Leon Harrington seorang hakim yang tegas dan adil, Namun, ia berselingkuh sehingga membuat tunangannya, Jade Valencia merasa kecewa dan pergi meninggalkan kota kelahirannya.
Setelah berpisah selama lima tahun, Mereka dipertemukan kembali. Namun, situasi mereka berbeda. Leon sebagai Hakim dan Jade sebagai pembunuh yang akan dijatuhkan hukuman mati oleh Leon sendiri.
Akankah hubungan mereka mengalami perubahan setelah pertemuan kembali? Keputusan apa yang akan dilakukan oleh Leon? Apakah ia akan membantu mantan tunangannya atau memilih lepas tangan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
"Dokter Han, aku ingin mendapatkan hasil autopsinya dalam waktu dekat. Mengenai pihak keluarga mereka, aku yang akan menghadapinya. Jadi, kau tenang saja melakukan tugasmu!" titah Leon yang beranjak dari sana dengan ekspresi tegas.
Dokter Han hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil mendesah pelan. "Ulah apa lagi yang akan dia lakukan?" gumamnya seraya menatap punggung Leon yang semakin menjauh. "Selalu saja bertindak sesuka hati. Lima keluarga besar yang tidak sembarangan. Pasti akan mengamuk kalau tahu tubuh anak mereka dibelah."
Malam Hari
Di sebuah ruangan pertemuan yang penuh ketegangan, Hakim Leon Harrington duduk dengan wajah serius, menatap lima pria di hadapannya. Mereka adalah para ayah dari korban, masing-masing dengan ekspresi yang menggambarkan amarah dan kesedihan mendalam. Tidak satu pun dari mereka membawa serta istri mereka, seolah pertemuan ini adalah urusan yang hanya bisa ditangani oleh kepala keluarga.
Tuan Melvis, seorang pria paruh baya dengan wajah penuh kerutan akibat tekanan hidup, membuka suara pertama kali. "Tuan Harrington, apa tujuan Anda menemui kami?" tanyanya dengan nada penuh kehati-hatian.
Leon menarik napas sebelum berbicara. "Tuan Melvis, Tuan Steve, Tuan Nico, Tuan Jack, dan Tuan Sean, tujuanku adalah untuk membicarakan kasus pembunuhan yang merenggut nyawa anak-anak kalian. Aku akan menangani kasus ini hingga tuntas," ucapnya, suaranya terdengar kokoh dan tidak tergoyahkan.
Tuan Steve mengepalkan tangannya di atas meja. "Tuan Harrington, kami mohon, jatuhkan hukuman mati kepada pelakunya!" serunya penuh emosi.
"Benar, Tuan! Putra kami tewas begitu saja. Kami merasa ini tidak adil!" timpalnya lagi dengan suara yang sedikit bergetar menahan amarah dan kesedihan.
Leon menatap mereka satu per satu sebelum akhirnya berkata, "Oleh sebab itu, aku harus melakukan autopsi."
Ruangan yang tadinya dipenuhi oleh bisikan pelan mendadak sunyi. Para ayah saling berpandangan, mencoba mencerna kata-kata Leon. Tuan Jack, yang sejak awal tampak enggan berbicara, akhirnya angkat suara.
"Autopsi?" ujarnya dengan mata menyipit curiga. "Tuan, mengapa harus dilakukan? Bukankah sudah jelas siapa pembunuhnya? Wanita itu sudah menyerahkan diri dan mengakui semua kesalahannya."
Leon menatap tajam ke arah Tuan Jack, kemudian menjawab, "Walaupun dia mengakuinya, aku merasa ada kejanggalan. Aku telah memeriksa jasad para korban. Pembunuhnya bukan hanya satu orang, tetapi dua."
Para ayah korban terdiam, ekspresi mereka berubah menjadi penuh keraguan.
"Tuan, mana mungkin ada pembunuh lain?" Tuan Nico mengerutkan dahinya. "Kami tidak menyinggung siapa pun. Kalau pun ada, mungkin hanya sesama pesaing bisnis. Tapi aku tidak bisa menerima kalau tubuh anakku harus dibelah!"
"Aku juga tidak setuju!" seru Tuan Jack dengan nada lebih tinggi. "Pembunuhnya hanya wanita sialan itu! Mana mungkin ada yang lain?"
Leon mengepalkan tangannya di atas meja, matanya menyala dengan keteguhan. "Apakah menurut kalian aku mengarang cerita? Aku adalah seorang hakim yang adil dan membasmi kejahatan. Jade Valencia tidak akan bisa lolos. Dia pasti akan dijatuhi hukuman jika terbukti bersalah. Tetapi aku juga ingin menemukan pelaku lainnya. Jangan berharap bisa lolos dari tanganku!"
Para ayah korban saling berpandangan sebelum akhirnya berdiri serentak.
"Tuan, walaupun Anda adalah hakim, kami tetap tidak setuju!" ujar Tuan Steve dengan nada penuh perlawanan.
"Putraku yang malang telah meninggal, dan sekarang tubuhnya harus dibelah? Sebagai ayahnya, aku tidak setuju!" sahut Tuan Jack dengan mata yang mulai memerah karena emosi.
Tuan Melvis melangkah maju, menatap Leon tajam. "Hakim hanya bertanggung jawab memimpin persidangan, dan tidak bisa memutuskan untuk melakukan autopsi tanpa izin dari pihak keluarga," katanya dengan nada memperingatkan.
Tuan Melvis mendengus tajam. "Kalau autopsi tetap dilakukan, kami akan melaporkanmu!" ancamnya tegas.
"Bagaimana dengan kalian? Menyuap Hakim Mike untuk membebaskan anak kalian yang adalah pelaku pemerkosaan terhadap korban Jane Valencia?" Suara tegas Leon menggema di ruangan itu. Ia berdiri tegak dengan tatapan tajam menusuk kelima pria di hadapannya.
Ruangan seketika menjadi hening. Wajah-wajah yang tadi penuh amarah kini berubah pucat pasi. Beberapa dari mereka bahkan tampak menegang, seolah rahasia kotor mereka baru saja disingkap secara brutal.
Mereka terdiam, tidak satu pun yang berani membalas ucapan Leon. Tuan Melvis, yang sejak awal paling vokal, tampak gelisah. Tangannya mengepal di atas meja, namun suaranya tercekat di tenggorokan.
Leon melangkah perlahan mendekati mereka, setiap kata yang keluar dari mulutnya terdengar dingin dan tanpa ampun. "Jangan mengira aku tidak tahu apa yang kalian lakukan untuk membebaskan anak kalian yang jelas-jelas adalah tersangka." Ia berhenti tepat di depan meja, menatap mereka satu per satu dengan pandangan yang penuh tekanan.
"Menyuap hakim adalah kesalahan besar," lanjutnya tanpa mengendurkan nada tajamnya. "Kalian semua akan ditahan dan dijatuhi hukuman serta denda yang sesuai hukum. Setelah itu, semua aset kalian akan diperiksa secara menyeluruh."
Tuan Nico menelan ludah, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. "Tuan Harrington, Anda tidak bisa sembarangan menuduh—"
Leon memotong tanpa memberi ruang untuk pembelaan. "Kalau kedapatan pengeluaran dan pemasukan kalian berkaitan dengan penyuapan atau berasal dari bisnis ilegal, maka seluruh aset kalian akan disita oleh negara. Aku pastikan tak satu pun dari kalian bisa lolos dari tanganku."
Kelimanya semakin gelisah. Tuan Jack mencoba menguasai dirinya. "Kami... kami hanya ingin keadilan bagi anak-anak kami..." ucapnya dengan suara bergetar, namun tidak mampu menutupi kegugupan yang merayap di wajahnya.
Leon menyipitkan matanya, menyiratkan ketidakpercayaan. "Keadilan? Atau kalian hanya ingin menutupi kebusukan yang selama ini kalian sembunyikan?" Suaranya semakin menusuk, membuat suasana semakin mencekam. "Jadi, apakah ini pilihan kalian? Melindungi anak kalian dengan cara kotor, atau menghadapi hukum dengan kepala tegak?"
Leon melemparkan sebuah berkas laporan ke atas meja dengan kasar.
"Ini adalah hasil tes sperma dari lima tersangka yang ditemukan di tubuh korban, Jena Valencia. Terbukti mereka adalah anak kalian. Tapi, Hakim Mike tetap membebaskan para pelaku," ucapnya tajam, menahan amarah yang membara di dadanya.
Wajahnya dingin, tapi sorot matanya memancarkan kemarahan yang sulit dibendung. "Korban meninggal karena luka parah dan pendarahan hebat, sementara pelakunya masih berkeliaran bebas. Bukti sudah ada di tanganku—aku bisa menjatuhkan kalian kapan saja!"
Ia kembali bersandar di kursinya, menatap lawan bicaranya tanpa berkedip. Nada suaranya penuh tekanan saat melanjutkan, "Kalian punya dua pilihan. Pertama, izinkan aku melakukan autopsi dan aku akan menangkap pelaku lainnya. Atau kedua, menolak bekerja sama—tapi bersiaplah. Semua kebusukan kalian dan anak-anak kalian akan aku bongkar hingga ke akar!"
Keheningan menegang di ruangan itu, hanya terdengar detak jam yang terasa semakin keras di tengah ancaman yang baru saja dilontarkan
Leon kemudian beranjak tanpa menunggu jawaban mereka. Langkahnya tegas, penuh keyakinan, meninggalkan ruangan dengan udara yang masih dipenuhi ketegangan. Jacob segera menyusulnya.
"Tuan, kita ke mana sekarang?" tanya Jacob, berusaha mengimbangi langkah cepat Leon.
Leon terdiam sejenak sebelum menjawab. "Menemui Jade," ucapnya akhirnya.
Nada suaranya terdengar lebih berat, dan ada perubahan halus pada raut wajahnya saat menyebut nama itu—nama mantan tunangannya.
ayo katakan yg sebenarnya