"Itu hukuman buat kamu! Jangan sampai kau melanggar lagi aturan sudah yang aku buat. Kalau tidak …." Kalimatnya menggantung.
"Kalau tidak apa, Kak?" tanya Lyana mulai berani.
"Sesuatu yang lebih buruk dari ini akan terjadi." Anggara berlalu dari hadapan Lyana. Aliran darahnya mulai memanas.
"Hah, sesuatu yang buruk? Bahkan kakak sudah mencuri ciuman pertamaku, menyebalkan." Kini giliran Lyana yang marah. Dia membuka dan menutup pintu kamar dengan keras. Sirkuasi udara di dalam kamar seolah berhenti seketika.
"Ciuman Pertama? Hah, pandai sekali dia berbohong."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon My Starlight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teh Manis
Angin sore membelai ranting pohon itu saling bergesekan. Gemricik air dari kolam ikan membuat suasana sore ini terasa damai. Cuaca yang cukup nyaman untuk sekedar bersantai di teras. Rumah mewah dengan nuansa alam ini adalah milik Dokter muda yang diam-diam sudah menikah lagi. Status duda anak satu sudah menempel kepadanya sejak lima tahun yang lalu, usai perceraianya dengan Merly di sah kan pengadilan. Perempuan cantik, pintar dan berasal dari keluarga terpandang.
Selain menjadi dokter, Anggara adalah salah satu pewaris perusahaan terbesar di kota ini. Perusahaan mereka bergerak di bidang teknologi dan farmasi. Di usia yang terbilang muda, Anggara sudah berhasil menggait investor dari luar dengan cekatan. Namun, di penghujung tahun ini justru melakukan kelasalahan yang cukup fatal karena salah membaca situasi pasar yang beredar.
Atmojo selaku pemilik BSA Group sekaligus ayah kandungnya, merencanakan hal tak masuk akal demi sebuah jawaban atas kasus yang menimpa dirinya dan mendiang istri pertamanya di masalalu. Sebagai hukuman untuk Anggara karena telah merugikan perusahan. Sekaligus Atmojo ingin memberi pelajaran berharga untuk Hardianto sebagai mantan sekertarisnya dulu karena telah mengkhianatinya.
Bahkan dari rumor yang beredar dia sudah berani menggelapkan uang asuransi rumah sakit. Beberapa bukti sudah dia kantongi. Namun tak sampai hati menjebloskan Hardianto ke penjara, karena menurutnya masih ada hal janggal yang harus dia selidik lagi.
Untuk itulah perjodohan ini di mulai. Dengan terpaksa Hardianto menyerahkan putri semata wayangnya kepada Atmojo. Menikah dengan Anggara.
Dokter arogan yang berusia sudah lebih dari kepala tiga itu akhirnya menikah dengan perempuan belia yang lebih cocok menjadi adiknya. Dan di rumah ini, mereka tinggal bersama Reno, anak Anggara dari pernikahan pertamanya dengan Merly.
Dari rumah yang awalnya sudah seperti neraka bagi Anggara, sekarang menjadi rumah yang diam-diam dia rindukan. Walaupun kerap kali merasa dongkol, menikah dengan perempuan yang usianya terpaut lumayan jauh, namun Anggara perlahan mulai menerimanya. Tentu dengan aturan yang dia buat di rumah ini.
Dan sekarang, drama rumah tangga mereka di mulai. Tepat di dapur rumah yang di desain estetik.
"Apa ini?!" Anggara menyerobot gelas dari tangan Lyana.
"Teh manis, Kak," ucap Lyana lirih.
“Hah, benar. Beraninya ngasih anak aku teh manis sialan ini!" Anggara geram, dia meletakan gelas kaca itu ke pinggir wastafel.
"Maaf, Kak, tapi Reno yang minta tadi,” ujar Lyana.
"Anak sekecil itu belum tau efek samping minum teh manis, Ly, kau harusnya lebih hati-hati lagi. Senyawa tanin di dalam nya bisa menghambat penyerapan zat besi bodoh. " Telunjuk anggara menuding tepat ditengah kening Lyana.
"Tante mana teh Reno?" Anak kecil itu tiba-tiba muncul di dapur dan tanganya bergelayut di jari Lyana.
"Reno sayang, maafin tante ya … tehnya .…" kata-kata Lyana tercekat memikirkan alasan yang tepat untuk menjawabnya. Tapi seketika Anggara berjongkok dan segera menggendong Reno, membawanya pergi dari dapur. Sayang, ujung mata Reno sudah menangkap gelas berisikan teh itu.
"Itu Ayah, teh Reno."Reno menggoyangkan kakinya ingin turun dari gendongan.
"Bukan Reno, itu punya Ayah ada obatnya pahit." Reno memberontak tak percaya apa yang di katakan Anggara.
"Ayah bohong. Ayah Bohong! Itu gelas punya Reno bukan punya Ayah.“
Anggara lupa bahwa anaknya kini telah beranjak besar. Reno bahkan tahu apa saja yang menjadi miliknya dan yang bukan. Lyana yang mengajarkan Reno, kalau sesuatu yang bukan milik Reno, dia tidak boleh memakainya apalagi untuk mainan. Reno terus menangis dalam gendongan Anggara, tapi tetap saja ayahnya membawa Reno dan masuk ke kamar.
Lyana mengkuti dari belakang, perasaannya campur aduk antara gelisah, takut dan khawatir jika Reno di hukum Anggara. Baru saja sampai depan pintu kamar Reno Anggara menarik kasar tangan Lyana.
"Ikut aku," bisiknya di telinga Lyana. Seketika bulu kuduknya merinding.
"Huaaa! Sepertinya aku yang akan di hukum. Ibu tolong Aku." terka Lyana dalam hati. Langkahnya terasa gontai enggan mengikuti Anggara.
"Apa yang akan dia lakukan lagi kali ini. Padahal cuma gara-gara teh manis, tapi nenakutkan sekali kak gara kalau lagi marah." batin Lyana bergemuruh.
Pergelangan tangan Lyana terasa panas, laki-laki itu menariknya terlalu keras. Kakinya pun terasa berat mengikuti langkah Anggara yang berjalan terlau cepat.
"Tidak mungkin kan suruh nyetrika baju selemari lagi." gumam Lyana. Kali ini dia cuma bisa pasrah mengikuti Anggara sampai ke dalam kamar.
Suhu di ruangan bernuansa hijau sage itu mendadak berubah. Anggara mengunci cepat pintu kamarnya dan mendorong Lyana kesal. Tubuh perempuan itu hampir saja terjatuh. Anggara menatap Lyana dengan sorot mata tajam.
"Lyana Putri Hardianto, Aku tidak pernah melarangmu dekat dengan Reno, tapi ingat bataasanmu. Dia Anaku. Dia harus patuh kepadaku, dan kau harus mengikuti aturan yang aku buat. Tidak ada teh manis, es krim, coklat, chiki dan junkfood. Paham? " Anggara menyentuh dagu Lyana, mata nya memerah menatap kedua manik hitam Lyana kemudian matanya beralih hidung dan berhenti di bibirnya.
Sial! Dia berani sekali menggodaku.
"Iya, Kak, maaf." Bibirnya bergetar mengatakan itu karena selain takut Lyana merasa jantungnya hampir meledak berada sedekat ini dengan Anggara. Lyana Walaupun mereka sudah hampir satu tahun menikah namun keberadaanya seperti asing buat Anggara.
Anggara benar-benar menutup mata dan hatinya untuk perempuan karena menurutnya semua perempuan itu sama saja hanya uang dan pengkhiatan .
"Lucu sekali mimiknya kalau lagi ketakutan begini. Ah sial! Aku ingin melahap bibirnya yang bergetar itu." batin Anggara.
"Kak, apa boleh keluar sekarang?" Suaranya tercekat karena Anggara semakin mendekatkan wajahnya. Dan Hap !
Anggara tak bisa menahan dirinya lagi. Dia mencium bibir Lyana dengan perlahan kemudian melahapnya dengan rakus.
"Bernafas, Ly !"
Namun Lyana membeku, otaknya tak bisa mencerna apa yang sedang terjadi. Dia hanya menuruti kata hatinya saja. Diremasnya lengan kemeja Anggara dan perlahan menutup matanya. walaupun ini pertama kalinya untuk Lyana namun Dia tahu apa yang harus di lakukanya.
Drakor sialan!
Manis kopi masih tersisa di bibir Lyana, Anggara menyesapnya terus dan terus hingga keinginan lain muncul secara naluriah. Tapi dia segera sadar dan melepaskan pagutanya.
"Itu hukuman buat kamu! Jangan sampai kau melanggar lagi aturan sudah yang aku buat. Kalau tidak …." Kalimatnya menggantung.
"Kalau tidak apa, Kak?" tanya Lyana mulai berani.
"Sesuatu yang lebih buruk dari ini akan terjadi." Anggara berlalu dari hadapan Lyana. Aliran darahnya mulai memanas.
"Hah, sesuatu yang buruk? Bahkan kakak sudah mencuri ciuman pertamaku, menyebalkan." Kini giliran Lyana yang marah. Dia membuka dan menutup pintu kamar dengan keras. Sirkuasi udara di dalam kamar seolah berhenti seketika.
"Ciuman Pertama? Hah, pandai sekali dia berbohong."
Anggara segera berlalu dia harus segera mendinginkan suhu tubuhnya di kamar mandi.
.
.
.
.