'Apa - apaan ini?'
Aira Tanisa terkejut saat melihat lelaki yang baru saja menikahinya.
Lelaki itu adalah salah satu juniornya di kampus! Disaat Aira sudah menginjak semester 7, lelaki itu baru menjadi maba di kampus mereka!
Brian Santoso.
Lelaki yang dulu adalah mahasiswa dengan sikap dinginnya.
Dan sekarang Lelaki dingin itu telah resmi menikahinya!
Aira sangat lemas memikirkan semua ini. Bagaimana ia menghabiskan setiap harinya dengan lelaki berondong yang dingin itu?
Terlebih saat mereka menikah karena dijodohkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Hasibuan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
"Selamat sore Mama."
Aira yang memasuki kediaman Santoso tersenyum dan menyapa mertua perempuannya, yang terlihat duduk di ruang keluarga. Ia mendatangi mertuanya itu dan menyalim tangannya.
"Selamat sore Aira." Liana Santoso tersenyum melihat kedatangan Aira.
"Kenapa kamu sedikit lebih lama?" Ia kembali bertanya dan menatap menantunya tersebut.
"Brian dan papa mertuamu bahkan telah tiba setengah jam yang lalu." Liana juga menyampaikan.
"Tadi Riana sahabat Aira, ikut pulang dengan mobil Aira mama. Jadi Aira harus mengantarkannya terlebih dahulu ke apartemennya." Aira menjelaskan semua alasan keterlambatannya pada sang mertua.
"Baiklah kalau begitu. Sebaiknya kamu segera ke kamar dan membersihkan diri. Kita akan makan malam bersama malam ini."
Mengangguk dan memaklumi alasan sang menantu, Liana menyuruh Aira agar segera ke kamar mereka. Karena ia yakin jika sang anak Brian sedang menunggu kepulangan Aira saat ini.
"Baiklah mama. Aira akan ke kamar terlebih dahulu."
Aira segera melangkah meninggalkan mertuanya. Badannya terasa sedikit lelah karena pekerjaan yang begitu banyak yang ia kerjakan hari ini.
Namun baru saja Ia membuka pintu dan memasuki kamar tersebut, Aira kembali dikejutkan oleh sebuah suara tajam yang terdengar sangat dingin.
"Kamu pulangnya lama?!"
Aira yang baru saja memasuki kamar, seketika tersentak mendengar pertanyaan yang bernada tajam tersebut. Ia melihat Brian telah mengganti pakaiannya, dengan pakaian yang lebih kasual dan terlihat santai. Lelaki itu sedang duduk di atas sofa dan terlihat sedang berselancar di dalam ponselnya.
"Riana tadi ikut pulang bersama denganku." Dengan perlahan Aira melangkah dan meletakkan tasnya di atas meja. Ia membuka jam tangan yang melekat di pergelangan tangannya.
"Aku mengantar Ia pulang terlebih dahulu ke apartemennya." Aira lantas menjelaskan soal kepulangannya yang sedikit lebih lama.
"Mulai besok, kamu akan ikut bersama denganku ke kantor."
Brian meletakkan ponselnya di sofa begitu saja. Berdiri menjulang di hadapan Aira. Ia menunduk dan menatap istrinya itu dengan sorot mata yang cukup tajam.
"Bri? Jangan mulai!" Aira setika kesel mendengar ucapan Brian.
Bukankah lelaki itu telah setuju dengan keinginannya?
"Jangan bersikap seperti anak kecil!" Ia mulai merasa lelah dengan perdebatan mereka soal masalah yang sama beberapa hari ini.
"Dan untuk point pentingnya Ai." Brian memilih bersedekap di depan Aira.
"Suamimu ini memang masih kekanakan."
Dan ucapan itu membuat Aira semakin melotot tajam.
"Kita sudah membahas ini Bri! Kamu akan berangkat sendiri dengan mobilmu. Dan aku juga akan berangkat sendiri menggunakan mobilku." Aira sekali lagi menegaskan.
"Dan aku mencabut ucapan itu, ketika melihat kamu yang terlambat pulang seperti sekarang." Brian bersedekap dan semakin menatap Aira dengan tajam.
"Aku sudah mengatakan jika aku terlambat pulang karena harus mengantar Riana ke apartemennya." Mencoba menjelaskan sekali lagi, agar Brian tidak mengatakan hal yang membuat ia semakin kesal.
"Aku tidak peduli soal itu Aira. Karena jika kamu pulang dan pergi bersama denganku ke kantor, maka kamu tidak akan keluyuran hingga telat pulang seperti sekarang." Sekali lagi Brian menegaskan.
Aira mengepalkan tangan dengan begitu kuat, memindai lelaki itu dengan mata tajam yang tidak mau mengalah. Nafasnya bertalu dengan begitu cepat, melihat Brian yang tidak bisa bersikap dewasa.
Merasa tubuhnya semakin gerah dan terasa tidak nyaman, apalagi dengan Brian yang mengusik emosinya. Aira memilih berbalik. Akan lebih baik jika ia mandi dan menyegarkan tubuhnya.
Mungkin dengan begitu ia tidak akan tersulut emosi, dengan semua keinginan lelaki yang usianya jauh lebih muda darinya tersebut.
"Aku belum selesai ngomong Aira!" sedikit tidak suka melihat Aira yang berjalan meninggalkannya.
"Aku gerah, mau mandi!" Aira berhenti melangkah dan melirik Brian ke belakang dengan tajam.
"Dan menghadapi tindakan kekanakanmu seperti ini membuatku merasa semakin tidak nyaman."
Usai berkata seperti itu Aira dengan cepat melangkah menuju kamar mandi. Ia menutup pintu kamar mandi itu sedikit kuat, seirama dengan kekesalannya yang mulai naik.
'Blam!'
Brian bahkan berjengit saat pintu kamar mandi ditutup dengan kuat oleh Aira.
Brian berkeinginan agar Aira berangkat ke kantor bersama dengannya. Bukan tak lain karena Ia mendapat laporan dari anak buahnya, jika General Manager di perusahaannya yang bernama Arsen mengulik informasi soal keberadaan Aira yang berada lebih lama di ruangannya tadi.
Dan hal itu membuat emosi Brian semakin tersulut. Lelaki itu sepertinya memang benar-benar tertarik kepada Aira. Tentu saja Brian hanya berusaha menjaga apa yang menjadi miliknya. Tidak akan ia biarkan ada seseorang yang berusaha mengusik miliknya.
"Aku sudah bersikap terlalu sabar beberapa tahun ini, untuk menunggumu Ai."Brian bergumam dengan sorot mata yang tidak beralih dari pintu kamar mandi.
"Dan kesabaranku sudah pada batasnya. Jika memang bersikap arogan dan kejam bisa membuatmu tetap berada dalam jangkauanku. Maka aku akan melakukan itu dan menunjukkan pada dunia, bahwa kamu adalah milikku seutuhnya."
Gumaman lirih Brian terdengar bak sebuah janji yang diikrarkan oleh lelaki itu.
............................................