NovelToon NovelToon
Detik Yang Membekas

Detik Yang Membekas

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Misteri / Romansa Fantasi / Diam-Diam Cinta / Romansa / Office Romance
Popularitas:30.5k
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Vicky Nihalani Bisri

Di dermaga Pantai Marina, cinta abadi Aira dan Raka menjadi warisan keluarga yang tak ternilai. Namun, ketika Ocean Lux Resorts mengancam mengubah dermaga itu menjadi resort mewah, Laut dan generasi baru, Ombak, Gelombang, Pasang, berjuang mati-matian. Kotak misterius Aira dan Raka mengungkap peta rahasia dan nama “Dian,” sosok dari masa lalu yang bisa menyelamatkan atau menghancurkan. Di tengah badai, tembakan, dan pengkhianatan, mereka berlomba melawan waktu untuk menyelamatkan dermaga cinta leluhur mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Vicky Nihalani Bisri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CH - 21 : Angin Perubahan

Seminggu telah berlalu sejak pernikahan Aira dan Raka, dan mereka kini telah kembali ke rutinitas mereka di Semarang.

Mereka tinggal di sebuah rumah kecil di daerah Candi, rumah yang mereka sewa sebagai langkah awal menuju kehidupan baru mereka.

Rumah itu sederhana, dengan halaman kecil di depan yang dipenuhi tanaman bunga, dan ruang tamu yang hangat dengan sofa bekas yang mereka beli dari pasar loak.

Aira dan Raka menghabiskan hari-hari pertama mereka sebagai pasangan suami istri dengan penuh kebahagiaan, menata rumah, memasak bersama, dan merencanakan proyek-proyek baru mereka.

Pagi itu, Aira duduk di meja kecil di sudut ruang tamu, mengetik dengan fokus di laptopnya. Dia sedang memulai novel baru yang terinspirasi dari kisah cinta mereka, seperti yang dia ceritakan kepada Raka saat bulan madu.

Cahaya matahari pagi menyelinap melalui jendela, menerangi wajahnya yang penuh konsentrasi. Raka, yang baru saja selesai mandi, masuk ke ruang tamu dengan handuk kecil di lehernya, tersenyum saat melihat Aira begitu asyik menulis.

“Pagi, istriku,” sapa Raka, mendekati Aira dan mencium pipinya dengan lembut.

“Lagi nulis apa? Udah sampe mana ceritanya?” Aira tersenyum, menoleh ke arah Raka dengan mata berbinar.

“Pagi, suamiku,” balasnya, nadanya penuh kelembutan.

“Aku lagi nulis bab pertama novel baru kita. Aku ceritain tentang pertama kali kita ketemu di bawah hujan, saat kamu nawarin aku payung. Aku… aku pengen orang ngerasain apa yang aku rasain saat itu,” katanya, suaranya penuh semangat.

Raka duduk di samping Aira, membaca beberapa baris di layar laptop.

“Aira, ini bagus banget. Aku… aku ngerasa kayak balik ke momen itu lagi. Aku yakin pembaca mu bakal suka,” katanya, tangannya memegang tangan Aira dengan lembut.

Aira tersenyum, merasa ada kehangatan yang menjalar di dadanya.

“Makasih, Raka. Aku… aku harap gitu. Aku juga mau minta tolong kamu bikin sketsa cover-nya, ya. Aku pengen cover-nya punya siluet kita di bawah payung, dengan latar hujan yang lembut,” katanya, matanya penuh harapan.

Raka mengangguk, tersenyum lebar.

“Pasti, Aira. Aku bakal bikin sketsa yang bikin ceritamu makin hidup. Aku… aku seneng banget kita bisa kerja bareng lagi,” katanya, nadanya penuh antusias.

Setelah sarapan bersama, roti bakar dengan selai kacang buatan Aira dan dua cangkir kopi, Raka pergi ke studio kecilnya di sudut rumah, tempat dia mulai mengerjakan desain untuk beberapa klien dan sketsa cover untuk novel Aira.

Aira melanjutkan menulis, sesekali melirik ke arah Raka yang sedang menggambar dengan fokus. Suasana rumah mereka terasa penuh harmoni, seperti dua jiwa yang saling melengkapi dalam setiap langkah mereka.

Tapi di tengah kebahagiaan itu, angin perubahan mulai bertiup. Siang itu, saat Aira sedang istirahat sejenak dengan secangkir teh di tangan, ponselnya bergetar, menampilkan pesan dari Nadia.

“Aira, aku dapet kabar bagus! Penerbit di Jakarta tertarik buat nerbitin novel barumu, mereka suka konsepnya pas aku ceritain. Tapi… mereka minta kamu ke Jakarta buat ketemu langsung sama tim mereka. Bisa minggu depan?” tulis Nadia, diakhiri dengan emoticon senyum.

Aira membaca pesan itu dengan mata membelalak, jantungnya berdegup kencang. Dia senang mendengar kabar itu, tapi ada sedikit kecemasan yang muncul, ingatan tentang jarak yang pernah memisahkan mereka dengan Raka membuatnya ragu.

Dia menoleh ke arah Raka, yang masih sibuk menggambar, dan menghela napas sebelum memanggilnya.

“Raka… aku dapet kabar dari Mbak Nadia,” katanya, nadanya hati-hati.

Raka menoleh, alisnya terangkat.

“Kabar apa, Aira? Keliatan serius,” tanyanya, bangkit dari kursinya dan duduk di samping Aira.

Aira menunjukkan pesan dari Nadia, lalu menatap Raka dengan mata penuh keraguan.

“Penerbit di Jakarta tertarik sama novel baruku, Raka. Tapi… mereka minta aku ke sana minggu depan buat ketemu langsung. Aku… aku takut, Raka. Aku takut jarak ini bikin kita kayak dulu lagi,” katanya, suaranya gemetar.

Raka terdiam sejenak, mencerna kata-kata Aira. Dia lalu tersenyum, tangannya memegang tangan Aira dengan erat.

“Aira, dengerin aku. Aku seneng banget denger kabar ini, ini kesempatan besar buat kamu, buat kariermu. Aku… aku enggak mau kamu takut soal jarak lagi. Kita udah lewatin itu, dan kita lebih kuat sekarang. Aku bakal ikut sama kamu ke Jakarta,” katanya, nadanya penuh keyakinan.

Aira membelalak, tidak menyangka dengan jawaban Raka.

“Raka… kamu serius? Tapi… kamu kan juga punya proyek di sini. Aku enggak mau ganggu kerjaanmu,” katanya, suaranya penuh kekhawatiran.

Raka menggeleng, tersenyum lembut.

“Aira, kamu lebih penting dari apa pun. Aku bisa bawa kerjaanku ke Jakarta, aku kan cuma butuh laptop sama tablet grafis. Aku… aku pengen nemenin kamu, dukung kamu langsung di sana. Kita hadapin ini bareng, ya,” katanya, nadanya penuh kelembutan.

Aira tersenyum, air mata haru mengalir di pipinya.

“Raka… makasih. Aku… aku ngerasa lega banget denger kamu bilang gitu. Aku… aku sayang kamu,” katanya, lalu memeluk Raka erat.

Raka membalas pelukan itu, mencium puncak kepala Aira.

“Aku juga sayang kamu, Aira. Aku janji, kita bakal lewatin semua bareng, enggak ada lagi jarak yang bikin kita takut,” katanya, suaranya penuh janji.

Minggu itu, Aira dan Raka bersiap untuk perjalanan mereka ke Jakarta. Aira membawa laptop dan beberapa catatan untuk presentasi novelnya, sementara Raka membawa peralatan desainnya, termasuk tablet grafis dan sketsa awal untuk cover novel Aira.

Mereka berangkat dengan kereta pagi, duduk berdampingan sambil mengobrol santai tentang rencana mereka di Jakarta. Aira bersandar di bahu Raka, merasa ada ketenangan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya, ketenangan yang datang dari kehadiran Raka di sisinya.

Sampai di Jakarta, mereka menginap di sebuah hotel kecil yang dekat dengan kantor penerbit. Malam itu, mereka makan malam di sebuah warung makan sederhana, memesan nasi uduk dengan ayam goreng dan sambal terasi.

Aira tersenyum, menikmati momen sederhana ini bersama Raka.

“Raka… aku seneng banget kamu nemenin aku. Aku… aku ngerasa lebih berani sekarang,” katanya, suaranya lembut.

Raka tersenyum, tangannya memegang tangan Aira.

“Aku juga seneng, Aira. Aku… aku mau kita selalu bareng kayak gini, dukung impian masing-masing, nikmatin setiap momen bareng. Aku sayang kamu,” katanya, nadanya penuh kasih.

Keesokan harinya, Aira dan Raka pergi ke kantor penerbit untuk bertemu dengan tim. Aira tampak gugup, tapi kehadiran Raka yang duduk di sampingnya memberikan kekuatan.

Dia mempresentasikan konsep novelnya dengan penuh semangat, menceritakan tentang kisah cinta yang terinspirasi dari perjalanannya dengan Raka, tentang hujan, dermaga, dan cinta yang bertahan meskipun ada jarak dan tantangan.

Tim penerbit terlihat terkesan, beberapa di antara mereka bahkan berkaca-kaca saat Aira membacakan bagian dari bab pertama.

“Kami suka banget konsepnya, Aira,” kata seorang editor bernama Pak Bima, tersenyum lebar.

“Ceritamu punya emosi yang kuat, dan kami yakin ini bakal diterima pembaca. Kami mau lanjutin proyek ini, kami bakal kirim kontrak dalam beberapa hari. Selamat, ya!” Aira tersenyum lebar, air mata bahagia mengalir di pipinya.

“Makasih, Pak. Aku… aku seneng banget denger ini,” katanya, lalu menoleh ke Raka, yang tersenyum penuh kebanggaan.

Setelah pertemuan selesai, Aira dan Raka memutuskan untuk jalan-jalan sebentar di Jakarta sebelum pulang.

Mereka pergi ke Monas, berjalan bergandengan tangan sambil menikmati suasana kota yang sibuk.

Aira tersenyum, merasa ada angin perubahan yang membawa mereka ke arah yang lebih baik.

“Raka… aku ngerasa hidupku penuh harapan sekarang. Aku… aku pengen kita terus bareng kayak gini, ngejar mimpi bareng,” katanya, suaranya lembut.

Raka tersenyum, memeluk Aira erat.

“Aku janji, Aira. Kita bakal bareng terus—ngejar mimpi, bikin kenangan, dan… mungkin suatu hari nanti, bikin keluarga kecil kita. Aku sayang kamu, selamanya,” katanya, nadanya penuh cinta.

Di bawah mentari Jakarta yang terik, Aira dan Raka saling berpelukan, merasa bahwa angin perubahan ini membawa mereka ke petualangan baru, petualangan yang akan mereka jalani bersama, dengan cinta sebagai pemandunya.

1
Miu Nih.
maasyaa Allaah, kisahnya indah ☺☺
tuan angkasa: terima kasih🙏
total 1 replies
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
siapa itu Rinai? koq kayak merk kom...r yaa thor🙏🏻
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ: melodi tuh bagus bt nama
tuan angkasa: wkwkw iya kah? tpi bagus ih
total 4 replies
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
melodi cinta 🤩🤩🤩
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
selamat yaa Aira dn Raka.....samawa
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ: siyaapp
tuan angkasa: yu ikuti terus cerita mereka hehe
total 2 replies
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
yesss i do......🥰🥰
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
aamiin
Delbar
aku mampir kak 💪💪💪💪
tuan angkasa: terima kasih kak🙏
total 1 replies
Bee Sa Maa
novelnya bagus, menarik, ceritanya ringan, lucu dan menghibur, lanjutkan thor!
Dante
kok bisa sih, selucuuu ini 🐣
tuan angkasa: bisa dong, kek yang bacanya juga lucu
total 1 replies
Miu Nih.
arg! nusuk banget ini 🥲
tuan angkasa: bener kak😢 semangat yaa
total 1 replies
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
LDRan ceritanya yaa
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ: siyaapp
tuan angkasa: hehe, pasti relate nih kakak nanti ngebaca nya dari hari ke hari, tenang aja, kita up setiap pukul 5 sore setiap harinya, stay tuned yaa:)
total 4 replies
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
saling melengkapi....
Miu Nih.
untuk bisa masuk ke dalam cerita gitu emang butuh detail yang 'sangat' ,,tapi beda di novel digital itu emang perlu jalan cerita yang cepat tak tak tak gitu biar langsung ngena pembaca...

padahal niatnya ya itu author bikin cerita yang bisa nyentuh, memaknai setiap paragraf, enggak sekedar cerita dan bikin plot... kamu tahu, aku bikin jalan cerita 3 hari itu menghabiskan 15 bab 🤣🤣
tuan angkasa: wah 3 hari 15 BAB termasuk cepet loh kak
total 1 replies
Miu Nih.
cocok nih raka sama Aira... raka bisa bantu bikin sketsa gitu, nanti bisa jadi komik atau lightnovel 🤗
Miu Nih.
betul, aku juga merasa begitu? menurutmu apa tantangan dalam menulis novel digital gitu?
Miu Nih.
Halo Aira, nama kita sama 🤗
mampir bentar dulu yaa... lanjut nanti sekalian nunggu up 👍

jgn lupa mampir juga di 'aku akan mencintaimu suamiku' 😉
tuan angkasa: hai kak aira, terima kasih sudah mampir, ditunggu kedatangannya kembali😊

baik
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!