Cerita ini lanjutan dari Terjebak cinta CEO Dingin.
Bagaimana jadinya seorang Kafka Arsalan Iskandar yang merupakan pimpinan Black Serpent yang terkenal kejam dan tidak pernah jatuh cinta dalam hidupnya begitu terobsesi pada seorang gadis yatim piatu yang bernama Mahira Salim yang di buang oleh keluarganya setelah kematian Ayahnya.
Bagaimana kelanjutan ceritanya.Yuk simak!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novi Zoviza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana licik Arsa
Wajah Arsa semakin masam dan dingin saat ketiga adiknya yaitu Ibra, Devano dan Lucky berkunjung ke rumah sakit. Minusnya tidak ada Queen, entah kemana anak itu sekarang. Apakah Devano belum memberitahunya?.
"Kak... dugaanku tepat sekali, Kakak ipar sangat cantik," puji Lucky menatap Mahira yang setengah berbaring diatas ranjang.
"Kenalkan aku Lucky, adiknya Kak Arsa," ujar Lucky memperkenalkan dirinya pada Mahira sembari mengeluarkan tangan pada Mahira.
"Mahira," jawab Mahira menyambut uluran tangan Lucky singkat.
"Alamak... telapak tangannya halus sekali," ucap Lucky bersamaan bantal sofa yang mendarat di kepala nya.
"Kau itu berisik sekali Lucky," ujar Ibra yang baru saja melemparkan bantal sofa pada Lucky. Diantara mereka memang Lucky yang paling absurd.
Arsa yang duduk di sofa menatap tajam Lucky yang terus berbicara. Hari ini ia memang tidak ke kantor dan meminta Devano untuk menggantikannya dan saat jam istirahat Devano malah mengajak Ibra dan Lucky ke sini.
"Aku tidak bisa membayangkan setampan apa anak kalian nantinya. Kakak ipar yang memiliki wajah...yang benar benar cantik dan Kakakku yang sangat tampan. Kalian benar benar pasangan serasi," ucap Lucky lagi.
"Lucky, sebaiknya kau itu diam sebelum aku melempar mu keluar dari sini. Suaramu itu membuat kuping ku rasanya ingin pecah," ucap Ibra lagi.
"Ibra kau itu--
"Lucky...," ujar Arsa dengan tatapan dinginnya pada Lucky.
Lucky langsung diam dan tidak lagi berbicara. Hanya Arsa yang bisa menghentikannya berbicara. Ia duduk di sebelah Devano yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya.
"Oke Kak, aku diam," jawab Lucky.
"Oh ya Kak, ini ada berkas yang harus ditandatangani," ucap Devano lalu berdiri dari duduknya menghampiri Arsa yang duduk di sofa tunggal tepat disebelah tempat tidur Mahira.
Arsa menerima berkas itu lalu membacanya kemudian membubuhkan tanda tangannya. Ia kembali memberikan berkas itu pada Devano.
"Kak aku sudah mengirimkan hasil penyelidikan ku tentang keluarga Olivia terutama tentang Ivanka pada email mu Kak," ucap Devano.
Mahira yang menyimak percakapan Arsa dan Devano sedikit terkejut nama yang tidak asing di telinganya, apakah semuanya hanya kebetulan karena nama bisa saja mirip?.
"Nanti aku periksa," jawab Arsa.
***
Arsa membaca hasil penyelidikan Devano tentang ibu kandung Olivia yang tidak lain adalah kandung Mommy nya. Selama ini Mommy nya tidak pernah bercerita tentang Kakaknya ini. Bahkan saat ia tanyakan pada Daddy nya, ia tidak menemukan jawaban yang jelas. Maka dari itu ia meminta Devano untuk menyelidiki apa yang terjadi di masa lalu.
Ternyata di masa lalu Ivanka pernah diperkosa dan lahirlah anak bernama Olivia. Dan diusia Olivia menginjak tujuh tahun, Ivanka menikah dengan seorang pria bernama Diego yang tidak lain adalah ayah dari Franco. Apakah itu artinya Franco adalah adik Olivia?
Arsa terus membaca sampai akhir dan di bagian terakhir jantungnya berdetak kencang. Mahira ada kaitannya dengan Ivanka. Mahira anak angkatnya Ivanka, benarkah ini yang ia baca. Bukankah Mahira memiliki ibu kandung?, lalu bagaimana bisa Ivanka adalah ibu angkatnya?.
Arsa memijit pangkal hidungnya, apakah ia harus menanyakan hal ini pada Mahira. Bagaimana kalau penyelidikan Devano ini benar, Olivia dan Franco adalah Kakak angkat Mahira.
Tok tok tok
"Tuan," terdengar dari luar Mahira memanggilnya. Sore kemarin Mahira sudah diizinkan pulang setelah Dokter mengatakan kondisi Mahira mulai membaik. Akan tetapi wanita itu harus bed rest untuk beberapa hari kedepannya.
"Ya. Masuk!," ucap Arsa yang sedang berasa di ruang kerjanya. Ia mematikan laptopnya lalu beralih menatap ke arah pintu masuk dimana Mahira tampak berdiri di ambang pintu.
"Masuk!," seru Arsa lagi.
Mahira mengangguk kecil lalu dengan langkah pelan masuk ke dalam ruangan kerja Arsa. Untuk pertama kalinya ia memasuki ruangan ini setelah satu bulan tinggal disini. Di dinding tepat dibelakang Arsa duduk terpajang foto Arsa yang berukuran cukup besar. Ruangan seluas 4×6 itu hanya terdapat meja kerja dan sebuah lemari besi yang ia yakini tempat penyimpanan barang-barang penting.
"Ada apa?," tanya Arsa.
Mahira sedikit tersentak dari lamunannya, ia beralih menatap Arsa yang tengah memperhatikannya.
"Boleh saya ingin bertanya sesuatu?," tanya Mahira.
Arsa mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Mahira. Tidak biasanya Mahira bertanya lebih dulu padanya jika ingin menanyakan sesuatu."Ya, katakanlah!," jawab Arsa meminta Mahira untuk duduk terlebih dahulu. Tidak baik bertanya sembari berdiri dan yang kedua Mahira sedang hamil.
"Tentang hubungan kita ke depannya," jawab Mahira.
Arsa semakin menukikkan kedua alisnya."Maksud kamu?," tanya Arsa.
"Tuan, hubungan kita saat ini diluar kesepakatan yang sudah kita sepakati sebelumnya. Saya hamil dan kedua orang tua Tuan mengetahui pernikahan ini," jawab Mahira.
Arsa menegakkan tubuhnya menatap Mahira dengan serius."Mahira, hubungan ini memang atas dasar kesepakatan. Tapi bukankah sudah aku katakan untuk kamu tetap di sampingku, jika perlu selamanya," ucap Arsa.
"Tapi Tuan, bukankah diawal pernikahan ini hanya kita berdua yang tahu. Tapi sekarang...
"Kita hanya bisa merencanakan Mahira, semuanya tergantung kehendak Tuhan," sela Arsa.
"Tapi ini sudah diluar perjanjian kita," jawab Mahira.
"Sebenarnya apa yang kamu inginkan?," tanya Arsa dengan tatapan berubah dingin.
Mahira terdiam mendengar pertanyaan Arsa. Ia hanya inginkan kepastian tentang hubungan mereka. Bukan hanya sekedar pernikahan diatas keatas saja, tapi pernikahan yang sesungguhnya. Tapi lidahnya kelu untuk mengatakannya, takut Arsa beranggapan kalau ia terlalu berharap.
"Jawab Mahira!," sambung Arsa.
"Jika tentang anak itu yang kamu cemaskan, setelah kelahirannya nanti ia akan mendapatkan nama belakangku. Dan untuk hubungan kita, itu semua terganggu kamu sendiri," ujar Arsa.
"Maksud anda Tuan?," tanya Mahira.
"Bukankah kamu menginginkan hubungan ini hanya satu tahun, baiklah. Tapi jangan coba-coba membawa pergi anakku nantinya, Tapi kalau kau ingin tetap tinggal disini selamanya maka tetaplah di sisiku," jawab Arsa.
Arsa berdiri dari duduknya melihat raut keterkejutan Mahira. Ia yakin sekali Mahira tidak akan berani pergi meninggalkannya."Mahira...aku akan memperlakukan kamu seperti ratu disini asalkan kamu bersikap baik seperti sebelumnya tapi kalau kamu membangkang maka jangan salahkan aku kalau semuanya berubah," ucap Arsa membungkukkan badannya berbisik di telinga Mahira.
"Kamu pikir mudah untuk pergi dari jeratanku Mahira, tidak semudah itu. Aku tidak akan membiarkan mu pergi dari sini dan dimiliki pria lain," batin Arsa tersenyum kecil. Ia berhasil menghamili Mahira agar wanita itu tidak lagi punya alasan untuk pergi darinya, tapi sepertinya Mahira masih tetap menginginkan perpisahan. Ia tidak akan membiarkan itu terjadi. Ia akan tetap membuat Mahira bergantung padanya.
"Ayo... bukankah kamu masih punya waktu sebelas bulan untuk memikirkan semuanya. Dan sekarang mari kita istirahat!," ucap Arsa mengulurkan tangannya pada Mahira.
Mahira menatap telapak tangan Arsa, bisakah ia untuk tetap membentengi diri agar tidak jatuh cinta pada Arsa?. Sementara perlakuan Arsa padanya begitu sangat manis seperti sekarang ini.
Melihat Mahira kelamaan berpikir, Arsa langsung mengangkat tubuh Mahira dan menggendongnya keluar dari kamar itu."Bumil tidak boleh bergadang," ucap Arsa mendudukkan Mahira di tepian tempat tidur.
Arsa menutup pintu ruangan kerjanya, lalu membuka satu persatu kancing piyamanya dan melempar piyama itu ke sofa. Ia naik keatas ranjang lalu meminta Mahira untuk segara merebahkan tubuhnya di sebelahnya.
"Tuan pakai pakaian anda kembali!," ucap Mahira.
"Kenapa?," tanya Arsa.
"Ayo tidur Mahira, apakah kamu ingin aku tiduri dulu baru tidur?," sambung Arsa.
Mahira segara merebahkan tubuhnya di sebelah Arsa dengan membelakangi pria itu. Ia tidak mengerti kenapa Arsa suka sekali tidur tidak mengenakan baju.
Arsa membiarkan Mahira membelakanginya namun ia tetap memeluk wanita itu dari belakang namun sebelum itu ia menurunkan suhu AC dan ingin melihat bagaimana reaksi Mahira.
Dan sesuai ekspektasinya beberapa menit kemudian Mahira membalikkan tubuhnya lalu memeluknya.
"Aku memiliki seribu rencana untuk membuatmu membutuhkanku, termasuk pelukan ini," batin Arsa melingkar tangannya di punggung Mahira.
...****************...
suka kali menggantung kaya jemuran thor
biar pada bucin