NovelToon NovelToon
Aku Bukan Siapa-Siapa

Aku Bukan Siapa-Siapa

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi ke Dalam Novel
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Febbfbrynt

Ketidaksengajaan serta pengorbanan dalam sebuah kecelakaan membuat Alena langsung meninggal dan malah mengantarkan nyawa gadis itu dengan bertransmigrasi ke dalam salah satu novel favoritnya. Alena hanya menjadi adik dari salah satu teman protagonis pria—figuran. Dia hanya seorang siswi sekolah biasa, tanpa keterlibatan novel, dan tanpa peran.

Tapi, plotnya hancur karena suatu alasan, hidupnya tidak semulus yang dia bayangkan. Dia membantu masalah semua tokoh, namun di tengah itu, hidupnya tidak aman, ada orang yang selalu ingin mencelakainya.

____

"Aku memang bukan siapa-siapa di sini, tapi bukan berarti aku akan membiarkan mereka menderita seperti alurnya."—Alena.

~•~
note:
- author 'I Am A Nobody' di wp dan di sini sama

- Tokoh utama cerita ini menye-menye, lebay, dan letoy. Jadi, ga disarankan dibaca oleh org yg suka karakter kuat dan ga disarankan untuk org dewasa 20+ membacanya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febbfbrynt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Alena Adik Gue, Ngerti?

"Rav, adek lo, tuh."

Ravael yang hanya sembarang memandang, tatapannya langsung tertuju pada orang yang di ucapkan Radhit. Begitu juga empat orang lainnya mengikuti.

Mereka memperhatikan Alena yang sedang pemanasan bersama ketiga temannya.

"Temennya adek lo lumayan cantik. Gue cepet, ah!" celetuk Radhit seraya menatap Dhita. 

Tak! Alvin langsung menjitak keningnya, di tambah tatapan tajam Andreas yang membuat Radhit meringis.

"Lo mah siapa aja di pepet," cetus Alvin.

"Eh, eh! Sembarangan lo! Gue bukan buaya ya yang cuma bisa godain cewek!" protesnya tidak terima menatap Alvin cemberut. Lalu, beralih pada Andreas. "Dan lo, Dre. Lo kenapa natap gue gitu? Sorry ya, yang gue incer bukan si es Audrey, tapi yang sebelahnya!"

Andreas mengabaikannya. Lalu, tatapannya ke lapang kembali.

"Itu si Christa yang tadi pagi nyebut Alena uler ya? Nyalinya gede banget. Tadinya gue cuma bercanda ngadu sama Audrey, tapi gue gak nyangka reaksi si es bakal lawan mereka beneran ...," gumam Radhit yang masih semua temannya dengar. Lalu, melanjutkan. "Kayaknya si Alena udah jadi sahabat yang cocok buat pencair es nya. Lebih lagi, dia segitunya ngelindungin si Alena dari para parasit itu."

Ravael mengangguk. Dia juga cukup bersyukur karena Alena mempunyai teman yang bisa melindunginya, walaupun Audrey orang yang dingin.

Mereka berenam hanya memandang keempat gadis yang sedang bermain voli cukup lama, karena jamkos mereka sampai waktu Istirahat. Daripada tidak ada kegiatan lain, mereka lebih suka menonton orang spesial di hati mereka masing-masing.

"Liat deh gerak-gerik mereka."

Ucapan serius Rafka membuat kelimanya melihat ke arah yang Rafka tuju. Di sana, ada Christa, Latasha dan Jeane. Posisi ketiganya di belakang Dhita. Mereka memperhatikan Alena yang sedang diajarkan Audrey.

"Kenapa mereka natap Alena gitu? Gue punya firasat buruk." Ravael mengerutkan kening menatap tajam ketiganya. 

Dan benar saja, keenam cowok itu dengan jelas melihat Latasha yang dengan sengaja menghampiri arah bola voli yang di lempar Alena, sehingga mengenai kepalanya.

"Ah!" Sengaja atau tidak sengaja, jeritan Latasha terdengar sangat nyaring walaupun di lapang lumayan berisik.

"Oh, boleh juga," Rafka tersenyum miring.

"Terus nanti Alena yang di salahin, kan?" terka Deva yang diangguki ke limanya.

"Mereka sendiri yang nyari kesalahan sama adek gue!" geram Ravael.

Rafka bergumam. "Satu ... dua ... ti—"

"Alena! Lo kenapa lempar bola ke kepala Latasha?! Lo sengaja, ya?!" 

Teriakan menggelegar Christa memancing semua perhatian orang disekitarnya. Keenam pemuda itu menggeram kesal.

"Mereka punya dendam apa, sih? Bikin gue kesel aja!" gerutu Radhit jengkel.

"Lo jangan deket-deket, dan jangan sentuh Latasha!" teriak jeane menghentikan langkah Alena. Dengan sengaja mengompori. "Kalo lo masih kesel sama omongan gue dan Christa tadi pagi, jangan ngorbanin Latasha dong!" 

Ravael menangkap lirikan Christa ke arahnya. Lalu, tersenyum dingin. "Kayaknya mereka bertiga sengaja narik perhatian kita."

"Terus, mereka berharap Alena bakal kita jauhin, kan?" lanjut Andreas yang sedari tadi diam. 

Mereka mengangguk.

"Ayo, turun. Kita jalani peran yang mereka harepin ...." Lalu Ravael berkata formal. "... saat mereka di terbangkan ke paling atas, ayo hempaskan kemenangan mereka ke paling dasar."

Mereka berenam menyeringai ketika saling menyahuti karena satu pemikiran. Lalu, mereka turun menuju lapangan yang di salah pahami oleh ketiga orang di bawah yang bermuka penuh kemenangan. 

"Oh ... kayaknya dendam masalah pagi tadi toh."

"Beruntung dia dibela banyak orang penting di sekolah ini, tapi gue gak nyangka bakal balas Latasha secara pribadi pake cara ini."

"Serakah banget pengen puas sendiri. Mampus kan dipermalukan kek gini."

"Kasihan juga Latasha, pasti kepalanya puyeng."

"Padahal pas tadi pagi Latasha gak ikut-ikutan buat masalah sama Alena lho, tapi kenapa dia malah nargetin Latasha?"

Setelah memasuki lapangan, mereka bisa mendengar berbagai gosip miring tentang Alena. Sebenarnya sudah tidak tahan untuk membungkam mulut mereka, tetapi saat ini mereka tetap harus mempersiapkan aktingnya.

"Aku minta ma—"

Dengan sengaja Ravael memanggil marah Alena." ALENA!!"

Alena berjengit kaget dengan ekspresi menegang. Lalu ia menoleh melihat mimik wajah marah kakaknya yang baru pertama kali Alena lihat. 

Dengan pupil mata menyusut dan suara gemetar, Alena bergumam. "Kak Rava?"

Sungguh, Alena takut. Ia tidak terbiasa dengan intonasi suara dan ekspresi kakaknya. Alena menggigit bibirnya dan bertanya-tanya. Apakah kakaknya menyukai Latasha sehingga dia sangat marah karena dirinya telah menyakiti orang disukainya. Memikirkan itu membuat ekspresinya pucat.

Ravael tidak kuat melanjutkan aktingnya saat melihat wajah Alena yang pucat dan menahan tangis, jadi dia memberi kode ke Andreas.

Andreas yang di kode melotot, dia juga mana tega?! Tapi dengan terpaksa dia membuka suara sedingin mungkin. "Lo kenapa lemparin bola ke Latasha?"

Tidak ada yang tahu selebar apa senyum Latasha sekarang saat Andreas membelanya.

Air mata sudah menggenang di matanya. Alena mengepalkan tangannya dan menampik dengan suara tersedak. "A-aku kan gak sengaja ...."

Christa, Jeane dan ... Latasha tersenyum miring melihat Alena yang terpojok, dan itu tidak luput dari pandangan keenam cowok itu dan ketiga sahabat Alena. Namun, senyuman miring ketiganya luntur melihat dan mendengar apa yang dilakukan dan dikatakan Rafka

"Kalo gitu, kenapa lo gak lempar kepala dia pake bola basket aja yang lebih keras?" celetuk Rafka santai seraya memeluk Alena yang sudah menangis. 

Mereka yang hadir menonton dan sempat mendengar ucapan Rafka, melotot dan tercengang. Ada yang melotot karena ucapan sembrono Rafka, dan ada juga karena Rafka dengan berani memeluk Alena. 

Alena tenggelam dalam pikirannya dengan perasaan campur aduk, tidak mengerti arah pembicaraan Rafka, jadi dia mengangguk asal sambil membalas pelukannya. Dia tidak pernah di pojokkan seperti ini sehingga membuatnya sesak. 

Ravael yang awalnya akan memisahkan, tidak jadi karena Alena sendiri juga tidak menolak. Dia memang merasa sangat bersalah karena ucapan marahnya tadi.

Mereka yang melotot dengan ucapan Rafka, sekarang rahang mereka hampir jatuh karena anggukan polos Alena. 

Suasana yang sempat tegang, langsung mencair ketika Radhit dan Alvin tertawa terbahak-bahak. Di susul dengan tawa keras Risha dan Dhita. Deva tersenyum tipis dan Andreas terkekeh. Audrey yang amarahnya memuncak langsung mereda mendengar perkataan Rafka. 

"Nggak! Gue kurang puas! Kenapa gak pake buah kelapa aja!" timpal Dhita dengan suara keras di tengah tawanya.

"Nggak, deh! Gue pengennya durian Tok Dalang!" Radhit ikut menimpali.

"Dia bakal mati goblok! Nanti sohib kita masuk besi berjajar."

Ucapan saling sahut menyahut Radhit, Dhita dan Risha, menambah riuh suasana karena tertawa.

Sedangkan, ketiga orang pelaku utama di sana mengepalkan tangannya sambil menggertakkan gigi. Mungkin tidak menduga keadaan akan berbalik ke arah lain,ata dan wajah mereka memerah karena malu dan marah, rasa pusing dan tangisan buaya Latasha sudah hilang entah ke mana.

Mereka yang berada di pihak Alena, tersenyum kemenangan melihat mimik masam ketiga orang itu. Lalu, Audrey mendekat. Mereka bertiga tanpa sadar mundur, merasa deja vu.

"Lo bertiga miris banget, sih. Kalo mau lawan itu yang selevel! Alena berada di atas kalian, jadi jangan nyoba ngelawannya! Apalagi ngefitnahnya pake cara murahan!" ejek Audrey seraya bersedekap dada menatap ketiganya dengan senyuman ironis. 

Tatapan tajam Audrey mengarah ke arah Latasha. Lalu, merendahkan suaranya dan berkata. "Heh, kalian kira, gue gak liat? Walaupun emang Alena sendiri yang lemparin bola itu, tapi lo gak bakal kena kalo lo sendiri gak nyamperin di mana bola itu jatuh, Bego! Cara kalian nyari kesalahan orang lain itu dah basi!"

Setelah puas mencurahkan kekesalan dan melihat wajah pucat mereka, Audrey pergi menghampiri Alena yang sudah melepaskan pelukan Rafka. 

Lalu memeluknya. "Udah, ya, Le. Jangan nangis lagi. Ada kita di sini."

Alena mengangguk sambil membalas pelukan sahabatnya. Dhita Dan Risha mengikuti, suasana menjadi acara pelukan.

"Gue kapan di peluk?" celetuk Radhit dengan nada sedih. Mereka yang mendengarnya tertawa.

Ravael yang tidak sempat menghampiri dan meminta maaf kepada adiknya, hanya menghela nafas. Dengan pandangan menuju ke arah ke arah teman-temannya, ia memberi kode untuk menghadapi tiga orang itu. Mereka yang mengerti mengangguk dan menghampiri tiga gadis yang sudah mundur karena was was.

"KALIAN SEMUA, DENGERIN GUE!" Teriakan Ravael membuat perhatian semua orang tertuju padanya. 

"Alena gak sengaja ngelempar bola voli ke kepala ni orang!" tunjuknya pada Latasha. "Tapi, mereka yang emang udah ngerencanain buat nyalahin Alena! Ni cewek dengan sengaja jalan ke tujuan bola yang Alena lempar supaya kena kepalanya dan ngerubah pandangan dan kesan kalian tentang Alena jadi gak baik!"

Tatapan tajam mereka beralih ke ketiga orang itu yang sudah di permalukan.

"Gue gak nyangka si Latasha ternyata PBB."

"Mungkin kebawa si christa sama Jeane."

"Tetep aja, orang munafik dan bermuka dua itu lebih serem dari pada orang yang blak-blakan sama karakternya sendiri."

"Sebelum itu juga, gak mungkin cewek selembut dan sepolos Latasha temenan sama si Christa itu? Gak mungkin kan Christa mau temenan sama dia kalo karakternya kebalikan sama karakter dia sendiri."

"Iya, bener banget."

Setelah teriakannya menghasilkan perubahan, Ravael menoleh kembali ke tiga gadis itu. "Gue kasih tau, kalo buat strategi untuk ngebuat musuh kalian jatuh itu harus lebih pintar! Biar hasil akhirnya gak jadi orang bego," ejek Ravael penuh penekanan di depan wajah mereka dengan senyum miring.

"By the way, Alena di bawah perlindungan kita, jadi dengan hati dan niat kalian yang buruk, jangan sentuh dia sedikit pun atau berhadapan sama gue. Itu karena ... Alena adik gue, ngerti?"

Mereka bertiga melotot mendengar kalimat terakhir.

1
Fitri Apriyani
bagus banget kk cuma ap nya kuma satu bab jadi aku lama nunguin nya mana dah ngak sabar lagi aku harap jangan gantung ya ceritanya harus sampai tamat oke kk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!