Kevin Darmawan pria berusia 32 tahun, ia seorang pengusaha muda yang sangat sukses di ibukota. Kevin sangat berwibawa dan dingin ,namun sikapnya tersebut membuat para wanita cantik sangat terpesona dengan kegagahan dan ketampanannya. Banyak wanita yang mendekatinya namun tidak sekalipun Kevin mau menggubris mereka.
Suatu hari Kevin terpaksa kembali ke kampung halamannya karena mendapat kabar jika kakeknya sedang sakit. Dengan setengah hati, Kevin Darmawan memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya, Desa Melati, sebuah tempat kecil yang penuh kenangan masa kecilnya. Sudah hampir sepuluh tahun ia meninggalkan desa itu, fokus mengejar karier dan membangun bisnisnya hingga menjadi salah satu pengusaha muda yang diperhitungkan di ibukota.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alya mulai membuka hati
Wanita itu mengulurkan tangan, meraih lengan Andy dengan penuh kasih sayang.
"Sudah lama sekali, Nak. Ibu kangen," katanya, suara lirihnya hampir tenggelam di antara hiruk-pikuk pelanggan toko bunga.
Andy tersenyum canggung, lalu menoleh ke arah Alya yang masih berdiri di samping mereka, tampak bingung dengan situasi itu.
"Ibu, kenalkan, ini Alya. Dia teman sekaligus rekan kerja di sini," ujar Andy memperkenalkan.
Alya segera tersenyum sopan dan mengulurkan tangan,
"Senang bertemu denganmu, Nyonya."
Wanita itu , Ibu Andy menatap Alya lebih lama dari yang seharusnya, lalu menjabat tangan Alya dengan hangat. Namun ia mengingat wajah itu,
"Sepertinya kita pernah bertemu. Kau terlihat...tidak asing." ucapnya, dengan nada suara yang lembut dan penuh percaya.
Alya tersenyum kikuk, mencoba mengingat-ingat. Tapi sekuat apa pun ia berusaha, wajah wanita itu terasa benar-benar baru baginya.
"Mungkin Ibu salah orang," jawab Alya pelan, sedikit bingung.
Namun Ibu Andy menggeleng perlahan, matanya mulai mencermati dan menatap Alya dengan lebih dalam.
"Tidak, Nak... Aku yakin sekali," katanya lirih.
"Aku baru ingat...coklat panas. Ya...kau gadis yang datang di kedai ku dengan basah kuyup malam itu." sambungnya.
Andy yang mendengar percakapan itu ikut penasaran. Ia menatap ibunya dengan heran.
"Ibu, maksud Ibu apa?" tanyanya.
Ibu Andy hanya tersenyum samar, lalu menepuk tangan Alya dengan lembut sebelum berkata,
"Kau gadis itu,bukan? Aku senang kau baik-baik saja."
Alya tertegun, ingatannya yang samar mulai bermunculan di benaknya malam hujan deras, kehangatan secangkir cokelat panas, dan senyum seorang wanita yang memberinya rasa aman, meski hanya sejenak.
"Ibu... itu sudah lama sekali...Terima kasih,Bu.* bisik Alya, suaranya bergetar.
Ibu Andy tersenyum, matanya berkaca-kaca. Ia mengusap lengan Alya dengan lembut, seolah memastikan bahwa gadis yang pernah singgah ditengah hujan dan malam yang sepi benar-benar ada di hadapannya sekarang.
"Aku tidak akan pernah lupa, Nak. Malam itu kau datang sendirian, menggigil kedinginan. Aku ingin membantumu lebih, tapi... aku bersyukur bisa melihatmu disini." ucapnya tulus.
Andy mendengar itu dengan ekspresi semakin bingung. Ia memandang bergantian antara ibunya dan Alya, ternyata dunia ini memang sempit.
***
Sore itu toko tutup lebih awal, Andy membawa ibunya ke apartemennya. Sekalian Andy mengajak Alya untuk pertama kalinya berkunjung ke tempat tinggalnya.
Apartemen Andy tidak terlalu besar, tapi terasa hangat dan nyaman. Dindingnya dihiasi lukisan-lukisan bunga sederhana, aroma harum teh dan kayu manis memenuhi udara, membuat suasana terasa akrab.
"Ibu, duduklah di sini. Aku buatkan teh dulu," ujar Andy, membimbing ibunya ke sofa empuk di ruang tamu.
Alya berdiri kikuk di dekat pintu, merasa agak canggung. Ia tidak ingin mengganggu momen keluarga mereka. Tapi Andy menoleh dan tersenyum menenangkan.
"Alya, jangan berdiri saja. Anggap saja rumah sendiri," katanya ramah.
Dengan ragu, Alya melangkah masuk dan duduk di ujung sofa, tidak jauh dari Ibu Andy. Wanita paruh baya itu menatap Alya penuh kehangatan, membuat gadis itu merasa sedikit lebih tenang.
Tak lama, Andy kembali membawa tiga cangkir teh hangat. Ia meletakkannya di meja, lalu duduk di antara mereka.
Mereka bertiga sempat diam, hanya suara jam dinding yang terdengar berdetak pelan. Hingga akhirnya Ibu Andy memecah keheningan,
"Alya... maukah kau bercerita sedikit tentang dirimu? Aku ingin mengenalmu lebih dekat."
Alya terdiam sejenak, menatap ke dalam cangkir teh di tangannya. Ia ragu, namun melihat senyum tulus dari Ibu Andy, ia merasa tak sanggup menolak.
"Tidak banyak yang bisa diceritakan. Hidup saya sederhana, berpindah-pindah tempat... sampai akhirnya saya bertemu Andy dan bekerja di toko miliknya."
Ibu Andy mengangguk pelan, mendengarkan dengan seksama. Ada sorot kesedihan di matanya, namun ia berusaha tetap tersenyum.
"Kau pasti melewati banyak hal sendirian, ya," ucapnya lembut.
"Tapi lihat dirimu sekarang... kau tumbuh menjadi wanita yang kuat. Aku bangga padamu, Nak."
Alya mengatupkan bibirnya erat-erat, berusaha menahan gejolak emosi yang mendesak di dadanya. Ia tidak ingat kapan terakhir kali ada yang berkata seperti itu padanya.
Andy memandang Alya dengan sorot mata lembut. Ia merasakan betapa berartinya kata-kata ibunya bagi Alya.
"Ibu benar," tambah Andy.
"Alya bukan hanya rekan kerja. Dia... bagian penting dalam hidupku."
Alya tersentak kecil, menatap Andy dengan mata melebar. Andy hanya tersenyum, tenang namun penuh makna. Ibu Andy menatap keduanya bergantian, lalu tertawa kecil.
"Aku mengerti sekarang," katanya sambil mengangguk-angguk pelan.
"Ternyata bukan hanya bunga-bunga di toko itu yang tumbuh, ya... Hati pun ikut tumbuh."
Alya menunduk, wajahnya memerah. Jantungnya bergejolak,Andy memang sosok yang baik dan... Alya sangat menghargai dan ada sesuatu yang mulai tumbuh dari hari ke hari setiap melihat sikap Andy padanya. Sementara Andy hanya terkekeh kecil, tidak membantah ataupun membenarkan.
Sore itu, di apartemen kecil yang sederhana, kehangatan yang hilang perlahan-lahan kembali. Alya merasakan sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan, rumah. Bukan tempat, tapi perasaan.
Sore itu, tanpa kata-kata berlebihan, ikatan yang baru terjalin di antara mereka mulai menguat. Dan tanpa disadari Alya, mungkin... inilah awal dari kehidupan baru yang selama ini ia cari.
Sementara di kota, Kevin menjalani aktivitas seperti biasanya,tanpa wanita dan hanya pekerjaan yang selalu menemaninya. Sejak Alya menolak untuk kembali dan memilih meninggalkan semuanya ,Kevin kembali ke setelan awal,pria dingin dan hanya terobsesi membangun kerajaan bisnisnya.
Kevin duduk sendirian di ruang kantornya yang megah namun terasa kosong. Di tangannya, sebuah foto Alya terselip di antara dokumen-dokumen penting. Matanya menatap kosong ke arah jendela, pikirannya terbang entah ke mana.
Ia menghela napas berat. Kesalahannya telah membawanya ke tepi jurang yang sangat dalam. Ia tak mampu kembali membawa apa yang sudah ia runtuh kan. Kevin terlalu keras kepala untuk mengakuinya, bahkan kepada dirinya sendiri.
Kini,, tidak ada lagi ruang untuk cinta. Hanya ada kerja keras, target yang harus dikejar, dan... kehampaan yang semakin lama semakin sulit ia abaikan.
Tanpa ia sadari, hidup membawa Kevin dan Alya ke jalan yang sangat berbeda. Namun, takdir seringkali punya cara sendiri untuk mempertemukan kembali apa yang pernah hilang.
Soraya masuk ke ruangannya dengan membawa beberapa belanjaan di tangannya. Melihat Kevin yang hanya melamun membuat Soraya senang itu artinya dia tidak harus bersusah payah membuang tenaganya untuk menyingkirkan Alya.
"Kau masih memikirkan gadis itu?." tanya Soraya pelan namun penuh penekanan.
Kevin mengerjap, seolah baru tersadar dari lamunannya. Ia menoleh perlahan ke arah Soraya, sorot matanya gelap dan kosong.
"Bukan urusanmu," jawab Kevin dingin, suaranya terdengar datar.
Soraya meletakkan belanjaan di meja tanpa berkata apa-apa untuk beberapa saat. Ia memandang Kevin, pria yang dulu dikenalnya penuh ambisi, kini justru terlihat... kosong. Bukan karena kekurangan, melainkan kehilangan sesuatu yang lebih penting dari semua yang pernah ia kejar.
"Aku hanya khawatir," ujar Soraya akhirnya, suaranya lembut namun tegas.
"Kau bisa memiliki semua yang kau inginkan di dunia ini, Kevin. Tapi tetap saja... kau tak bisa memaksakan orang lain untuk selalu bersamamu."
Kevin mendengus kecil, hampir seperti tertawa sinis.
"Kau tidak perlu mengajari ku. Aku tahu apa yang aku lakukan.," katanya sambil membalikkan badan, menatap kota dari balik kaca besar di ruangannya.
Cinta datang tanpa qta sadari,, dia tumbuh d dlm hati dlm kelembutan dan kasih sayang...,, bila kau memaksanya utk tumbuh dan d sertai dgn ancaman atwpun kebohongan ,, cinta itu akan berbalik menjauhimu.... Jangan lakukan sesuatu yang akan semakin membuatmu menyesal lebih dalam lagi tuan Kevin.
Tapi,, ga ap2 sih biarlah semua mengalir apa adanya,, biar waktu yg akan mengajarkan kedewasaan,, kebijaksanaan dan kesabaran serta keikhlasan utk Alya dan tuan Kevin. Karna aq yakin...,, mau kemana pun kaki melangkah,, dia tetap tau dimana rumahnya,, kemana pun hati akan berselancar,, dia akan tetap tau dimana rumah utk kembali.
Trus,, pelan2 dekati alyanya...,, jangan maksa2....,, ntar Alya kabur lagi.
Tapi,, Alya jangan mau d ajak pulang sama tuan Kevin yaaa,, Krn masih ad si ular Soraya d rumah.