NovelToon NovelToon
Tears Of Loss

Tears Of Loss

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Duda / Cintapertama
Popularitas:236
Nilai: 5
Nama Author: HM_14

Setelah Lita putus asa mencari keberadaan Tian, suaminya yang tidak pulang tanpa kabar, Lita tidak tahu harus kemana dan bagaimana agar bisa mencukupi kebutuhan hidup karena tidak bisa bekerja dalam kondisi hamil, tetapi juga tidak bisa melihat anak sulungnya kelaparan.

Di ujung keputusasaan, Lita bertemu Adrian, pria yang sangat ia takuti karena rasa sakit dan kekecewaan di masa lalu hingga membuatnya tidak mau bertemu lagi. Tetapi, Adrian justru bahagia bisa bertemu kembali dengan wanita yang bertahun-tahun ia cari karena masih sangat mencintainya.

Adrian berharap pertemuan ini bisa membuat ia dan Lita kembali menjalin hubungan yang dulu berakhir tanpa sebab, sehingga ia memutuskan untuk mendekati Lita.

Namun, apa yang Adrian pikirkan ternyata tidak seindah dengan apa yang terjadi ketika mengetahui Lita sudah bersuami dan sedang mencari keberadaan suaminya.

"Lita, jika aku harus menjadi suami ke-duamu, aku akan lakukan, asalkan aku bisa tetap bersamamu," ucap Adrian.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HM_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kekesalan Maya

Adrian mengambil tisu di atas meja yang ada di dekatnya lalu mengusap kedua pipi dengan satu tangan, karena tangan satunya benar-benar tidak mau melepas tangan Lita.

Ia kemudian menatap wajah Lita yang sudah tidak terlalu pucat seperti tadi pagi, hingga perlahan kedua sudut bibirnya bergerak membentuk senyuman. Tangan yang tadi digunakan untuk mengusap sisa air mata, sekarang Adrian gunakan untuk membelai lembut kening dan rambut Lita.

"Kenapa sekarang kamu kurus sekali? Apa suamimu tidak mencukupi kebutuhanmu?" tanya Adrian meskipun ia sadar pertanyaan itu tidak akan mendapat jawaban.

" ... Dan kenapa kamu bisa dehidrasi parah? Apa mual-muntahmu tidak kamu konsultasikan pada ahli kandunganmu?" tanya Adrian lagi.

Adrian tetap tersenyum menikmati gerak tangannya dari kening sampai ke rambut Lita.

Dulu, setiap kali pergi bersama lalu mobil Adrian tiba di bagian belakang rumah, tapi Lita masih dalam keadaan tidur, Adrian akan seperti ini. Satu tangannya terulur membelai lembut pipi Lita yang duduk di sebelahnya. Dalam belain itu, ada rasa cinta yang hanya bisa Adrian luapan tanpa bisa diungkapkan dan ada rasa sayang yang hanya bisa ditunjukkan tanpa bisa dilihat.

"Sungguh, setiap kali kita tiba di rumah dan mengantarkanmu dengan sembunyi seperti ini, selalu ada rasa takut di hatiku. Takut kebersamaan ini tidak akan lama dan takut kamu pergi karena takut melangkah bersamaku melawan mereka yang tidak merestui kita," ucap Adrian kala itu.

Adrian tidak mau terus dalam bayangan masa lalu hingga ia berhenti membelai kepala Lita memilih menyandarkan pipinya di punggung tangan Lita yang sedang ia genggaman.

"Lebih baik aku menikmati genggaman tangan ini sebelum kamu sadar, karena ketika kamu sadar aku yakin tidak akan bisa mendapatkan genggaman ini lagi," ucap Adrian.

Ketika Adrian menyandarkan pipi ke tangan Lita, matanya tertuju pada perut buncit Lita yang tertutup selimut.

"Kehamilan di semester pertama memang sangat menguras hormon, seharusnya kamu bisa mengatur asupan makanan dan minuman untuk kamu dan anakmu agar jangan sampai dehidrasi parah seperti ini," omel Adrian pada perut Lita.

"Tapi tenang saja, sebentar lagi kehamilanmu akan memasuki semester kedua, aku janji akan sangat memperhatikan kamu dan bayimu, sampai nutrisi dan gizi kalian terpenuhi," oceh Adrian lagi.

Tiba-tiba wajah Adrian berubah tegang ketika ia teringat sesuatu.

Dulu, karena rasa cemburu ketika mengetahui Lita menjalin hubungan dengan seorang pria yang dia sukai, Adrian memilih cari licik dengan mengajak Lita ke hotel lalu memberi obat perangsang karena berpikir Lita tidak boleh menyukai pria mana pun selain dirinya.

"Saat aku menjebakmu di hotel kita memang hanya berhubungan badan satu kali, tapi setelah hubungan kita kembali membaik, kita beberapa kali melakukan hubungan badan sebelum kamu pergi dariku. Tidak mungkin kamu tidak hamil," ucap Adrian yakin.

"Apa jangan-jangan?" Adrian langsung menoleh menatap tegang Dava yang sedang tidur.

Adrian ingin yakin Dava adalah anak ia dan Lita, tetapi ia tidak tahu apa yang bisa membuktikan keyakinannya ini.

Adrian kembali menoleh menatap Lita. "Apa Dava anak kita?" tanyanya.

Tidak mau hanya bertanya-tanya sendiri, Adrian langsung beranjak bangun dari kursi lalu menghampiri Dava untuk memperhatikan wajahnya.

Adrian memperhatikan dengan detail wajah Dava dari mulai alis, hidung, mulut, sampai ke rambutnya.

"Jika benar kamu adalah anakku, aku tidak akan pernah melepasmu," ucap Adrian.

Adrian membungkuk untuk menggendong Dava karena ia ingin tes DNA saat ini juga dengan darah mereka. Namun, belum sempat kedua tangannya menyentuh tubuh Dava, Dering handphone di saku celana membuat ia kembali berdiri tegak.

"Siapa yang menelepon?" gerutu Adrian kesal sambil merogoh kantung depan celana untuk mengambil benda pipih itu.

"Ada apa Mama menelepon?" gumam Adrian ketika melihat nama di layar ponsel.

Adrian tidak mau dering ponsel dan pembicaraannya dengan Maya mengganggu ketenangan Lita dan Dava maka, ia memutuskan keluar dari ruang rawat.

"Halo, ada apa, Mah?" tanya Adrian begitu panggilannya tersambung.

"Kenapa kamu tidak bekerja?" tanya Maya kesal.

"Mamah tahu dari mana aku tidak bekerja?" batin Adrian keheranan.

"Adrian!" panggil Maya semakin kesal karena tidak mendapat jawaban.

"Aku sedang ada urusan, Mah," bohong Adrian.

"Urusan apa yang lebih penting dari pekerjaanmu, hah?"

"Mah, aku—"

"Dua hari lalu kami cuti mendadak di salah satu rumah sakit, lalu hari ini kamu malah tidak datang ke semua rumah sakit tempatmu bekerja. Kamu mau mendapat hukuman karena menyepelekan pekerjaanmu? Apa kamu lupa, kamu baru beberapa tahun menjadi dokter spesialis?" omel Maya lagi sampai memotong ucapan Adrian.

"Aku jarang sekali libur selama menjadi dokter umum ataupun dokter spesialis. Kenapa Mamah berlebihan seperti ini?" protes Adrian.

"Papa dan Mamamu sudah dikenal sebagai dokter yang rajin dan disiplin, apa kamu mau merusak reputasi Papa dan Mama?"

"Bukan begitu, Ma."

"Lalu apa, hah?"

Adrian mendengus kesal pada kemarahan Maya yang berlebihan .

"Di mana kamu sekarang?!" Bentak Maya.

"Aku di rumah temanku?"

"Kenapa tadi kamu pergi saat Mama datang ke rumahmu?"

Satu tangan Adrian menggaruk kepalanya yang tidak gatal sebagai luapan kejengkelan pada Maya.

"Jawab, Adrian!" bentak Maya lagi.

"Tadi aku sedang terburu-buru ingin menemui temanku, tapi Mama datang, jadi aku memilih meninggalkan Mama saja."

"Apa temanmu lebih penting dari Mama?"

"Tidak, Mah," sanggah Adrian.

"Lalu kenapa kamu pergi?"

"Aku yakin kedatangan Mama tadi hanya untuk membahas Alicia. Aku malas mendengarnya, jadi aku memilih pergi "

"Itu karena kamu tidak memberitahu Mama keputusanmu. Jika kamu bertanya atau melibatkan Mama pada setiap masalahmu dengan Alicia, Mama tidak akan datang ke rumahmu tadi pagi."

"Mah, mau sampai kapan terus mengaturku? Aku sudah tiga puluh enam tahun. Aku sudah bukan remaja lagi yang harus Mama campuri setiap urusan. Aku juga sudah bukan pria labil yang disetiap keputusanku harus melibatkan Mama."

"Memangnya kamu sudah bisa mengatur semua masalahmu sendiri, hah?"

"Tentu saja aku bisa, Ma—"

"Apanya yang bisa? Jika kamu sudah bisa mengatur masalahmu, tidak akan ada perceraian antara kamu dan Alicia," sela Maya.

Sungguh Adrian muak dengan pembicaraan ini hingga ingin langsung mematikan sambungan telepon, tetapi ia yakin tindakan itu akan membuat Maya semakin marah dan akan semakin banyak ocehannya.

"Minggu ini Mama tunggu kedatanganmu bersama Alicia di rumah. Jika kamu tidak datang, Mama yang akan mendatangimu ke rumah sakit mana pun!" ancam Maya lalu mematikan sambungan teleponnya.

Adrian menghela nafas panjang, mencoba bersabar pada sifat Maya yang selalu mengatur kehidupan semua anak-anaknya.

"Apa yang mau Mama paksakan lagi?" ucap Adrian putus asa.

Adrian menyandarkan punggungnya ke pintu ruangan karena pikiran yang tiba-tiba kacau. Sungguh ia ingin melawan segala aturan Maya dan ingin putus hubungan ibu dan anak dengannya. Namun, bakti dan kasih sayang sebagai anak membuat ia berpikir matang-matang untuk melawannya.

Adrian kembali berdiri tegak karena ia tidak mau larut pada pikirannya tentang Maya. Ia kemudian masuk ke ruang rawat untuk membawa Dava cek darah.

Begitu membuka pintu ruang rawat, mata Adrian langsung terbelalak tak percaya melihat dua tempat tidur di dalam ruang rawat kosong.

"Ke mana Lita dan Dava," gumam Adrian khawatir.

1
AcidFace
Tidak sabar lanjut baca
Hoa xương rồng
Serius, ceritanya bikin aku baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!