Sea adalah gadis yang selalu menemukan kedamaian di laut. Ombak yang bergulung, aroma asin yang menyegarkan, dan angin yang berbisik selalu menjadi tempatnya berlabuh saat dunia terasa menyesakkan. Namun, hidupnya berubah drastis ketika orang tuanya bangkrut setelah usaha mereka dirampok. Impiannya untuk melanjutkan kuliah harus ia kubur dalam-dalam.
Di sisi lain, Aldo adalah seorang CEO muda yang hidupnya dikendalikan oleh keluarga besarnya. Dalam tiga hari, ia harus menemukan pasangan sendiri atau menerima perjodohan yang telah diatur orang tuanya. Sebagai pria yang keras kepala dan tak ingin terjebak dalam pernikahan tanpa cinta, ia berusaha mencari jalan keluar.
Takdir mempertemukan Sea dan Aldo dalam satu peristiwa yang tak terduga. Laut yang selama ini menjadi tempat pelarian Sea, kini mempertemukannya dengan pria yang bisa mengubah hidupnya. Aldo melihat sesuatu dalam diri Sea—sebuah ketulusan yang selama ini sulit ia temukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Humairah_bidadarisurga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
Sea masih dalam pelukan Aldo, merasa seakan dunia di sekeliling mereka menghilang. Hangatnya tubuh pria itu, hembusan napasnya yang menyentuh kulitnya—semuanya membuatnya semakin yakin bahwa keputusannya benar.
Aldo akhirnya menjauhkan wajahnya sedikit, menatap Sea dengan dalam. Matanya dipenuhi emosi yang sulit diartikan.
“Katakan sekali lagi,” bisik Aldo.
Sea tersenyum kecil meskipun air mata masih menggantung di pelupuk matanya. “Aku mencintaimu, Aldo.”
Sudut bibir pria itu terangkat, ekspresinya melunak. Tanpa ragu, ia menangkup wajah Sea, ibu jarinya mengusap pipi gadis itu dengan lembut.
“Kau tidak tahu betapa berharganya kata-kata itu bagiku.”
Sea menelan ludah. “Maaf… karena aku terlambat menyadarinya.”
Aldo menggeleng pelan. “Tidak ada kata terlambat.”
Dan sebelum Sea sempat membalas, Aldo menundukkan kepalanya, bibirnya menyentuh bibir gadis itu.
Lembut.
Hangat.
Penuh perasaan.
Sea membiarkan dirinya tenggelam dalam ciuman itu, membalas dengan sepenuh hati. Semua keraguan, semua ketakutan, lenyap begitu saja. Yang tersisa hanya dirinya dan Aldo—dua orang yang akhirnya mengakui perasaan mereka tanpa ada lagi kebohongan atau penyangkalan.
Saat mereka akhirnya berpisah, Aldo menempelkan dahinya ke dahi Sea.
“Kau benar-benar ingin bersamaku?” tanya Aldo dengan suara serak.
Sea mengangguk mantap. “Ya.”
Aldo menatapnya beberapa detik, lalu tersenyum kecil. “Kalau begitu, ikutlah denganku.”
Sea mengernyit. “Kemana?”
Aldo hanya menggenggam tangannya erat. “Ke tempat di mana kita bisa memulai segalanya dari awal. Tanpa beban masa lalu, tanpa paksaan.”
Sea tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Aldo, tapi saat pria itu menariknya pelan menuju mobil, ia tidak menolak.
Karena saat ini, ia percaya.
Percaya pada Aldo.
Percaya pada cintanya.
Dan percaya bahwa apa pun yang terjadi setelah ini, mereka akan menghadapinya bersama.
Sea memandang ke luar jendela mobil, melihat jalanan yang semakin sepi. Lampu-lampu kota mulai menghilang, digantikan oleh pemandangan pantai yang terbentang luas.
Ia menoleh ke arah Aldo. “Kita mau kemana?”
Aldo tetap fokus menyetir, tapi ekspresinya tenang. “Ke tempat yang spesial.”
Sea mengernyit. “Pantai?”
Aldo meliriknya sekilas dan tersenyum. “Kau suka laut, bukan?”
Sea mengangguk, hatinya sedikit berdebar. Ia tidak menyangka Aldo mengingat hal sekecil itu.
Mobil akhirnya berhenti di sebuah vila kecil yang langsung menghadap ke laut. Aldo keluar lebih dulu, kemudian membukakan pintu untuk Sea.
Sea turun, matanya langsung terpaku pada pemandangan di depannya. Hamparan pasir putih, langit malam bertabur bintang, dan suara ombak yang menenangkan.
“Aldo… ini indah sekali.”
Aldo berdiri di sampingnya, memandangi lautan yang tenang. “Aku ingin kita memulai segalanya dari sini. Tanpa beban, tanpa ada orang lain yang mengatur hidup kita.”
Sea menatap Aldo, mencoba membaca ekspresi pria itu. “Kau yakin?”
Aldo menghela napas panjang. “Aku sudah terlalu lama hidup untuk orang lain. Sekarang, aku hanya ingin hidup untuk diriku sendiri. Untuk kita.”
Kata-katanya membuat Sea terdiam.
Aldo menggenggam tangannya erat. “Jika kau bersedia, kita bisa memulai segalanya di sini. Aku akan membangun kehidupan baru bersamamu.”
Sea menatap pria itu dalam-dalam. Ada keyakinan di matanya, sesuatu yang membuat Sea merasa tenang.
Tanpa ragu, ia mengangguk. “Aku bersedia.”
Aldo tersenyum, lalu menarik Sea ke dalam pelukannya.
Di bawah langit malam yang tenang, di tepi laut yang mereka cintai, mereka akhirnya menemukan awal yang baru.
Angin laut berhembus lembut, membawa aroma asin yang khas. Sea berdiri di tepi pantai, membiarkan ombak kecil membasahi kakinya. Langit malam begitu indah, dengan bintang-bintang yang berkilauan di atas sana.
Aldo berdiri di sampingnya, tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Ia menatap Sea dengan pandangan lembut yang jarang terlihat.
“Apa kau menyesal?” tanya Aldo tiba-tiba.
Sea menoleh, bingung. “Menyesal?”
Aldo mengangguk. “Meninggalkan semua yang kau kenal. Hidup di dunia yang berbeda.”
Sea menatap hamparan laut di depannya, lalu tersenyum tipis. “Dulu, mungkin aku akan merasa takut. Tapi sekarang, aku tahu ini adalah keputusan yang benar.”
Aldo menatapnya lama, lalu perlahan menggenggam tangannya. “Aku tidak akan mengecewakanmu.”
Sea menoleh ke arah Aldo, dan kali ini ia melihat sesuatu yang berbeda di mata pria itu. Ketulusan.
Sea menghela napas panjang. “Aku percaya padamu, Aldo.”
Aldo tersenyum kecil. “Kalau begitu, mari kita mulai semuanya dari awal.”
Malam itu, di bawah sinar bulan yang terang, mereka membuat janji untuk memulai kehidupan baru. Tidak ada lagi masa lalu yang membayangi. Hanya ada mereka dan laut yang selalu menjadi tempat pelarian Sea.
Dan kali ini, laut itu bukan hanya tempat pelarian, tapi juga tempat di mana hatinya menemukan rumahnya.
Sea terbangun dengan sinar matahari yang menembus jendela kamarnya. Angin laut berhembus pelan, membuat tirai putih di dekat tempat tidur melambai lembut. Ia menghela napas dalam, menikmati ketenangan yang terasa begitu berbeda dari kehidupannya yang lalu.
Saat ia hendak beranjak dari tempat tidur, pintu kamar terbuka. Aldo muncul dengan membawa nampan berisi sarapan.
“Kau bangun lebih siang dari biasanya,” ujar Aldo sambil meletakkan nampan di meja kecil di samping tempat tidur.
Sea tersenyum malu. “Aku terlalu nyaman tidur di sini.”
Aldo duduk di tepi ranjang dan menatapnya. “Itu hal yang bagus.”
Sea melihat ke arah sarapan yang Aldo bawa—roti panggang, telur orak-arik, dan segelas jus jeruk.
“Kau membuat ini sendiri?” tanyanya heran.
Aldo terkekeh. “Tidak, tentu saja. Tapi aku memastikan semuanya dibuat dengan baik untukmu.”
Sea tersenyum dan mulai menikmati sarapannya. Aldo tidak pergi, ia hanya duduk di sana, memperhatikannya dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Kau mau mengatakan sesuatu?” tanya Sea setelah beberapa saat.
Aldo menghela napas. “Aku akan kembali ke kota siang ini. Ada urusan bisnis yang harus kuselesaikan.”
Sea terdiam, entah kenapa ia merasa sedikit kecewa. “Berapa lama kau akan pergi?”
“Mungkin beberapa hari.”
Sea mengangguk pelan. “Baiklah.”
Aldo menatapnya dalam-dalam. “Aku ingin kau tetap di sini.”
Sea menatapnya, sedikit bingung. “Kenapa?”
Aldo mengusap tengkuknya, seolah mencari cara untuk menyusun kata-kata. “Aku hanya ingin kau tetap aman. Di sini lebih baik untukmu.”
Sea tidak langsung menjawab. Ia memahami maksud Aldo, tapi ada sesuatu dalam caranya berbicara yang membuatnya merasa seperti sedang dikurung.
“Baik,” jawabnya akhirnya. “Aku akan menunggumu.”
Aldo tersenyum kecil, lalu bangkit. “Terima kasih.”
Sebelum pergi, ia mengecup kening Sea dengan lembut.
Dan ketika pintu kamar tertutup di belakang Aldo, Sea menyadari sesuatu—ia mulai terbiasa dengan kehadiran pria itu dalam hidupnya.
Tapi pertanyaannya, apakah ia benar-benar siap untuk menerima Aldo sepenuhnya?