, memeriksa busurnya. “Aku bisa memimpin pengintaian jarak jauh, tapi kita harus hati-hati. Setiap kesalahan bisa berakibat fatal.”

Rolf menambahkan, “Dan ingat, benteng ini bukan hanya tempat berlindung. Kita harus menggunakannya sebagai markas operasi. Jaga persediaan, perkuat pertahanan, dan buat jalur evakuasi jika diperlukan.”

Sehari penuh dihabiskan untuk memperbaiki benteng. Para pengungsi bekerja sesuai kemampuan masing-masing, membawa batu, memperbaiki tembok, dan menata bekal makanan. Edrick, Selene, Darius, dan Mira mengawasi semua pekerjaan, sekaligus merencanakan langkah berikutnya.

Saat malam tiba, api unggun dinyalakan di halaman tengah. Keempat pejuang itu duduk bersama, membahas strategi.

“Jika kita ingin menyerang Garrick secara langsung, kita harus lebih banyak informasi,” kata Darius. “Tidak ada ruang untuk kesalahan. Kita tidak tahu berapa banyak pasukannya sekarang.”

Selene menatap Edrick. “Kita juga harus mempertimbangkan para pengungsi. Mereka butuh perlindungan, dan kita harus memastikan mereka tetap aman.”

Edrick mengangguk pelan. “Besok, kita akan mulai mengirim pengintai ke arah Brimvale. Kita perlu tahu siapa yang selamat dan apa yang Garrick cari. Setiap informasi akan sangat penting.”

Mira menarik napas panjang. “Aku tidak suka menunggu. Tapi aku tahu kita harus siap. Kita menghadapi Garrick, dan dia tidak akan memberi kita ruang untuk kesalahan.”

Edrick menatap Ashenlight, cahaya lembutnya menembus kegelapan malam. “Kita tidak bisa mundur. Setiap langkah membawa kita lebih dekat ke tujuan… dan juga lebih dekat ke bahaya.”

1
Siti Khalimah
👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!