Adelina merupakan seorang selebgram dan tiktokers terkenal yang masih duduk di bangku SMA.
Parasnya yang cantik serta sifatnya yang periang membuatnya banyak disukai para followers serta teman-temannya.
Tak sedikit remaja seusianya yang mengincar Adelina untuk dijadikan pacar.
Tetapi, apa jadinya jika Adelina justru jatuh cinta dengan dosen pembimbing kakaknya?
Karena suatu kesalahpahaman, ia dan sang dosen mau tak mau harus melangsungkan sebuah pernikahan rahasia.
Pernikahan rahasia ini tentu mengancam karir Adelina sebagai selebgram dan tiktokers ratusan ribu followers.
Akankah karir Adelina berhenti sampai di sini?
Akankah Adelina berhasil menaklukkan kutub utara alias Pak Aldevaro?
Atau justru Adelina memilih berhenti dan menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marfuah Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Yang Terbongkar
Aku menghempaskan tubuh di sofa panjang dengan campuran warna hijau dan merah. Abstrak. Persis seperti hidup sang empunya.
“Napa lo?” Ardan, sang pemilik rumah menghampiriku seraya membawa segelas kopi dan beberapa camilan.
Emang cuma dia yang paling pengertian.
Kuraih gelas dalam genggamannya, “Baik banget sih lo. Tau aja gue mau dateng, jadi enak kan kalok gini,” ucapku seraya menyesapnya perlahan.
Ardan memandangku dengan bibir yang setengah terbuka. Sepersekian detik raut wajahnya langsung berubah. Kecut. Kesel banget keliatannya.
“Anj! Itu kopi terakhir yang gue punya,” geramnya seraya melempar bantal sofa ke arahku.
Dengan mudah aku menghindari hantaman bantal sofa yang melayang ke arahku. Alisku terangkat menatap wajah kesal Ardan.
“Gak usah sok miskin lo. Beli pabrik kopinya aja lo mampu.”
Ia berdecih kemudian menghempaskan tubuhnya di sofa. Kaos yang dipakainya sedikit tersingkap membuat perut buncitnya nampak menyembul ke luar. Ardan emang gitu, dia gak pernah mempedulikan penampilannya yang lebih mirip gembel daripada anak sultan.
Seringkali aku menyuruhnya untuk memperhatikan penampilannya. Setidaknya supaya ada makhluk bernama wanita yang mau dengannya. Bukan hanya uangnya. Tapi, bukan Ardan namanya jika tak mempunyai seribu satu macam alasan.
“Halah Al-al. Lo yang ganteng, perut kotak-kotak gitu aja masih ditinggalin dan malah milih sama bokap lo yang udah kendor semua, apalagi gue. Udahlah, biar gue tunggu aja perempuan yang bakal terima gue yang kek gini.” Itulah jawaban yang seringkali dilontarkannya saat aku mulai mengomentari penampilannya.
Sobat kampret!
“Ngapain lo ke sini?” tanyanya seraya mengambil cemilan di meja.
Napasku terembus, berat. Seperti ada beban besar di pundak. Beban yang tercipta karena keegoisanku sendiri. Kegegabahanku justru kini membuatku merasa tertekan.
Kutatap langit-langit dengan lampu gantung mewah di tengahnya. “Gue bingung, Dan. Lama bareng dia, gue ngerasa kekacauan di hati gue kerasa ilang. Gue suka liat senyum, tawa dan keselnya dia.”
“Itu artinya lo udah jatuh cinta sama dia, Al.” Ardan menimpali ucapanku.
Aku menarik napas dalam. Cinta? Entahlah, sejak kehancuran yang aku rasakan semuanya terasa mati. Aku bahkan sudah lupa bagaimana rasanya aku dulu jatuh cinta pada Anaya. Yang kuingat, aku tertarik padanya karena ketulusannya saat membantu seekor kucing yang tersangkut di sebuah got.
Sejak itu aku mulai melakukan segala cara untuk mendekatinya yang ternyata satu kampus denganku. Semua aku lakukan untuk bisa dekat dengannya hingga tak lama akhirnya aku beranikan diri untuk menyatakan cintaku.
Kupikir, dia adalah wanita yang kelak akan kutemui saat aku terbangun dari tidurku. Yang akan kupanggil mama di depan anak-anak kami. Tapi nyatanya, aku harus memanggilnya mama di depan papaku.
Shit!
Nyeri, tapi gak berdarah.
“Eh, Al. Ini bukannya foto pernikahan lo sama Delina?”
Aku menoleh, menatap dengan alis terangkat pada Ardan yang tengah menatap layar hapenya. Kuraih hape dalam genggamannya. Mataku membulat sempurna saat melihat sebuah foto di mana aku tengah memasangkan cincin di jari manis Delina.
Tepat saat pernikahanku dan Delina waktu itu. Dari mana foto ini berasal? Aku merasa nggak mengundang fotografer waktu itu. Moment itu saja hanya diabadikan menggunakan kamera hapeku.
Foto itu nampak di unggah oleh sebuah akun gosip.
“Berita terkini! Selebgram sekaligus tiktokers terkenal, Adelina Putri Ningrum, tertangkap kamera telah melaksanakan pernikahan diam-diam dengan seorang lelaki tak dikenal. Melalui sumber terpercaya, foto ini diambil sekitar bulan lalu.”
Begitu caption yang tertulis di unggahan akun itu. Di kolom komentar pun telah dibanjiri oleh komentar-komentar pedas dari netizen. Tak lupa mereka men-tag akun instagram Delina dan memintanya untuk segera membuat klarifikasi.
“@Delina_pn saya sebagai fans kamu meminta untuk segera membuat klarifikasi atas foto di atas.”
“Bagaimana bisa seorang siswi SMA sekaligus publik figur menikah diam-diam seperti ini? Apa jangan-jangan @Delina_pn hamil di luar nikah?”
”Kok bisa orang yang keliatan baik-baik gitu ternyata gak lebih dari seorang jalang. Emang muka yang cantik itu gak menjamin kelakuannya bakal baik.”
“Ayo kita unfollow rame-rame aja, Guys. Seorang jalang gak pantes jadi selebgram. Dasar BITCH!”
Gigiku bergemeltak membaca isi kolom komentar yang memancing emosi untuk membakar sang pengetik. Jari memang diciptakan tanpa hati, tapi ia digerakkan oleh otak. Apa otaknya tak terhubung dengan hati hingga bisa mengetikkan kata-kata sejahat itu?
“Gue pergi dulu,” pamitku pada Ardan.
“Eh- lo mau ke mana?” tanyanya.
“Mau bakar orang!”
...🍉🍉...
Mobilku melesat dengan cepat menuju ke sebuah tempat. Rasa khawatir menjalar di hatiku. Aku tak tahu apakah gadis itu sudah mengetahui perihal berita sialan itu atau belum. Kuharap, ia tak membuka ponselnya.
Pesan yang kukirim melalui wa belum juga bersahut. Centang satu berwarna abu terpampang di bawah pesanku. Itu membuatku sedikit lega, setidaknya ada harapan jika dia belum membuka hape dan membaca berita itu.
Mobil BMW milikku berhenti di depan gerbang sekolahnya. Segera aku keluar dari dalam mobil, nampak beberapa siswa yang telah ke luar dari dalam sekolah. Tanpa berpikir panjang, aku pun masuk ke dalam sekolah.
Mataku mengitari gedung sekolah yang menjulang dengan pongah. Di mana harus kucari gadis itu di sekolah yang sangat luas ini?
“Maaf, Bu. Boleh saya bertanya sebentar?” Aku mencegah seorang guru yang tengah melintas.
Ia mengangguk seraya tersenyum malu. Mungkin ia belum pernah ditanyai oleh orang tampan sepertiku.
“Di mana ruang kelas Adelina Putri Ningrum? Apa kelasnya sudah bubar?” tanyaku.
“Kebetulan saya baru saja mengajar di kelas Adel, Mas. Tapi, sepertinya Adel tadi dipanggil oleh kepala sekolah,” jawabnya.
Kepala sekolah? Apa karena berita itu?
“Baiklah, terima kasih sebelumnya, Bu.” Aku berniat untuk menuju ruang kepala sekolah, tapi langkahku terhenti saat guru itu mencekal lenganku.
Alisku terangkat menatapnya. Lagi. Dia tersenyum malu menyembunyikan giginya yang sedikit tonggos.
“Eh- anu, boleh saya minta foto? Soalnya Mas ganteng banget, mirip idol k-pop favorit saya, si Oppa Nasar kiyowo,” ucapnya.
“Nasar itu penyanyi dangdut, Bu. Bukan idol k-pop.”
“Halah. Sama aja, Mas. Mau ya?” ucapnya lagi seraya mengarahkan kamera hapenya.
Terpaksa aku tersenyum menatap ke arah kamera di depanku. Rasanya pengap saat aku harus menahan napas di samping ibu-ibu yang menempelkan wajahnya begitu dekat padaku. Harus nahan napas selama mungkin. Kalau nggak bisa pingsan aku nyium bau napasnya.
Dari kejauhan aku melihat dua orang gadis yang waktu itu bersama Delina keluar dari gerbang sekolah. Aku menghampiri mereka, raut terkejut begitu tampak dari wajah mereka saat aku datang.
“Om?” gumam salah satu di antara mereka.
Raina Amara. Itu nama yang kutangkap dari seragam yang ia kenakan. Sementara satunya lagi bernama Senja Elova.
“Maaf, apa kalian tahu Adelina di mana?” tanyaku.
Spontan mereka menunjuk ke ruangan tepat di depanku. Tertulis ‘Principal’s Office’ di atas pintu bercat cokelat itu.
“Om, apa bener Delina udah nikah?” tanya gadis berambut ikal itu.
Sementara satunya lagi sibuk membuka hape, menatap layarnya kemudian menatapku. Beberapa kali, sampai akhirnya menemukan kebenarannya.
Aku bergeming menatap mereka. Sepertinya berita itu telah tersebar ke sekolah. Dan aku yakin kepala sekolah Delina memanggilnya karena alasan ini.
Aku benar-benar nggak bisa membayangkan bagaimana perasaannya saat ini. Tapi, satu hal yang kutahu, ia membutuhkanku sekarang. Aku, sebagai suaminya. Dan penyebab kekacauan ini terjadi.