Meninggal dalam kekecewaan, keputusasaan dan penyesalan yang mendalam, ternyata membawa Cassie Night menjalani takdir kehidupannya yang kedua.
Tidak hanya pergi bersama kedua anaknya untuk meninggalkan suami yang tidak setia, Cassie juga bertekad membuat sahabatnya tidak bersinar lagi.
Dalam pelariannya, Cassie bertemu dengan seorang pria yang dikelilingi roh jahat dan aura dingin di sekujur tubuhnya.
Namun, yang tak terduga adalah pria itu sangat terobesesi padanya hingga dia dan kedua anaknya begitu dimanjakan ....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itsme AnH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi Nyonya Murphy
Walau dalam keadaan yang semakin terjepit oleh sikap brutal Adam Night, Felix masih menggenggam erat kotak abu Cassie. Dia tahu betul arti dari kotak itu, di dalamnya tersimpan kenangan yang lebih berharga dari hidupnya sendiri.
"Oh, putriku yang baik .…" Suara lembut Sabrina Cooper—istri Adam Night—membuat suasana semakin menegangkan. Dia berjalan tertatih-tatih mendekati Felix, tangannya bergetar saat menyentuh kotak abu sang putri, seolah-olah menyentuh sesuatu yang sangat rapuh.
"Kenapa kamu bisa berakhir seperti ini?" tanya Nyonya Sabrina, air mata mulai mengalir di pipinya. Keterpurukan dan ketidakberdayaan memenuhi udara, menciptakan atmosfer yang mencekam.
"Putriku yang baik ...." Adam Night juga tidak bisa menahan emosinya. Dia mendekati Felix dengan niat merampas kotak abu Cassie dari tangannya, tetapi sang menantu segera memeluk lebih erat kotak itu dalam keadaan putus asa.
"Lepaskan! Aku akan membawa Sisie pergi!" Bibir Adam Night menyempit dan rahangnya juga mengencang, disertai dengan tatapan yang sangat tajam seolah-olah ingin menembus sang menantu.
Tatapan tajam Adam Night seakan dapat menembus jiwa Felix, menambah berat beban di dadanya. Di satu sisi, cinta dan rasa kehilangan yang menyayat hati, sedangkan di sisi lain, ketegangan yang menggetarkan suasana.
Dengan suara yang mantap dan penuh ketekunan, Felix berusaha bersuara di tengah badai emosional yang mengamuk. “Ayah, Sisie adalah istriku. Aku harus mengantarnya.”
Plak!!!
Tiba-tiba, Nyonya Sabrina melepaskan tamparan telak di wajah Felix, membuatnya terhuyung ke samping.
"Putriku baik-baik saja dua hari lalu! Dia bahkan masih menelponku! Sekarang, dia sudah tidak ada, dan itu semua karena kamu!" seru Nyonya Sabrina berapi-api, kata-katanya mengalir deras seperti arus sungai yang tak terhentikan. "Jika kamu tidak mengkhianatinya, dia tidak akan pergi dengan dalih liburan dan malah berujung pada kematian!"
Felix kembali terbungkam, tak ada satu kata pun bisa keluar dari mulutnya untuk membela diri. Meskipun ada, dia tahu semua bermula darinya. Rasa bersalah membelenggu hatinya, tetapi tekadnya untuk tidak melepas Sisie, meskipun oleh mertuanya sendiri, semakin membara.
Kecuali, jika dia mati.
“Ketika putriku masih hidup, kau khianati dia, sekarang kamu tidak tahu malu ingin mengantarnya pergi?” Nyonya Sabrina menatap Felix dengan sinis, suaranya mengandung nada mengejek yang menusuk hati. “Takutnya, putriku pun tidak sudi.”
"Ayah ... Ibu, kalian bisa memukul atau membunuhku, tapi aku tidak akan membiarkan kalian membawa Sisie pergi," ujar Felix penuh tekad.
Adam Night semakin berang, lantas menghujani Felix dengan tinju-tinju tak berperasaan. Felix hanya membiarkan setiap pukulan mendarat, bahkan tetap memeluk erat kotak abu yang berisi kepingan jiwa Cassie.
Beruntung, benda hitam itu terkunci rapat. Jika tidak, abu 'Sisie' mungkin sudah bertebaran ke mana-mana.
Nyonya Besar Murphy, meskipun hatinya remuk melihat putranya disiksa, hanya bisa berdiri di tepi dengan rasa bersalah yang menenggelamkannya dan berbisik pada dirinya sendiri. "Felix memang bersalah."
Namun, hatinya berkonflik. Sebagai seorang ibu, dia juga merasakan kesedihan Tuan dan Nyonya Night, merasakan nyeri yang melingkupi mereka.
Setelah Felix berdarah-darah dan hampir mati di tangan Adam Night, Nyonya Besar Murphy melangkah ke maju dan berseru, "Cukup!"
Dia maju dengan surut langkah, menatap Tuan Night yang masih terbakar amarah. “Saya tahu putra saya bersalah dan pantas dihukum,” ucapnya sambil menatap penuh pada Adam Night dan Nyonya Sabrina, lalu meneruskan dengan rendah hati. “Namun, Sisie sudah tidak ada. Kalian masih memiliki banyak waktu untuk menghukum Felix.”
Detik-detik terasa berhenti saat dia melanjutkan, “Hal terpenting sekarang adalah menempatkan Sisie di tempat yang aman. Tidak baik bagi Sisie dan kedua putranya untuk dibiarkan berlama-lama.”
Suara Nyonya Besar Murphy memang lembut, tetapi mampu menembus dinding emosional yang mengelilingi mereka.
Meski terkapar, Felix meraih kotak abu dengan segenap tenaganya. Dia tidak peduli dengan rasa sakit, tidak peduli betapa dunia di sekelilingnya menciptakan kekacauan.
"Aku akan menjagamu," bisik Felix seakan berbicara langsung Kepada sosok yang telah pergi.
***
Pada akhirnya, Cassie dimakamkan dengan layak di Pemakaman Keluarga Murphy. Udara dingin menyelimuti hari yang suram itu, dan langit tampak kelabu seolah meratapi kepergian wanita yang dicintai.
Dengan kesedihan mendalam, Felix menatap batu nisan besar yang terukir nama Cassie dan terpajang potret wanita itu. Dia mengelusnya seperti tengah menyentuh sang istri.
"Sisie, kenapa kamu meninggalkan aku sendirian?" Felix mulai terisak pelan, bahunya tampak bergetar.
Tuan dan Nyonya Night mengabaikan Felix seolah-olah sang menantu adalah makhluk astral, mereka menempatkan bunga ke atas makam Cassie.
"Putriku, maaf tidak bisa melindungimu dengan baik," ucap Nyonya Sabrina, Tuan Adam dengan sigap mendekapnya, berusaha menjadi penopang saat air mata mengalir di pipinya.
"Di kehidupan selanjutnya, tetaplah menjadi putri ibu dan jangan lagi salah memilih suami .…" Suara Nyonya Sabrina terputus oleh isak tangis, sementara sang suami hanya berdiri dalam diam, tak mampu menyuarakan betapa hancurnya hatinya.
Pada saat ini, Aleena, yang dibiarkan pingsan setelah dipukuli, akhirnya sadar dengan sendirinya. Ketika membuka mata, dia disuguhi pemandangan Felix yang menangisi Cassie. Hatinya membengkak oleh amarah yang berbaur dengan kecemburuan.
"Cassie, jalang ini … setelah mati pun masih mau mengambil posisiku sebagai Nyonya Murphy," geram Aleena.
Dengan langkah yang terhuyung-huyung, Aleena berjalan mendekati makam Cassie. Tanpa berpikir panjang, dia pun mengamuk. "Kenapa? Kenapa?!" teriaknya, seolah bencana melanda semesta.
Dalam kemarahan yang membara, dia menghancurkan semua bunga di atas makam, membuatnya tampak seperti wanita gila yang lepas dari tahanan, diselimuti emosi yang tak tertahankan.
Felix yang awalnya terbenam dalam kesedihannya, kini terkejut melihat Aleena. "Aleena, apa yang kau lakukan?!" teriaknya dengan suara yang bergetar karena perasaan campur aduk, antara kesedihan dan ketidakpercayaan.
Semua mata pun tertuju padanya—mereka yang hadir untuk memberikan penghormatan terkejut melihat drama yang berlangsung di hadapan mereka.
Tuan dan Nyonya Night juga membeku dalam kesedihan mereka, seolah melupakan segala hal di sekitar. Tercetuslah ide di dalam benak mereka untuk menguburkan Aleena bersama putri mereka, tetapi pikiran itu segera sirna setelah memikirkannya lagi.
Bagaimanapun, tiidak layak menempatkan Aleena—seorang gundik—bersama istri dan anak sah.
Aleena hanya layak berada di tempat kotor!
“Felix, Cassie sudah mati! Sekarang hanya ada aku!” teriak Aleena dengan wajah memerah penuh emosi. Dia ingin sekali Felix melihatnya, memperhatikannya, dan memahami betapa dia pantas mendapatkan tempat di hati Felix. “Akulah yang layak menjadi Nyonya Murphy!”
Suasana menjadi tegang, oksigen seolah hilang ditelan oleh kepedihan dan kemarahan.
Felix mengatur napasnya, mencoba mengumpulkan diri dan menatap Aleena dengan sorot mata tajam yang menunjukkan keteguhan hati. “Aku akan mengatakannya sekali lagi,” ujarnya dengan nada dingin, setiap kata yang diucapkannya penuh dengan penekanan. “Orang yang aku cintai adalah Cassie Night, mau hidup atau mati ... dia akan selalu menjadi Nyonya Murphy-ku!”
mulai membuka hati sma Athur...
tunggu aj pd waktux Cess keluar bersama ..
kesuksesanx dan kemakmuran disertai kebahagian x ...