Liliana, gadis biasa yang sebelumnya hidup sederhana, dalam semalam hidupnya berubah drastis. Ayahnya jatuh sakit, hutang yang ia kira sudah selesai itu tiba-tiba menggunung. Hingga ia terpaksa menikah i Lucien Dravenhart , seorang CEO yang terkenal dingin, dan misterius—pria yang bahkan belum pernah ia temui sebelumnya.
Pernikahan ini hanyalah kontrak selama satu tahun. Tidak ada cinta. Hanya perjanjian bisnis.
Namun, saat Liliana mulai memasuki dunia Lucien, ia perlahan menyadari bahwa pria itu menyimpan rahasia besar. Dan lebih mengejutkan lagi, Liliana ternyata bukan satu-satunya "pengantin kontrak" yang pernah dimilikinya…
Akankah cinta tumbuh di antara mereka, atau justru luka lama kembali menghancurkan segalanya?
Cerita ini hanyalah karya fiksi dari author, bijaklah dalam memilih kalimat dan bacaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon boospie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21 Bertemu Rayder
Jari jemari lentik itu terlihat menggenggam sangat kuat pada handgrip mobil, setiap detiknya terasa seperti sedang berada di perlombaan pacuan kuda. Mobil yang dinaiki Liliana masih melaju dengan kecepatan diatas rata-rata, dengan pergerakan secepat kilat dalam menghindari mobil mobil dijalanan.
Jantung gadis itu berdetak semakin cepat tatkala, beberapa mobil membunyikan klakson kendaraan mereka untuk menegur sikap ugal-ugalan yang dilakukan mobilnya. Namun bukan tanpa alasan jika tidak karena mobil dibelakangnya masih senantiasa mengejar dengan kecepatan yang sama.
Hingga saat dimana gadis itu menoleh, untuk mencari keberadaan mobil yang mengikuti. Ia dibuat terkejut saat melihat todongan pistol yang dikeluarkan dari jendela mobil orang tersebut.
"PAK! MEREKA BAWA PISTOL!"
Bang!
Satu peluru lolos dari arah mobil belakang, bergerak lurus tepat melampaui kaca mobil Liliana hingga tembus ke bagian kaca depan. Beruntung tidak ada yang terkena akibat insiden itu, hanya saja ketakutan Liliana semakin besar akan ancaman terhadap dirinya.
Belum pernah gadis itu merasakan hal yang harus melibatkan nyawa seperti ini, dikejar oleh sekelompok orang tanpa tahu siapa mereka dan tanpa mengerti apa kesalahannya yang sudah ia perbuat hingga harus mendapat teror.
"Lucien—" gumam Liliana dengan suara parau menahan tangis. Tangannya berusaha mencari keberadaan ponsel didalam tasnya, bahkan didalam keadaan genting seperti ini pencarian itupun masih kesulitan.
Dengan perasaan ragu ia mendial nomer dengan pemilik Lucien tersebut, beberapa detik hanya ada dering ponsel tanpa ada balasan dari sebrang. Liliana kembali mengulang panggilan tersebut untuk beberapa panggilan tetapi nihil, tidak ada satupun panggilannya yang diangkat oleh Lucien.
Ketakutannya semakin bertambah saat mobilnya mulai memasuki area jalan tol yang membentang kedepan tepat dibawah jembatan, yang membuat suasana gelap begitu menyeramkan disana. Jalanan tersebut lebih sepi dibandingkan jalanan sebelumnya hal itu semakin membuat penguntit berani menabrakkan mobilnya beberapa kali hingga membuat sang supir sedikit kehilangan kendali.
"Pak, Lucien tidak bisa dihubungi!" seru Liliana sangat panik.
Pasalnya bunyi peluru yang ditembakkan beberapa kali itu terdengar begitu keras, banyaknya dari mereka telah mengenai bagian mobil. Jantungnya tidak berhenti berdetak, keringatnya pun ikut mengalir di pelipisnya.
"Tidak apa apa non! Didepan sana ada jalanan yang sampingnya ada semak semak belukar yang cukup lebat, saya akan memancing mereka kesana. Nanti jika sudah sampai ditempat itu nona bisa langsung melompat ke semak-semak dan lari menjauh, bersama saya saat ini tidak aman nona!" jelas sang supir.
Kekhawatiran gadis itu kian menyesakkan dadanya, napasnya terasa tercekat didalam. Ia kesulitan fokus disaat seperti ini.
"Berharap mereka tidak mendapati kepergian nona dan terus mengejar saya," sambung sang supir
Liliana mengepal begitu kuat, menahan reaksi tubuhnya yang ingin mengeluarkan air mata, "Tapi—anda bagaimana pak?"
"LOMPAT NON! SAYA GAKPAPA!" teriak sang supir saat mobilnya sampai di samping semak-semak yang dikatakan sebelumnya.
Liliana telah membuka pintu hanya perlu melompat, tetapi dalam beberapa detik ia menatap sang supir. Keraguan mulai menyelimuti pikirannya.
"LOMPAT NON!"
Air matanya jatuh tepat saat kakinya membawa ia melompat keluar mobil.
Tubuhnya mendarat dibelakang semak-semak dengan berguling-guling, tangkai dedaunan yang sedikit tajam itu mampu menggores beberapa bagian di kulit Liliana. Menyadari tidak ada waktu untuknya mengeluh kesakitan, ia segera bangkit dan memaksa tubuhnya untuk berlari hanya berlari menjauh.
Brang!
Suara dentuman terdengar sangat nyaring, dapat dipastikan suara tersebut tercipta akibat hantaman keras dengan dinding beton. Liliana perkirakan itu ialah mobil milik Lucien.
Matanya terpejam membiarkan air mata mengalir lebih cepat, kakinya masih terus berlari dengan tertatih-tatih. Ia tidak peduli harus melewati banyaknya orang dipinggir jalan yang menatapnya dengan tatapan aneh.
"Bos!" panggil seseorang yang terdengar samar-samar ditelinga Liliana, akibat pikirannya yang masih kacau atas apa yang menimpanya.
Hingga sebuah tangan menghentikan larinya, Liliana tampak terkejut bukan main, bahkan gemetar tubuhnya lebih kuat.
"Bos, ini saya Ryder!" seru Ryder guna menyadarkan Liliana.
Gadis langsung terperanjat usai mendengar ucapan orang tersebut, ia menatap Ryder dalam keadaan kacau. Rambutnya sudah berantakan seperti disasak setengah jadi, pakaiannya menjadi sangat kotor serta robek beberapa bagian. Bahkan napasnya terdengar berantakan.
"Ada apa bos? mau saya antar pulang?" tanya Ryder dengan raut khawatir seraya memegang bahu
"Minta tolong ya, antar saya ke apartemen Glories," pinta Liliana ynag langsung diangguki oleh Ryder.
Pria itupun membawa Liliana masuk kedalam mobilnya. Keduanya melaju ditengah-tengah padatnya kota.
Beberapa saat hening melanda keduanya, Liliana masih berusaha menetralkan jantungnya yang berdegup sangat kencang. Sementara Ryder memahami kondisi Liliana yang sepertinya masih belum siap untuk ditanyai.
Hingga satu jam berlalu, mobil itu sampai tepat didepan gedung tinggi yang hampir menggapai langit. Apartemen Glories, salah satu apartemen yang tertinggi dipusat kota, serta termasuk dalam apartemen paling mahal. Tidak heran jika tinggal disini akan sering bertemu dengan beberapa pejabat, artis, bahkan model.
Liliana menatap Ryder dengan raut wajah yang seperti biasa ia tunjukkan pada semua orang. "Terimakasih, Ryder."
Ia pun melangkah keluar dari mobil. Matanya melihat Lucien yang juga berjalan keluar dari apartemen, kedua tangannya berada disaku celana, berjalan tegap menghampiri Liliana.
"Apa yang terjadi?" tanya Lucien dengan tatapan datarnya.
Liliana melangkah mendekat seraya meremat ujung bajunya, "Saya tidak tahu, tiba-tiba—"
"Gunakan saja aku-kamu, Liliana!" titah Lucien dengan tone rendah, yang seketika membuat gadis itu tidak bisa menolak selain menurut.
"Tadi aku sama supir kamu dikejar mobil yang aku sendiri gak tau alasannya, bahkan mereka pakai pistol. Dan sekarang aku gak tau keadaan supir kamu, beliau nyuruh aku buat lari," jelasnya.
Bahkan kini ia tidak mampu membantah Lucien.
"Siapa dia?" Lucien menatap Ryder yang perlahan keluar dari mobil sembari menatap kearah keduanya.
"Dia karyawan Aehara, dia udah menyelamatkan aku," jelas Liliana.
Gadis itu melihat sorot mata Lucien mendadak berubah tajam, meskipun ia selalu menatap datar. Namun kali ini berbeda, Lucien mengeratkan rahang saat menatap Ryder.
"Ikut masuk," pinta Lucien seraya merangkul tubuh gadis itu sedikit kasar, lalu membawanya masuk kedalam apartemen.
"Lepaskan, kasar," gumam Liliana yang langsung menjauhkan diri dari pria itu, ia berjalan mendahului Lucien. Sementara Lucien hanya menghela napas berat.
Setibanya mereka berdua didalam apartemen, Lucien menarik lengan gadis itu untuk menghadap dirinya.
"Jauhi pria itu atau—"
"Kamu mau mulai mengaturku, Lucien?" sela Liliana saat Lucien belum menyelesaikan pembicaraan nya, ternyata itu cukup menyinggung Lucien. Raut mukanya terlihat lebih serius.
Ia menyeringai, "Tidak—aku tidak membuang waktu untuk repot repot mengaturmu!"
"Dengar, Liliana! Diluar sana banyak mata-mata wartawan yang tidak luput mencari setitik kesalahan yang dilakukan. Jika kepergianmu bersamanya menimbulkan rumor tidak enak—pastikan semua akan kau urus sendiri! Atau sesuai kontrak yang tertera, masih ingat bukan?" jelasnya penuh penekanan disetiap kalimatnya.