Bai Xue nona muda keempat dari keluarga bangsawan Bai. Di asingkan di perbatasan saat usianya baru mencapai tujuh tahunan. Saat kembali ke Ibu Kota di usianya yang kesembilan belas tahun. Dia di jebak adik kelimanya, sehingga harus bermalam bersama Tuan muda kedua Jiang. Dan dengan terpaksa Bai Xue harus menikah menjadi Nyonya kedua di kediaman Jiang.
Di tahun ke tiga pernikahannya, wanita muda itu di temukan terbunuh dengan banyaknya sayatan di sekujur tubuhnya. Wajah cantiknya bahkan tidak lagi dapat di kenali.
Semua penderitaan yang ia jalani sepanjang hidupnya seperti mimpi menakutkan. Sehingga wanita muda itu dapat terbangun kembali dengan jiwa yang telah berpindah ketubuh gadis muda berusia enam belas tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ibu Kota
Cukup lama Bai Qi bisa meyakinkan kedua orangtuanya. Namun karena kakak keduanya ikut dalam perjalanan dan kakak ketiganya juga telah ada lebih dulu di Ibu Kota. Tuan kedua Bai Haoran dan Nyonya kedua Bai baru memiliki keberanian membiarkan putrinya ikut serta dalam perjalanan. Setelah mendapatkan izin dari kedua orangtuanya Bai Qi mulai mempersiapkan semua keperluan untuk ikut pergi ke Ibu Kota bersama keluarga pamannya.
Sekitar jam empat sore rombongan rumah tangga pertama Bai Zheng melakukan perjalanan yang akan memakan waktu selama beberapa hari. Lima kereta kuda melaju meninggalkan kota Liang di ikuti dua puluh penjaga kediaman rumah tangga pertama. Dan seratus penjaga kediaman ruangan tangga kedua.
Perjalanan berlangsung tanpa adanya gangguan hingga rombongan sampai di depan pintu gerbang utama Ibu Kota. Bai Qi menyandarkan tubuhnya lalu membuka kain penutup jendela kereta. Ingatan di kehidupan sebelumnya seperti bilahan pisau yang langsung menusuk tanpa henti di dadanya. 'Aku telah kembali.' Gumamnya dalam hati.
"Kembali kekediaman Bai di arah timur," ujar Tuan muda kedua Bai memberikan perintah.
"Baik." Kusir memberikan jawaban. Seketika kereta di arahkan kejalur lain. Samua penjaga kediaman rumah tangga kedua juga mengikuti dengan patuh.
Di dalam kereta lain yang melaju Nyonya pertama Liu Zhe menyibak penutup jendela memperhatikan keadaan di luar. "Aku akan mencoba meyakinkan keponakan perempuan untuk ikut tinggal bersama kita. Setidaknya dengan begitu hubungan kedua keluarga yang renggang akan dapat di ikat perlahan. Orang luar juga akan memberikan tanggapan yang memuaskan. Mereka yang berniat menjatuhkan keluarga kita. Tidak akan memiliki keberanian lagi untuk bertindak terlalu jauh."
Seringaian tipis terlintas di wajah Tuan pertama Bai Zheng meski kedua matanya terpejam. "Jangan melakukan tindakan berlebihan. Aku tidak ingin kesempatan berharga ini lepas lagi."
"Suamiku tenang saja. Kali ini aku akan lebih berhati-hati." Kain penutup jendela kereta di jatuhkan kembali. Nyonya pertama Liu Zhe juga menarik tubuhnya masuk kedalam dan duduk dengan tenang.
Sesampainya di kediaman rumah tangga kedua Bai. Penyambutan terlihat cukup meriah. Tuan muda ketiga Bai Muyang sudah menanti penuh antusias di depan pintu masuk utama. Di saat kereta kuda berhenti, pria muda itu langsung berlari naik kedalam kereta. "Adik keempat selamat datang di Ibu Kota." Kelopak bunga yang ia simpan di balik bajunya di taburkan berulang kali. "Kakak kedua. Tolong jangan menghalangi pandangan," ujarnya dengan wajah datar. Namun di saat dia melihat adik keempatnya. Senyuman terlihat merekah lebar di bibirnya. "Kakak kedua akan membantumu."
"Jangan menghalangi jalan." Tuan muda kedua Bai Muchen mendorong tubuh adik ketiganya agar menjauh. Baru setelahnya dia menggandeng tangan adik keempatnya untuk turun dari kereta.
Bai Qi hanya tersenyum menahan tawa melihat tatapan kakak ketiganya yang terlihat cemberut.
Setelah mereka keluar dari kereta seorang Kasim istana berlari kencang menghampiri mereka. "Nona keempat, Selir Agung memberikan surat undangan untuk anda." Memberikan surat yang ada di tangannya.
Bai Qi mengambil surat yang ada di tangan Kasim itu. Dia berkata, "Besok pagi aku akan datang memberikan salam kepada Ibu angkat."
"Baik." Kasim itu memberikan hormat lalu pergi.
Tuan muda ketiga Bai Muyang menatap dengan tidak nyaman. "Qi er, kamu baru saja tiba. Tidak seharusnya menyetujuinya dengan mudah. Wajahmu terlihat pucat juga kuyu setelah menempuh perjalanan panjang." Membantu memapah adiknya masuk kedalam kediaman.
"Benar. Kamu masih harus beristirahat. Lebih baik pergi setelah kamu benar-benar sehat." Tuan muda kedua Bai Muchen juga merasa tidak tega dengan adik keempatnya. Kesehatan Bai Qi terus terganggu setelah kejadian pembatalan lamaran pernikahannya. Sebagai seorang kakak tentu Bai Muchen tidak bisa membiarkan adiknya terlalu kelelahan secara fisik dan mental. "Kakak akan memberikan surat balasan. Kamu tidak perlu pergi untuk beberapa hari kedepan."
"Kakak, aku harus pergi. Selir Agung sudah menjadikan aku sebagai putri angkatnya. Penolakan tentu akan membuat keluarga kita dalam masalah. Aku akan pergi sebentar saja dan kembali dalam dua jam." Bai Qi mencoba meyakinkan kedua kakaknya.
"Selir Agung memang orang yang sulit di hadapi," saut Tuan muda ketiga. "Ehmm..." Berdeham. "Kakak sudah menyiapkan satu kamar utama dengan dekorasi yang pastinya kamu suka." Dia sudah tidak sabar memberikan kejutan untuk adik keempatnya. "Kakak menyiapkan semua barang dan tata letak ruangan sesuai selera adik keempat." Setelah melewati dua halaman berbeda. Mereka akhirnya sampai di salah satu halaman sangat luas yang di penuhi berbagai macam bunga. "Kakak sudah menanam seratus jenis bunga berbeda. Bagaimana? Apa kamu menyukainya?"
Taman luas untuk ukuran satu halaman di dalam kediaman. Tentu sangatlah mewah juga megah. Di tambah Paviliun tidak terlalu kecil namun bisa di gunakan bersantai. Ada juga kolam ikan di tengah-tengah taman dengan jembatan penghubung jalur seberang. Bau harum terasa menyegarkan di saat seratus jenis bunga telah mekar secara bersamaan. "Kakak, aku menyukainya. Ini sangat indah." Bai Qi berjalan perjalan menuju kearah ayunan yang telah di tempati tanaman menjalar dengan bunga berwarna keunguan.
Baru saja gadis itu ingin duduk di atas ayunan kakak ketiganya menghadang. "Tunggu, ini masih kotor." Tuan muda ketiga membersihkan ayunan dengan saputangannya. "Sekarang tuan putri bisa duduk dengan lebih nyaman."
"Terima kasih," ujar Bai Qi dengan senyuman penuh kebahagiaan. Dia duduk di atas ayunan penuh kenyamanan. Kakak keduanya mengayun perlahan. Sedangkan kakak ketiganya mengambilkan buah anggur segar dari tangan pelayan yang selalu mengikuti mereka sejak masuk kedalam kediaman.
"Song," teriak Tuan muda ketiga cukup kuat namun tidak ada tanggapan. "Song..."
Masih tidak ada tanggapan.
"Dia benar-benar cukup sulit di atasi. Ssoooonnggg..." Teriakannya semakin kuat. "Uhuhkkk..." Bahkan membuat tenggorokan sakit.
"Tuan muda ketiga." Suara sautan terdengar dari atas atap kediaman.
Treekkk...
Seorang wanita muda berlari kuat dari atap kediaman. Dan langsung melompat turun tepat di hadapan semua orang. Tangan kirinya menggenggam pedang yang telah berada di dalam sarungnya. "Tuan muda ketiga, Tuan muda kedua, Nona keempat." Memberikan hormat.
"Qi er, dia pengawal rahasia milik kakak pertama. Dia selalu tinggal di kediaman menjaga keamanan di sini. Sekarang dia akan menjagamu jika kami berdua tidak ada di kediaman," kata Tuan muda ketiga Bai Muyang. Dia menatap kearah pengawal rahasia. "Meksipun pendengarannya sedikit bermasalah. Tapi dia cukup ahli dalam ilmu pedang."
"Tuan muda kedua, pendengaranku masih sangat bagus." Pengawal Song menatap malas.
"Aku harus memanggilmu berulang kali baru kamu keluar dari tempat persembunyian. Tentu saja karena pendengaran yang membuat responmu sangat lambat." Tuan muda ketiga Bai Muyang memberikan bantahan yang menurut dirinya masuk akal.
Dengan tatapan tidak terlalu peduli. Pengawal Song berkata, "Itu karena aku malas menerima panggilan darimu. Tuan muda ketiga selalu saja membuatku menjadi tameng untuk wanita-wanita yang datang di kediaman." Menyilangkan kedua tangannya di dada. "Pekerjaan itu lebih melelahkan dari pada membunuh puluhan musuh."
Mendengar jawaban itu Tuan muda ketiga Bai Muyang tersenyum dengan tatapan merasa bersalah. "Aku juga tidak ingin hal itu terjadi. Tapi mau bagaimana lagi. Ketampanan ini terlalu memikat. Aku juga tidak memiliki cara lain. Harap kamu memakluminya." Menepuk pundak pengawal Song.
Tuan muda kedua Bai Muchen dan Bai Qi tertawa memerhatikan kedua orang yang terus berdebat di depan mereka berdua.