"Payungmu hilang, langit pun menghujanimu dengan deras, serta angin yang berhembus juga kencang, yang membuat dirimu basah dan kedinginan"
"Ternyata tidak berhenti sampai disitu saja, hujan yang deras serta angin yang berhembus kencang ikut menenggelamkan dirimu dalam banjir yang menerjang"
"Sampai pada akhirnya kamu menghilang dan yang aku temukan hanyalah luka yang mendalam"
~Erika Aura Yoana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amil Ma'nawi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Play off
Satu minggu kemudian
Haura duduk di kursi pemain cadangan, untuk menonton pertandingan timnya yang sedang bertanding melawan tim yang lumayan kuat di kompetisi season ini.
Haura harap, ia bisa memberikan yang terbaik untuk timnya di hari pertama debutnya. Di set awal, tim Haura tertinggal satu nol. Kemudian sang pelatih menunjuk Haura untuk menggantikan posisi Caca sebagai jungle.
Karena akhir-akhir ini performa dari Caca sudah mulai menurun. Pertandingan di mulai, Haura bermain dengan konsisten. Dia sama sekali tidak membuat kesalahan dan sangat membantu timnya.
Karena Haura selalu bermain apik dan juga penuh kehati-hatian. Haura tahu bagaimana caranya agar mereka dapat memenangkan pertandingan ini. Haura tidak lupa sedikit mengarahkan timnya, agar bisa memenangkan pertandingannya.
Dan akhirnya satu poin mereka dapatkan, di set kedua ini timnya bisa bangkit dan mengalahkan tim lawan dengan sangat mudah. Semua anggota tim begitu memuji cara main Haura yang sangat hebat.
"Gilee,,, hebat banget lo By. Emang gak salah pilih ya, coach Niks"
Ruby tersenyum tipis di balik maskernya, namun tidak terlihat oleh orang yang memperhatikannya. Setelah pertandingan selesai, Ruby pergi terlebih dahulu, karena ia ingin menerima telepon dari Alvan.
"Hallo, assalamualaikum" Haura melihat ke arah sekitar karena takut ada yang melihatnya dan mendengar pembicaraannya dengan Alvan.
"Kamu dimana? Oma nyariin loh"
"Oh iya, ini Haura lagi kerja kelompok, sekarang juga mau pulang kok" Jawabnya dengan berbohong pada Alvan. Karena memang tidak ada yang mengetahui kalau dirinya kini telah menjadi anggota tim e-sport.
"Dimana? Biar Avan jemput aja, nanti kenapa-napa lagi, share lok ya, Avan langsung kesana sekarang" Setelah teleponnya terputus, Haura pun segera mengshare lokasinya saat ini.
"By" Haura terperanjat kaget saat seseorang menepuk pundaknya. "Hah?!"
"Maaf, lo kaget ya? Lo mau pulang sekarang?" Haura mengangguk saat menjawab pertanyaan dari Zuki.
"Buru-buru amat, entar aja bareng, yang lain juga masih di dalam" Sebenarnya, Zuki mengajak Haura untuk kembali masuk kedalam, karena Haura akan di wawancara.
"Emm,,, ada urusan mendadak, jadi harus cepet pulang"
"Oh, yaudah hati-hati ya" Haura mengangguk, dan cepat berlari saat melihat mobil Alvan.
Dari kejauhan, Alvan memperhatikan Haura dengan penampilan yang sangat berbeda. Sampai Haura masuk pun, matanya tidak terlepas.
"Akhirnya, ayo jalan" Haura melihat ke arah Alvan yang sedang melihat ke arahnya tanpa berkedip.
"Avan?" Haura melambaikan tangannya di depan wajah Alvan.
"Eh iya, kenapa?"
"Harusnya Haura yang tanya, kenapa Avan liatin nya kayak gitu, hah?"
"Oh itu,,, ini kamu kok kayak beda banget hari ini. Habis kerja kelompok atau habis play off? Pake pake jersey Recoil segala, sepaket lagi sama jaketnya"
Haura bingung ia harus jawab apa, yang pasti dia harus menjawabnya dengan tepat. "Ini? Ini itu kemarin Haura baru beli, satu paket jadi Haura pake"
"Ouh, yaudah kita langsung pulang ya" Tiba-tiba Alvan mendengar suara perut Haura yang keroncongan. Keduanya saling tukar pandangan dan di akhir dengan gelak tawa.
"Kamu lapar?" Haura tersenyum menampakkan gigi putihnya. "Yaudah kita mampir dulu ke restoran" Akhirnya, Alvan membawa Haura ke restoran.
Di tengah perjalanan menuju restoran, Haura tampak ingin mengatakan sesuatu pada Alvan, namun ia sedikit ragu, tapi mau tidak mau ia harus bicara sebelum terlambat. "Emm Avan" Alvan yang sedang menyetir pun melirik Haura sekilas.
"Hmm?" Haura meremas ujung jaketnya.
"Itu, Erika jangan sampai tau ya, soal penyakit Haura"
"Kenapa?" Haura menundukkan kepalanya. "Haura gak mau aja dia tau, Haura pasti kasih tau dia kok, cuma nyari waktu yang tepat aja" Alvan menepikan mobilnya untuk berbicara pada Haura. Alvan menatap dalam mata Haura dan menggenggam tangannya. "Tapi harus secepatnya kasih tau dia, mau bagaimanapun dia itu sahabat kamu. Seharusnya kamu lebih terbuka sama dia"
"Haura gak mau bikin dia sedih dan khawatir sama Haura, apa lagi bentar lagi ujian"
"Iya gak papa, terserah kamu" Hening, keduanya tidak lagi mengeluarkan suara sebelum Alvan berkata. "Harus sembuh ya, Hora" Seketika itu, mata Haura berair, ia tak kuasa lagi menahan air matanya saat mendengar perkataan terakhir yang Alvan ucapkan.
"Haura takut" Alvan pun membawa Haura kedalam pelukannya. Alvan merasa bersalah karena telah berbicara seperti itu. Pikirannya selalu di penuhi dengan kondisi Haura yang tidak baik-baik saja. Sedangkan itu, adalah hal yang ia benci. Meski raganya terlihat sehat tetapi jiwanya menahan rasa sakit yang hanya bisa ia rasakan sendiri.
Sedari kecil Haura memang begitu, seakan dirinya tidak bisa berbagi rasa sakit dengan orang lain, seakan dunia hanya menindih dirinya sendiri. Hidupnya terasa sesak, matanya sangat sulit untuk melihat kebahagiaan. Bagaimana tidak? Kebahagiaannya telah pergi meninggalkannya sejak kecil, seakan Haura harus mencari kebahagiaannya sendiri.
Dan sekarang ujian hidupnya bertambah, yaitu Haura di beri satu penyakit yang bisa mengancam nyawanya sendiri. Saat sedang di guyur hujan, dirinya pun tenggelam dalam banjir yang menerjang.
Setibanya di sebuah restoran, Alvan menghentikan mobilnya. Tapi, restoran nya terlihat tutup, ia pun berniat untuk memutar balik mobilnya dan mencari tempat makan lain. Namun Haura menghentikannya. "Avan tunggu, kita tanyain dulu, siapa tau masih buka, biar Haura aja yang turun"
Alvan hanya memerhatikan Haura dari dalam mobil, saat itu Haura sedang bertanya pada salah satu pekerja restoran tersebut. "Mas, udah tutup ya?"
"Iya kak, udah tutup" Jawab pekerja tersebut dengan sopan.
"Masa udah tutup si? Biasanya juga sampai jam sembilan malam" Alvan mulai curiga dengan pembicaraan Haura dan laki-laki tersebut.
"Iya kak, di karenakan makanannya sudah habis"
"Cek lagi coba, siapa tau ada sisa" Alvan buru-buru keluar dan menghampiri Haura. "Haura ayo pergi" Alvan memegang kedua bahunya untuk mengajaknya kembali kedalam mobil.
"Enggak Avan, siapa tau ada sisa kan"
"Maaf kak, tapi sudah habis"
"Udah ayo"
"Mas maaf ya" Sebelum pergi kedalam mobil, Alvan meminta tolong terlebih dahulu pada laki-laki tersebut. "Udah dibilang tutup malah maksa" Haura terlihat marah pada Alvan, yang mana saat ini dirinya hanya melihat ke arah jendela. "Marah cenah,,," Haura sama sekali tidak menggubris perkataannya.
Suatu ketika, mobil Alvan melewati toko buah, yang mana disana menyediakan buah semangka yang segar segar. Otomatis mata Haura berbinar dan meminta Alvan untuk membelikannya. "Semangka, Haura mau semangka Avan, cepet beliin" Alvan malah terus melajukan mobilnya dan itu membuat Haura semakin kesal. Haura pun menggoyang goyangkan tangan Alvan yang sedang memegang setir mobil.
"Avan,,, mau semangka,,, beliin,,," Seketika itu, Haura terdiam, karena ia merasakan dadanya yang kembali terasa sangat sesak dan sakit. Haura memejamkan matanya dengan tangan yang belum terlepas dari lengan Alvan. Karena heran dengan Haura yang tiba-tiba diam, Alvan pun bertanya.
"Hora? Kenapa?" Alvan merasakan cengkraman dari Haura. Secepatnya ia menghentikan mobilnya. "Hei, kamu baik-baik aja kan?" Haura melepas cengkramannya dan menyandarkan kepalanya di sandaran kursi mobil. "Tadi obatnya kamu minum gak?" Kini Alvan tau apa yang sedang melanda Haura.
"Lupa" Suaranya begitu lirih, Alvan hampir tidak bisa mendengarnya. Dengan cepat, Alvan menancap gas mobilnya dan sampai di rumah oma.
Bersambung...
Yuk dukung terus aku dalam berkarya ya,,,, jangan lupa like dan bintang limanya
yg penting bersatu kan?
wkwkwk
mksdnya, thor????
salken, Thor