NovelToon NovelToon
Kontrak Pacar Pura-Pura

Kontrak Pacar Pura-Pura

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Dijodohkan Orang Tua / Kekasih misterius / Perjodohan
Popularitas:152
Nilai: 5
Nama Author: SineenArena

Untuk menghindari perjodohan, mahasiswa populer bernama Juan menyewa Yuni, mahasiswi cerdas yang butuh uang, untuk menjadi pacar pura-puranya. Mereka membuat kontrak dengan aturan jelas, termasuk "dilarang baper". Namun, saat mereka terus berakting mesra di kampus dan di depan keluarga Juan, batas antara kepura-puraan dan perasaan nyata mulai kabur, memaksa mereka menghadapi cinta yang tidak ada dalam skenario.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SineenArena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8 - Tatapan Penuh Selidik

Yuni mengunci pintu bilik toilet.

Dia bersandar di dinding yang dingin dan berbau disinfektan.

Ubinnya yang berwarna krem pudar terasa menusuk punggungnya.

Pesan dari Juan masih menyala di layarnya.

"Sukses. Sesuai rencana."

Sukses.

Yuni tertawa.

Tawa yang nyaris seperti isakan.

Dia baru saja menghancurkan satu-satunya persahabatan yang dia miliki.

Dia baru saja menjadi topik gosip terpanas di kampus.

Dia disebut "pembantu".

Dia disebut "taruhan".

Dan bagi Juan... itu semua adalah "sukses".

Bagi Juan, dia hanyalah sebuah bidak catur yang baru saja berhasil menjalankan tugasnya.

Air mata yang dia tahan di kelas tadi, akhirnya jatuh.

Satu. Dua.

Dia menghapusnya dengan kasar.

Dia tidak boleh menangis.

Pasal Tiga. Dilarang baper.

Air mata ini... ini bukan perasaan romantis.

Ini adalah kemarahan.

Ini adalah rasa malu.

Dan yang paling parah, ini adalah rasa takut.

Takut karena dia baru menyadari betapa dalam dia terjerat.

"Aktingmu kaku," katanya pada pantulannya di dinding logam tempat tisu toilet.

"Kamu pembohong yang buruk."

Sarah, sahabatnya, bisa melihatnya.

Dia, yang tidak terlatih, bisa melihat kepalsuan Yuni.

Bagaimana nanti dia akan menghadapi Oma-nya Juan? Seorang wanita yang, menurut Juan, "bisa membedakan emas dari kuningan"?

Dia akan gagal.

Dia akan ketahuan.

Dan lalu... Pasal 5. Klausul Wanprestasi. 200%.

Dia akan berutang pada Juan seumur hidupnya.

Pikiran itu lebih menakutkan daripada gosip apapun.

Uang yang baru saja dia kirimkan ke ibunya... dia harus mengembalikannya dua kali lipat.

Itu mustahil.

Dia akan menjadi budak Juan selamanya.

Dia harus lebih baik.

Jika dia akan menjadi pembohong, setidaknya dia harus jadi pembohong yang meyakinkan.

Dia harus bertahan tiga puluh hari.

Dua puluh sembilan hari lagi.

Dia sudah dibayar.

Dia menarik napas.

Membasuh wajahnya di wastafel. Airnya dingin, menampar kulitnya.

Mata-matanya merah.

Dia menatap pantulan dirinya di cermin yang retak.

"Kamu bukan Yuni," bisiknya. "Kamu adalah aktris."

"Aktris... yang sedang memerankan Yuni."

Dia keluar dari toilet.

Dia berjalan keluar dari gedung Fakultas Sastra.

Perasaan paranoia itu kembali.

Lebih buruk dari sebelumnya.

Jika tadi dia hanya merasa diperhatikan, sekarang dia tahu dia sedang diperhatikan.

Sekelompok mahasiswa di depan auditorium berhenti bicara saat dia lewat.

Mereka tidak berbisik.

Mereka menatapnya terang-terangan.

Tatapan penuh selidik.

"Itu ceweknya."

"Seriusan?"

"Kok bisa?"

Yuni menegakkan punggungnya.

Dia teringat kata-kata Juan.

"Tampil biasa saja. Seperti... kamu."

"Kontrasnya bagus."

Jadi, dia akan memberi mereka kontras.

Dia mengangkat dagunya sedikit.

Dia berjalan lurus, menatap ke depan.

Tidak lagi menunduk.

Dia tidak akan terlihat seperti korban taruhan.

Dia akan terlihat seperti...

Dia tidak tahu harus terlihat seperti apa.

Dia hanya berjalan.

Dia melewati mading utama.

Sekelompok mahasiswi dari Fakultas Komunikasi, tipe yang selalu sempurna, sedang melihat ke arahnya dan berbisik.

Salah satu dari mereka tertawa.

Tawa yang meremehkan.

Yuni terus berjalan.

Setiap langkah terasa seperti di atas bara api.

Dia harus pergi ke tempat amannya.

Satu-satunya tempat yang masih dia percaya.

Perpustakaan.

Dia tiba di perpustakaan pusat.

Dia punya jadwal shift sukarelawan jam 3 sore.

Dia dua jam lebih awal.

Dia masuk.

Udara dingin ber-AC dan bau buku tua menyambutnya.

Dia menarik napas lega.

Di sini, semua orang diam.

Di sini, semua orang sibuk dengan dunia mereka sendiri.

Dia berjalan menuju meja sirkulasi.

Bu Reni, kepala perpustakaan yang ramah, sedang bertugas.

"Yuni," sapa Bu Reni, tersenyum. "Kamu tidak ada jadwal, kan?"

"Saya tahu, Bu. Saya... mau baca-baca saja."

"Baguslah," kata Bu Reni.

Lalu, senyum Bu Reni sedikit memudar.

Dia meletakkan kacamatanya.

Dia menatap Yuni.

Bukan tatapan menghakimi.

Hanya... tatapan ingin tahu.

"Kamu... baik-baik saja, Nduk?" tanya Bu Reni pelan.

Jantung Yuni berdebar.

"Kenapa, Bu?"

"Tadi... ada beberapa mahasiswa dari Fakultas Bisnis ke sini."

"Mereka tidak cari buku."

"Mereka... cari kamu."

Perut Yuni melilit.

"Cari saya?"

"Iya. Tanya, 'Mbak Yuni yang sukarelawan di sini ada?'."

"Saya bilang kamu ada jadwal nanti sore."

"Mereka cekikikan."

"Lalu ada lagi, beberapa mahasiswi dari Komunikasi. Bertanya hal yang sama."

Bu Reni menatap Yuni dengan tatapan keibuan.

"Ada masalah di luar, Yuni?"

"Kamu tahu, forum gosip itu... nama kamu disebut-sebut."

Bu Reni juga tahu.

Tidak ada tempat yang aman.

Tatapan penuh selidik.

Bahkan di sini.

Bahkan dari Bu Reni.

"Tidak, Bu," kata Yuni, mencoba tersenyum.

Senyumnya terasa seperti topeng karet yang kaku.

"Hanya... salah paham sedikit."

"Baiklah. Kalau kamu butuh bicara, Ibu ada di ruangan."

Yuni mengangguk.

Dia berjalan cepat ke rak-rak buku di bagian belakang.

Bagian Sastra Klasik.

Tempat persembunyiannya.

Tidak ada yang aman lagi.

Forum gosip itu telah meracuni setiap sudut kampusnya.

Dia duduk di lantai, di antara rak-rak yang menjulang.

Dia memeluk lututnya.

Dia harus bagaimana?

"Yun?"

Yuni membeku.

Dia kenal suara itu.

Dia mendongak.

Sarah.

Berdiri di ujung lorong rak buku.

Jantung Yuni berhenti.

"Sar..."

Sarah berjalan ke arahnya.

Wajahnya... sulit dibaca.

Bukan marah. Bukan sedih.

Hanya... kosong.

"Gue cari lo," kata Sarah. "Di toilet, di kelas, nggak ada."

"Gue... gue di sini," kata Yuni bodoh.

Sarah duduk di lantai di depan Yuni.

Mereka sering melakukan ini.

Belajar di lantai. Berbagi keripik.

Tapi hari ini, ada jurang di antara mereka.

"Gue baca forumnya," kata Sarah pelan.

Yuni menunduk.

"Gue baca... komentarnya."

"Mereka bilang lo 'pembantu'."

"Mereka bilang lo 'taruhan'."

Yuni tidak menjawab.

"Lo bukan taruhan, kan, Yun?" tanya Sarah.

Suaranya gemetar.

"Dia... dia nggak lagi ngerjain lo, kan?"

"Juan nggak mungkin... sejahat itu, kan?"

Inilah kesempatannya.

Kesempatan Yuni untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Sar, gue..."

Pasal Satu. Kerahasiaan Absolut.

Dua ratus persen.

Uang Dika. Uang Ibunya.

Dia tidak bisa.

"Gue nggak apa-apa, Sar," kata Yuni.

"Lo nggak jawab pertanyaan gue."

"Lo dijadiin taruhan, ya?"

"Nggak!" kata Yuni, terlalu cepat.

Terlalu defensif.

"Lalu apa? Lo beneran jadian sama dia?"

Yuni menatap sahabatnya.

Dia harus memilih.

Keluarganya... atau sahabatnya.

Dia memilih.

Dia sudah memilih sejak dia menekan tombol "Kirim" di email itu.

"Gue... gue beneran jadian sama dia, Sar."

Hening.

Yuni bisa mendengar suara AC perpustakaan.

"Sejak kapan?"

"Tiga minggu." Kebohongan itu keluar lebih mudah sekarang.

"Dan lo... suka sama dia?"

Yuni ragu.

"Yun?"

"Iya," bisik Yuni.

"Gue... suka sama dia."

Itu adalah kebohongan terbesar hari ini.

Dan kebohongan yang paling menyakitkan.

Sarah menatapnya lama.

Tatapan penuh selidik itu kembali.

Mencari-cari kebenaran di mata Yuni.

Mencari-cari Yuni yang dia kenal.

Dan dia tidak menemukannya.

Perlahan, ekspresi Sarah berubah.

Dari bingung... menjadi kecewa.

Lalu... mengeras.

"Oh," kata Sarah.

Hanya itu. "Oh."

"Gila," kata Sarah, lebih pada dirinya sendiri.

"Sahabat gue... pacaran sama Juan."

Dia bangkit. Membersihkan celananya dari debu.

"Sar, tunggu," kata Yuni, ikut berdiri.

"Gue... gue minta maaf nggak cerita."

"Nggak apa-apa," kata Sarah.

Suaranya dingin.

"Itu hak lo."

"Cuma... aneh aja."

"Semoga lo tahu apa yang lo lakuin, Yun."

"Semoga lo... beneran bahagia."

"Dan semoga dia nggak nyakitin lo."

"Karena kalau dia nyakitin lo..."

Sarah tidak melanjutkan.

"Gue harus ngerjain tugas."

Dia berbalik.

"Sar!" panggil Yuni.

Sarah berhenti.

Tapi dia tidak menoleh.

"Selamat ya, Yun," katanya.

Lalu dia berjalan pergi.

Meninggalkan Yuni sendirian di lorong buku.

Tatapan selidik itu sudah hilang.

Berganti dengan tatapan orang asing.

Yuni bersandar di rak.

Dia tidak menangis.

Dia sudah mati rasa.

Dia berhasil mengamankan kontraknya.

Dia berhasil menjalankan skenarionya.

Tapi dia baru saja kehilangan sahabatnya.

Malam itu, di kamar kosnya.

Dia memegang ponselnya.

Dia ingin menelepon Sarah. Menjelaskan.

Tapi dia tidak bisa.

Dia membuka aplikasi bank.

Melihat saldo yang sudah berkurang.

Uang itu sudah ada di rekening Ibunya.

Dika aman.

Yuni menutup aplikasi itu.

Harga yang harus dibayar.

Ponselnya bergetar.

Juan:"Tugas 2: Perpustakaan. Besok, jam 3. Kita 'belajar bareng'."

Juan:"Pakai baju yang sama. Konsisten."

Yuni menatap pesan itu.

Besok.

Di perpustakaan.

Tempat di mana dia baru saja kehilangan Sarah.

Dia harus kembali ke sana.

Dengan Juan.

Untuk berakting lagi.

Dia melempar ponselnya ke bantal.

Dia mengambil kontraknya dari dalam tas.

Dia membacanya lagi.

Pasal 5. Klausul Wanprestasi. 200%.

Dia terikat.

Dia mengambil file skenario.

Dia harus menghafal.

Dia harus menjadi aktris yang lebih baik.

Aktingnya tidak boleh kaku lagi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!