Amira, wanita cantik berumur 19 tahun itu di jodohkan dengan Rayhan yang berprofesi sebagai Dokter. Keduanya masih memiliki hubungan kekerabatan. Namun Amira dan Rayhan tidak menginginkan perjodohan ini.
Rayhan pria berumur 30 tahun itu masih belum bisa melupakan mendiang istrinya yang meninggal karena kecelakaan, juga Amira yang sudah memiliki seorang kekasih. Keduanya memiliki seseorang di dalam hati mereka sehingga berat untuk melakukan pernikahan atas dasar perjodohan ini.
Bagaimana kisah cinta mereka selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin Aprilian04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rayhan menyesal menikahi Amira
Amira dan Rayhan kini tengah duduk di depan Villa seraya menikmati secangkir teh hangat dengan mata yang memandang keindahan pantai Maratua ini. Amira kini menyandarkan kepalanya di bahu gagah sang suami dengan manja. Tangannya melingkar di lengan kokoh pria itu. Menikmati hembusan angin yang membuat hati keduanya semakin berbunga-bunga. Rayhan tak bosan menatap wajah cantik istrinya yang kini tengah memakai jilbab berwarna biru muda kesukaannya.
Wajah Amira terasa berbeda dari biasanya. Kali ini wajah cantik itu terasa memancarkan cahaya yang indah di mata Rayhan. Ia memuja kecantikan Amira yang ia akui benar-benar cantik bak artist Korea.
"Yakin mau menyelam?" tanya Rayhan seraya tersenyum.
"Iyaa aku suka banget laut. Tapi kalau sama Abi pasti selalu di larang untuk menyelam." Amira mengerucutkan bibirnya.
"Karena Abi pasti khawatir, dia sangat sayang sama kamu."
Amira mengangguk, "Iyaa, untungnya sama suami sekarang boleh."
"Boleh dong, asal janji jangan kenapa-napa, okay?"
Amira kembali mengangguk mengulum senyum, "Pastinya dong, kan di jagain sama Mas."
"Iya, sayang."
Cup
Satu kecupan kini berhasil bersarang di kening Amira. Membuat jantung Amira kembali berdebar tak karuan.
Lalu Rayhan kini mengusap perut datar Amira seraya melantunkan do'a disana.
"Semoga Allah hadirkan calon anak di dalam perut ini secepatnya. Anak yang dapat menjadi kebahagiaan bagi orang-orang sekitarnya," ujar Rayhan.
Amira tersenyum seraya menatap Rayhan, "Amiiinn, Mas."
"Kita harus sering ikhtiarnya, biar adeknya cepet tumbuh di rahim ibunya. Kita kasih hadiah buat Abi, biar beliau sehat lagi."
Blush
Pipi Amira memerah mendengar penuturan Rayhan. Kata-kata yang keluar dari mulut pria itu begitu manis hingga meluluhlantakan hatinya.
"Iyaa, Amiiin." Amira melirik sang suami. "Kalau Mas maunya anak pertama laki-laki atau perempuan?"
"Mmm.... Mas maunya sih anak laki-laki. Biar bisa jagain Ibu dan adik-adiknya nanti. Tapi kalaupun perempuan juga tidak apa-apa. Malah insyaallah punya anak perempuan itu akan menjadi ladang pahala bagi orang tuanya."
"Gitu yaa, Mas?"
"Iya, berdasarkan hadis, seorang ayah yang memiliki tiga anak perempuan, dan ia bersabar dalam mendidik, memberi makan, minum, serta pakaian dari hasil usahanya, maka anak-anak tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. Selain itu, ada juga hadis lain yang menyebutkan bahwa barangsiapa yang memiliki tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan, lalu ia memperlakukan mereka dengan baik dan bertakwa kepada Allah dalam mengasuh mereka, maka baginya surga, diriwayatkan oleh Tirmidzi."
"Mashaallah, Allah baik banget yaa, Mas."
"Iyaa, Islam sangat memuliakan perempuan. Makanya mau anaknya laki-laki atau perempuan itu juga sama-sama anugerah yang harus di syukuri. Sama-sama ladang pahala untuk orang tuanya jika kita mendidiknya dengan baik."
Amira mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia berpikir sekilas tentang masalalunya bersama Noah, untung saja ia di selamatkan dari pria jahat itu. Andai saja dulu Abinya tidak memaksanya untuk menikah dengan Rayhan, mungkin saat ini ia akan hidup dalam kesengsaraan.
Karena bagi wanita nasibnya akan di tentukan setelah menikah. Jika ia hidup bersama laki-laki baik, maka akan mulia hidupnya. Namun jika sebaliknya, maka ia akan hidup dengan kepedihan seumur hidupnya.
"Hey kok malah ngelamun?" Rayhan melambaikan tangannya di depan wajah Amira.
"Eh, iya, Maaf." Amira menyengir memamerkan giginya.
***
Amira kini tengah menyelam menikmati bawah laut bersama dengan Rayhan dan juga pemandu lokal disana untuk memastikan keduanya aman. Mata Amira seketika di suguhkan dengan keindahan bawah laut yang begitu menakjubkan. Ada banyak terumbu disana beserta ikan karang yang cantik memenuhinya. Tak hanya itu Amira menyelam lumayan dalam sehingga ia melihat ikan Barakuda yang begitu banyak.
Ia yang baru pertama kali menyelam begitu takjub dengan rombongan Barakuda tersebut yang mengelilingi tubuhnya juga Rayhan. Amira menunjukan jempolnya pada Rayhan, mengisyaratkan pada suaminya itu bahwa ia sangat bahagia.
Hampir 30 menit ia menyelam, rasanya tubuhnya sudah sangat lelah. Ia pun memutuskan untuk kembali ke permukaan. Nafasnya sedikit sesak, ia duduk di sebuah tangga villanya lalu meminum air putih yang di berikan Rayhan padanya.
"Minum dulu, sayang.... " ujar Rayhan sedikit panik.
Untungnya Amira bisa kuat untuk kembali ke permukaan, jika tidak maka sesuatu buruk akan terjadi.
Rayhan duduk di sebelah Amira lalu mengusap punggung wanita itu memberinya ketenangan, "Tarik nafas pelan lalu hembuskan, sayang."
Amira menurut, mengatur pernafasannya hingga beberapa kali.
"Cape yaa, sayang?" tanya Rayhan seraya membenarkan anak rambut Amira yang keluar.
Amira mengangguk sebagai jawaban.
Dengan cepat Rayhan pun mengambilkan inhaler untuk Amira. Pria yang berprofesi sebagai dokter itupun selalu siaga dengan obat-obatan untuk istrinya.
Rayhan pun menempelkan alat itu di mulut Amira sehingga kini Amira merasa lega kembali dengan pernafasannya.
"Sudah baikan?" tanyanya lembut.
"Alhamdulillah, Mas."
"Istri kuat."
Rayhan kembali mengecup kening Amira. Amira memejamkan matanya gugup, jantungnya kembali berdebar.
Kenapa suaminya itu tiba-tiba romantis? Sepertinya bahasa cinta pria itu adalah pisical touch dan Act of service.
"Seneng gak?"
Amira mengangguk tersenyum, "Seneng banget, Mas. Ini pertama kali Amira menyelam selama hidup. Akhirnya cita-cita Amira terwujud juga. Meskipun tadi agak sesak sedikit, tapi it's okay. Amira gapapa Alhamdulillah."
"Syukur kalau gitu." Rayhan mengelus kepala Amira.
Setelah lumayan lama beristirahat, meminum jus dan juga beberapa cemilan. Rayhan kini mengajak Amira mandi bersama di bethup yang sudah di siapkan dengan nuansa yang sangat romantis.
Jantung Amira berdetak tak karuan. Rasanya jantungnya akan jatuh saat itu juga. Tubuhnya mendadak lemas. Ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Melihat tatapan Rayhan yang berbeda membuat Amira takut di buatnya.
Rayhan kini membelai rambut Amira, di usapnya pipi kemerahan itu penuh cinta. Dan kini pria itu sudah kembali menempelkan bibirnya dengan bibir Amira. Setelahnya keduanya kini memasuki bethup. Dan sudah tertebak apa yang terjadi selanjutnya. Pasangan suami istri itu kembali meneguk ibadah cinta yang sangat indah.
***
Jam kini menunjukan pukul 05.30. Amira duduk di pasir seraya memandang sunset yang akan mulai tenggelam. Kepalanya kini bersandar di bahu gagah Rayhan. Menatap keindahan alam yang Allah ciptakan.
"Indah banget yaa, Mas," ujar Amira.
"Kaya kamu." Rayhan tersenyum, mencolek hidung mancung Amira.
"Mas Rayhan ternyata jago gombal yaa. Kirain laki-laki macam Mas Rayhan bakalan dingin kaya kulkas dua pintu."
Rayhan terkekeh pelan, ada-ada saja perkataan Amira yang selalu berhasil membuatnya tertawa. "Ngga dong, sayang. Mas emang keliatannya dingin, tapi kalau sama orang yang benar-benar deket Mas cukup asyik dan lucu kok."
"Oh yaa?"
"Gak percaya?"
Amira menggelengkan kepalanya. "Sama sekali gak percaya, lucu dari mananya, orang mukanya datar gini." ujarnya tertawa.
"Berani ngatain, awas yaa!" Rayhan kini menggelitik pinggang Amira. Membuat Amira tertawa lepas hingga akhirnya berlari karena tak tahan dengan rasa gelinya. Amira melangkahkan kakinya cepat menjauhi Rayhan, dan Rayhan pun kini mengejarnya dengan cepat hingga akhirnya Amira tertangkap hingga tak bisa berkutik kembali. Rayhan mengangkat tubuh Amira ke dalam pangkuannya lalu di putarnya tubuh mungil itu hingga Amira tertawa lepas.
"Karena berani ngatain suaminya. Mas harus hukum kamu."
"Hukum apa, Mas?" Amira tampak terkejut.
"Hukuman biar cepet punya anak!" ujar Rayhan seraya berjalan hendak membawa Amira kembali ke Villa.
"Aaaa, Mas jangaann!" Amira berusaha untuk turun, namun Rayhan yang jail itupun tetap membawa Amira lalu di baringkannya di atas kasur.
***
Hari kian mulai kembali gelap, Amira dan Rayhan hendak kembali ke Villa setelah menikmati hidangan lezat di salah satu tempat makan yang terkenal di daerah sana. Keduanya melewati sisi pantai dengan saling berpegangan tangan. Saling bertukar cerita dan penuh dengan canda tawa.
"Mas aku baru tahu deh kamu ternyata kocak juga," ujar Amira.
"Hahaha.... " Rayhan tertawa lepas. "Mas juga kan manusia. Bisa ketawa juga." Sambungnya.
"Oohh kirain bukan manusia,"
"Terus apa?"
"Malaikat.... " Amira mengulum senyum.
Rayhan mencubit kecil pipi Amira gemas, "Pandai gombal juga yaa ternyata istri Mas ini."
"Hehehehe.... " Amira menatap Rayhan penuh cinta.
Disaat keduanya berjalan menikmati pantai di malam hari, tiba-tiba saja seorang pria dengan tubuh tinggi juga dengan jaketnya yang berwarna hitam menghampiri keduanya. Pria itu tersenyum lebar seraya melambaikan tangannya pada Rayhan.
"Assalamualaikum, Rayhan!" ujarnya seraya menyalami Rayhan dengan erat.
"Mashaallah, Bian!" Rayhan menghampiri pria berumur 32 tahun itu lalu memeluknya. Keduanya pun saling melampiaskan rasa rindu mereka. Tangan Rayhan menepuk-nepuk bahu gagah pria itu.
"Lama kita gak ketemu, Ray. Apa kabar kamu?"
"Alhamdulillah, baik, Bian." Rayhan tersenyum bahagia penuh kerinduan. "Sama siapa kesini?"
"Sama istri dan anak-anak. Tapi mereka lagi istirahat."
"Oh yaa, Mashaallah. Gimana anak kamu? Udah berapa sekarang?" tanya Rayhan.
"Masih dua, tapi mereka udah pada gede sekarang."
"Oh yaa, saya kangen sama Si kembar. Mereka ingat gak yaa sama Om nya ini?"
"Jangan salah, mereka masih ingat sama kamu. Apalagi sama Khadijah."
Rayhan mengangguk-angguk tersenyum, ia kini menggenggam tangan Amira lalu mundur selangkah mensejajarkan tubuhnya dengan istrinya tersebut.
"Kenalin ini istri saya yang baru!"
Amira tersenyum, lalu mengatupkan kedua tangannya di dada saat pria itupun hendak menyalaminya.
"Salam kenal, saya Amira."
"Salam kenal juga, saya Bian. Sepupunya Khadijah, kami berteman baik selama ini," Bian mengulas senyum menatap Amira.
"Oh yaa, Mashaallah!" Amira mengangguk.
"Aduh udah lama kita gak ketemu. Rasanya sangat rindu. Ini kayanya wajib sih kita masuk dulu ke Villaku. Kita puaskan bercerita disana," ujar Rayhan.
"Gak ganggu nih?"
"Ngga kok, Kak. Ayo masuk aja!" Sahut Amira.
"Kita ngopi dulu di teras Villa sambil lihat pemandangan pantai."
"Okay, okay, baiklah."
***
"Saya gak tahu kalau kamu udah nikah lagi, Ray."
"Maaf, saya gak ngabarin orang dulu, karena sudah kesepakatan kami berdua untuk pernikahan ini jangan dulu di umbar."
"Padahal dulu Khadijah selalu menitipkan adiknya pada mu, Ray. Kukira kamu akan menikahinya setelah Khadijah meninggal. Khadijah juga pernah berwasiat kan untuk kamu menikahi adiknya."
"Aku tahu tentang hal itu baru-baru ini, Bian. Itupun aku tahunya dari Azura ketika kami tidak sengaja bertemu di sebuah Cafe. Namun sayangnya waktu itu aku sudah menikah dengan istriku yang sekarang. Jadi tidak ada kesempatan sama sekali untukku menikahi adiknya Khadijah."
"Andai saja kamu berjodoh dengan Safira, mungkin kekeluargaan kita gak akan putus."
"Saya dan Amira di jodohkan, Bian. Saya juga emang awalnya belum niat untuk menikah. Mungkin kalau saat itu kamu memberitahuku sebelum aku menikahi Amira, aku pasti menikahi adiknya Khadijah. Karena aku sangat mencintainya, dan aku akan menuruti apapun keinginannya. Hanya saja kala itu aku sudah menikah."
Lutut Amira terasa lemas saat mendengar semua perkataan Rayhan. Tubuhnya luruh ke atas lantai, kata demi kata yang di lontarkan Rayhan seakan menyayat hatinya.
Jadi dia adalah opsi kedua?
Dan Rayhan menyesal telah menikah dengannya?
Dan bagaimana jika Rayhan bertemu dengan adik mendiang istrinya? Apakah ia akan tetap di cintai pria itu? Apakah Rayhan malah akan memilih wanita itu?"
Air mata Amira berhasil menetes membasahi pipinya. Dadanya terasa sesak, ketakutan demi ketakutan kini mengerayami hatinya.