Naura (22 tahun), seorang ipar yang justru begitu dekat dengan keponakannya, yakni Maryam.
Maryam kerap mengatakan pada Zayad (30 tahun) ayahnya, jika dirinya ingin memiliki seorang ibu. Pertanyaan yang aneh bagi Zayad, sebab Maryam jelas memiliki ibu yang masih hidup bersamanya. Namun Maryam selalu menjawab, "Mama tidak sayang Maryam, Papa."
Salma (27 tahun), istri Zayad dan seorang wanita karir. Kehidupannya full menjadikan karir nomor satu baginya. Salma menyuruh Naura untuk menjaga puterinya selama ini. Namun bagi Salma, Naura layaknya seseorang yang bisa ia atur-atur sesuka hatinya. Sebab, Naura terlahir dari istri kedua ayah Salma.
Kehidupan Naura selama ini, ternyata penuh akan air mata. "Aku tidak meminta untuk dilahirkan dalam situasi seperti ini. Tapi mendiang ibuku selalu bilang, agar aku tetap menjadi orang yang baik." lirih Naura dengan air matanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Ryn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
* * *
'Lusa masuk kerja, kan? Udah sembuh total? Ingin jenguk kamu, tapi nggak mungkin kan? Aku ajak teman wanita yang lain ya, ingin banget ketemu Naura. Lihat kondisi Naura.'
Naura menghela nafas berat, menatap layar ponselnya dan baru saja membaca pesan dari Zayn. Zayad baru saja pergi, menjemput Maryam dan sekalian pulang. Dan kini, Naura berada di rumah barunya tersebut sendirian. Wanita itu sudah terlihat santai dengan piyamanya dan istirahat di dalam kamar.
Bermaksud melihat ponselnya, membuka siapa tahu ada pesan. Dan cukup banyak pesan yang masuk, termasuk dari Zayn adik Zayad. Atau artinya, sekarang jadi adik ipar Naura.
Wanita itu tertegun menatap beberapa pesan dari Zayn. Sebab memang sudah tiga hari ini ia tidak masuk kerja. Naura tidak ada mengabari Zayn sebagai atasannya langsung. Justru Zayad yang memberi tahu Zayn jika Naura sakit. Zayn tentu ingin menjenguk, namun segala cara di upayakan Zayad agar adiknya itu tidak datang. Bagaimana pun, Zayad tidak mau Zayn semakin berharap.
Kini, Naura juga jadi berpikir demikian. "Aku harus bicara padanya nanti saat ke kantor lagi. Aku mengerti perasaan pria itu karena terlihat bagaimana perhatiannya ia selama ini. Sekarang sudah tidak boleh, aku harus memberitahunya jika aku menyukai pria lain."
Naura menarik nafas yang dalam, ia kemudian membalas pesan Zayn. 'Lusa saja ya, kak. Nanti lusa aku ke kantor. Lalu, kita bicara ya. Terima kasih.'
Naura meletakkan ponselnya di atas nakas, wanita itu berbaring di atas ranjang dan menarik selimut. Naura menatap sekitar kamar mewah tersebut dengan senyumannya. Ia lalu mengangkat tangan kanannya dan menatap cincin cantik di jari manisnya.
Mata Naura berkaca-kaca, "Nggak sangka, udah jadi istri sekarang. Ya Allah, semoga pernikahan ini berkah selalu sampai maut memisahkan. Semoga kami bisa menjalani kehidupan pernikahan yang tenang dan tentram. Semoga hal-hal negatif menjauh dari pernikahan kami. Aamiin Allahumma Aamiin."
Naura tersenyum lega dan berbaring miring ke kanan, wanita itu kemudian menatap bantal kosong di sebelahnya. Ia jadi membayangkan, suatu hari nanti Zayad akan tidur di sampingnya. Naura mengulurkan satu tangannya dan mengusap sprei di sampingnya tersebut. Ia kemudian meraih bantal itu dan memeluknya sembari memejamkan mata.
"Anggap saja mas Zayad, Bismillah." tuturnya, kemudian ia pun terlelap tidur.
* * *
"Papa kok terlihat bahagia sekali. Papa senyum-senyum sendiri terus. Hayo..papa kenapa?"
Maryam menatap sang papa dengan penuh curiga, sebab melihat Zayad selalu tersenyum dan wajahnya juga terlihat lebih bersinar. Mereka berdua saja di rumah saat ini, dan Salma belum pulang hingga pukul 9 malam ini.
Zayad tertawa kecil menatap sang puteri, "Papa bahagia, nak. Bahagia sekali. Maryam juga pasti akan bahagia."
"Benarkah? Apa itu, pa?"
Zayap mengusap kepala sang puteri, "Rahasia dulu. Pokoknya, Maryam pasti akan senang nanti jika sudah tahu."
Maryam memajukan bibirnya dengan gemas, "Hmm, menyebalkan! Main rahasia-rahasiaan."
Zayad tertawa kecil, ia gemas dan menggelitiki perut sang puteri. Maryam tentu tertawa renyah dan mereka terlihat begitu bahagia. Hingga, tawa mereka kini terhenti saat mendengar pintu terbuka dan muncul Salma dari ambang pintu. Maryam pun tersenyum canggung.
"Malam mama. Mama udah pulang?"
Salma menatap Maryam sekilas, "Hm."
Zayad menatap Salma dengan tatapan tidak sukanya. Apalagi sekarang, tentu ia semakin tidak suka. Rasanya untuk malam ini tidur di samping Salma pun, pria itu sepertinya akan mencari alasan saja agar tidak tidur di satu kamar. Namun, sepertinya kini takdir berpihak baik pada Zayad.
Salma duduk dengan lelah dan serius menatap suami, juga anaknya. "Mas, besok aku mau dinas ke luar provinsi, ya? Ada proyek baru di Kalimantan, aku harus kesana melihat langsung, mas."
Mata Zayad membulat, pria itu terlihat tenang dan menjawab, "Oh."
Salma menautkan alis, karena tumben Zayad hanya menjawab seperti itu. Biasanya pria itu pasti bertanya, pergi dengan siapa dan berapa lama. Jadi, kini Salma yang menjelaskan sendiri.
"Aku pergi ramai-ramai kok, mas. Ada wanita tiga orang dan prianya lima orang. Kami akan turun tangan langsung, mas. Jadi mungkin sekitar satu atau dua minggu disana. Nggak apa-apa kan, mas? Maryam sama kamu ya, mas? Lagian kan dia sekolah sampai sore. Tinggal kamu jemput aja saat kamu pulang kerja."
Zayad berpikir saat ini, berpikir dengan keras. Pria itu mengangguk, "Baiklah."
Salma sedikit bingung, namun yang penting baginya sudah mendapatkan izin. Wanita itu pun bangkit, "Ya udah, aku ke kamar dulu ya, mas. Capek, mau tidur."
Zayad hanya diam, sebab di dalam kepalanya banyak rencana saat ini. Pria itu pun tersenyum tipis dan menatap Maryam.
"Dua minggu, akan menjadi hari yang menyenangkan buat kamu, nak."
Maryam tentu tak begitu paham, ia hanya tersenyum mengangguk.
* * *
Zayad menatap sebuah koper besar di kamarnya di pagi hari ini. Salma terlihat sibuk menyiapkan berbagai perlengkapannya untuk dinas ke luar provinsi. Wanita itu justru terlihat riang, dan alis Zayad bertaut melihat Salma bahkan tanpa sadar memasukkan beberapa Lingerie ke dalam kopernya.
Pria itu terkekeh di dalam hati, ia tahu ini bukanlah dinas pekerjaan yang seharusnya. Pria itu kemudian keluar dari kamarnya dan hendak pergi ke kantor juga sekalian mengantarkan Maryam ke sekolahnya.
Salma menatap sang suami sejenak, sekali lagi ia merasa aneh melihat sikap Zayad yang seperti tak peduli lagi dengan dirinya. Salma tersenyum miring, "Ada bagusnya juga, dia nggak terlalu cerewet dan kepo sama aku. Jadi aku merasa lebih bebas, nggak tertekan." lirihnya pelan.
Tak berapa lama, Salma pun turun ke lantai dasar dengan koper miliknya. Zayad dan Maryam terlihat sudah bersiap juga untuk berangkat. Maryam pun tersenyum pada sang mama, "Mama mau pergi jauh, ya?"
Salma tersenyum mengangguk, "Iya, sayang. Mama pergi dulu ya, dan baik-baik sama papa di rumah. Mama harus kerja, sayang. Biar bisa belikan Maryam baju dan mainan yang banyak..!"
Maryam justru tertegun, ia menatap Zayad, "Yang belikan justru papa terus." ucapnya dengan polos.
Salma tersenyum canggung, "Nanti mama belikan oleh-oleh dari Kalimantan untuk Maryam. Ok?"
Maryam hanya mengangguk saja, Salma pun pergi begitu saja menuju mobilnya dengan bersemangat. Zayad menatap sang istri, pamit dengan suaminya pun tidak, dan pergi begitu saja. Salma terlihat sudah pergi, Maryam pun menuju mobil sang papa lalu masuk ke dalam.
Zayad melihat sang puteri sudah masuk ke dalam mobil. Pria itu mengambil ponselnya dan menelepon seseorang.
"Dia sudah pergi. Benar, terus ikuti kemana pun langkahnya. Kirimkan foto dan videonya padaku jika ada yang mencurigakan. Hm, aku tunggu."
Zayad menutup sambungan telepon dan menghela nafas berat, "Salma, aku harus kumpulkan banyak bukti, agar kamu nggak bisa berkutik nanti."
* * *
bawa seblak untuk bekalnya, naoura 🤭🤭
Next thor
tingal nunggu si salma jadi .ubi gosong
🤣😅😁😂