Siapa sangka moment KKN mampu mempertemukan kembali dua hati yang sudah lama terasa asing. Merangkai kembali kisah manis Meidina dan Jingga yang sudah sama-sama di semester akhir masa-masa kuliahnya.
Terakhir kali, komunikasi keduanya begitu buruk dan memutuskan untuk menjadi dua sosok asing meski berada di satu kampus yang sama. Padahal dulu, pernah ada dua hati yang saling mendukung, ada dua hati yang saling menyayangi dan ada dua sosok yang sama-sama berjuang.
Bahkan semesta seperti memiliki cara sendiri untuk membuat keduanya mendayung kembali demi menemui ujung cerita.
Akankah Mei dan Jingga berusaha merajut kembali kisah yang belum memiliki akhir cerita itu, atau justru berakhir dengan melupakan satu sama lain?
****
"Gue Aksara Jingga Gayatra, anak teknik..."
"Meidina Sastro Asmoro anak FKM, kenal atau tau Ga?"
"Sorry, gue ngga kenal."
.
.
.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Survey lokasi
Jingga
Ia masih mencoba menarik tali ranselnya hingga mengerucut, dan menutup perlengkapan berkunjungnya. Menatap jam di pergelangan tangan kemudian menyerbu meja makan sejenak.
Sebenarnya ia tak begitu lapar, namun sarapan is number one sebelum melakukan aktivitas apalagi aktivitas melelahkan dan perjalanan jauh.
Mama mengangsurkan sirup herbal sachet tolak badai di meja, "diminum, biar hangat selagi di perjalanan."
Sempat mengernyit, Jingga mengulas senyumannya, "makasih, ma." Sembari menyendok nasi yang ngga banyak-banyak amat, notifikasi di ponselnya sudah tang-ting-tung sejak tadi.
KKN 21 Cikalong
(Nararya Zaltan) Berangkat jam 11 kan, guys?
(T. Zioma Arlan) sapiiii, jam 6 bang ke..
(Nararya Zaltan) anjirr, gue masih pake boxer tweety gini, baru bangun gue!
(Purwangga Mahadri) buruan bangkit. Jam 11 mau nyampe jam berapa di sana.
Jingga meraih sejenak ponselnya.
(Aksara Jingga) Gue udah siap, bentar lagi otewe ke titik pertemuan.
(Nagara Kertamaru) 👍
(Raindra Jovian) oghey sayang
(T. Zioma Arlan) Jingga said : 🖕
(Arshaka Mandala) Gue udah di titik pertemuan guys, sambil nyarap nasi uduk.
(Raindra Jovian) anjirrr, lo nginep disana Ka? Jam segini udah nyantol di tukang nasi uduk, cakep ngga?
(Arshaka Mandala) yang jualan mamang-mamang, mau?
(Sultan Tri Alby) Alby's heree....(sambil velocity) dung tek...dung-dung tek.
(Aksara Jingga) Gue otewe sekarang Ka.
(Arshaka Mandala) 👍 oke Ga.
(Nararya Zaltan) bentaran guys, antrian kamar mandi kost full booking, mereka sambil ona nian dulu kayanya, please, ada yang mau nampung gue mandi kagak?
(Lengkara Savio) 👀
(Raindra Jovian) 👀👈
(Purwangga Mahadri) mata lo bintitan Vio, bocah dilarang jadi minyak obrolan 17 plus.
(Raras Nalula) Semongkohh kakak-kakak surveinya.
(Aluna Senja) Emang paling bener gue ngga ngikut. Jam segini masih bergulung dengan kenikmatan dunia. Semangat cowok-cowokku! Ganbatte 💪
(Sultan Tri Alby) ngga mau disemangatin pake ciuman, Nja? Kita butuh suplemen loh menempuh perjalanan jauh...
(Aluna Senja) 🤮🤮
(T. Zioma Arlan) astagfirullah, saking bencinya lo sama seorang sultan....sampe mabok duda begitu.
(Livia Syua Tan) Berisik oyy, masih pagi udah persis pasar inpres.
Dan Jingga meninggalkan keriuhan obrolan absurd kawan-kawannya dengan memasukan ponselnya itu ke dalam saku celana. Meraih punggung tangan mama.
"Hati-hati."
****
Cukup lama perjalanan mereka menuju lokasi survey, membuat waktu tiba disana nyatanya lewat dari dzuhur.
...Selamat datang di dusun Widya Mukti....
Gapura tembok yang cat merah putihnya telah terkelupas di hampir separuhnya itu menjadi tempat Jingga dan kawan-kawan berhenti. Jalanan yang tidak sebesar jalan raya terbentang lurus sejauh mata memandang, disana...adalah dusun tempat mereka akan mengabdi 45 hari ke depan.
Jingga sekali lagi memastikan jika mereka berada di tempat yang benar, seiring dengan panggilannya pada kades yang sempat ia hubungi kemarin.
Sementara yang lain sudah menjatuhkan diri di pinggiran jalan sekedar melepas penat dan meregangkan otot selama perjalanan jauh.
Arlan berbagi minuman banteng nyeruduk dengan Jovian, yang sesekali direcoki oleh Alby.
Baik pak,
Baik, saya dan teman-teman sudah menunggu di lokasi penjemputan.
"Jauh ngga, Ga? Dari bale desa katanya? Apa kita aja yang ke sana?" tanya Arshaka.
"Disini aja, yang mau jemput udah otewe."
Masih mengernyit akibat panasnya mentari, meski hawa disini cukup dingin mereka benar-benar berdiam diri di dekat gapura dusun, hingga seseorang dengan motor tiger menghampiri mereka dengan pakaian safari khas pegawai kelurahan.
"Aa-aa yang mau kkn ya?" tuduhnya dengan jempol sesaat setelah turun dari motornya sejenak, helm honda sejuta umat dimana kacanya berkali-kali ia betulkan karena terlampau longgar menjadi perhatian Mahad sepaket tawa yang ia tahan, astagahhh! Ingatkan ia setelah dari sini akan memberikan helm sejutanya untuk ia sedekahkan.
"Betul, pak. Pak sekdes ya?" tanya Jingga memastikan diangguki olehnya yang turut nyengir, "iya a, ini teh pak kadesnya lagi ada di acara hajatan, a. Biar saya yang antar buat berkeliling sekalian ketemu pak Kholil, kadusnya Widya Mukti. Mari atuh, a..." pintanya kembali menduduki si gagah miliknya memimpin jalan para calon mahasiswa kkn ini.
Mereka bergegas kembali naik ke atas motor masing-masing dan membuntuti sang sekdes menyusuri jalanan gapura dimana petakan sawah dengan pematang yang simetris membentang sampai ujung mata memandang.
Mungkin diantara mereka hanya Jingga dan Maru yang lebih konsen mendengar suara sekdes, meski mereka terkadang harus menajamkan pendengaran yang beradu dengan angin.
Jangan kira, jalanan akan terus mulus, karena nyatanya...setelah habis latar pesawahan, ban motor mulai berteriak minta tolong karena jalanan yang tak lagi mulus, terlebih tanah merah disertai bebatuan menyulitkan mereka. Ditambah suasana rumpun bambu dimana dahan-dahan dan dedaunannya memayungi jalan.
"Waduh, ini biaya service motor bakalan panjat pinang nih sama biaya wisuda.. " kekeh Zaltan.
"Abis ini persendian gue pada copot kaya puzzle." Tambah Jovian.
Pak Sekdes yang mendengar itu ikut terkekeh meski disertai rasa getir, "iya a, baru sampai sini aja bantuan infrastruktur dari pemerintah yang kerasa."
Jingga mengangguk, "ini di daerah sini ngga ada lampu jalannya pak?" ia melirik kanan dan kiri, dimana tak ada satupun tiang lampu jalan yang siap menerangi kawasan jikalau gelapnya malam menelan hari. Satu-satunya penerangan adalah lampu jalan yang ada di ujung jalan, itu pun buatan warga dan sudah banyak terikat-ikat di sanggah bambu.
"Belum a, belum terealisasi. Jalur listriknya belum ada..."
Berjarak 500 meter setelahnya, baru mereka bisa temukan beberapa rumah warga separuh bangunan permanen, separuh semi permanen. Diantara jalanan yang lebih baik dari sebelumnya itu, pak Sekdes mengoceh menjelaskan.
Arlan dan Arshaka mengedarkan pandangan sembari menunjuk-nunjuk ke arah sembarang, Zaltan bahkan sudah merekam kegiatan sejak mereka memasuki gapura. Sementara sisanya mendengarkan sebagian ucapan pak sekdes yang lebih didominasi suara angin menelusup diantara helm dan guncangan hebat akibat jalanan tak rata, brrrrr.....fiuhhhhhh....grrrr.....lalu mereka menyerah dan gagal untuk khusyuk mendengarkan.
Oke, pertama jalanan lalu lampu...belum habis dengan ketermanguan, mereka dihadapkan dengan jembatan sepanjang 250 meter yang harus dilewati menantang adrenalin ditunjuk oleh pak sekdes.
"Ini bisa jadi alternatif jalan memotong, a biar cepat. Untuk motor sih aman, a..." tunjuknya dengan cengiran lebar, bersamaan dengan sebuah motor yang melewati jembatan kayu seraya membawa gunungan rumput pakan ternak setinggi monas, jembatan kayu itu berguncang manakala motor itu melintas, membuat para mahasiswa ini merasakan ngilu di tulang ekornya, "njiiir ngeri-ngeri sedep gue liatnya." Bisik Alby.
"Punten pak sekdes..." sapa seorang warga itu diangguki sekdes.
"Lewat jalan arteri dulu deh, pak. Soalnya nanti kita harus tau jalan utama buat nunjukin arah mobil logistik."
"Yang lebih aman..." pungkas Maru diangguki pak sekdes yang terkekeh, "siap, a."
"Gue pikir-pikir, jembatan ini bakalan cocok buat jadi tantangan di ninja warrior..." timpal Arshaka.
Sungainya cukup dalam dan tergaris sejauh mata menyusuri.
"Ini kalo pas hujan gede, meluap ngga pak?" tanya Maru sempat melongokan wajahnya ke kedalaman sungai.
"Ya lo ukur aja Ru, kira-kira hujan badai berapa lama bisa ngisi sungai segede gini?" tembak Arlan dibalas kekehan pak sekdes.
Putaran roda ban pada porosnya berbelok kecil menjumpai jembatan yang sudah terbuat dari beton dan melewatinya.
Pemukiman pada umumnya dengan semua masalah yang siap menjadi isue para mahasiswa.
Dari sana, pak Kholil telah menunggu dan membawa mereka untuk singgah di rumahnya.
"Wilujeng sumping, aa...di dusun Widya Mukti."
Beberapa cangkir teh tawar hangat lengkap dengan penganan khas tanah priyangan memanjakan lidah dan perut yang belum diisi kembali sejak pagi.
"Mangga dituang, dileuet...a. Saaya-aya..." ujar bu kadus.
"Apanya yang dituang, Ga? Kan air tehnya emang udah dituangin di gelas, kan?" bisik Jovian.
"Dituang, means dimakan..." jawab Alby mulai belajar memahami bahasa sini sebab tugas yang diembannya kini mengharuskan ia banyak berinteraksi dengan warga disini ke depannya.
Mereka mulai mengisi kekosongan kursi-kursi ruang tamu rumah pak kadus. Percayalah, kedatangan Jingga dan kawan-kawan seketika membuat riuh anak-anak disana, pada awalnya. Dan tak bisa lebih heboh lagi, ketika pak kadus membawa mereka berkeliling bersama pak sekdes juga untuk mengetahui dusun Widya Mukti, termasuk rumah warga yang akan menjadi posko mereka nantinya.
.
.
.
Note: tempat kkn mereka benar-benar imajinasiku aja ya guys, jangan dicari cari di mbah google, walaupun memang daerah itu ada. Tapi dijamin tak sama (may be).
jadi jangan ada yg di tutup²in lagi ya cantik