Menikahi Wanita Taruhan

Elmer menghela napas pelan sekaligus dalam. Ia mencoba bersabar dan berangsur menulis pesan kepada mantan papa mertuanya.

Elmer : Selamat malam, Om. Mohon maaf jika seharian ini, saya sudah membuat Om menunggu. Hari ini merupakan hari pernikahan saya. Sekarang pun saya masih ada beberapa agenda dengan keluarga istri saya. Lagipula, Zoya sudah bukan lagi tanggung jawab saya. Jika memang sudah terlalu genting sekaligus fatal, kenapa tidak lapor polisi saja?

Tak lama setelah pesan tersebut Elmer kirimkan, pak Taya kembali berusaha menelepon. Namun kali ini, Elmer sengaja tidak menjawab. Malahan, Elmer membuat ponselnya dalam mode senyap hingga dering maupun getar setiap pemberitahuan, tak akan menghasilkan suara.

Elmer menghela napas dan berangsur menunduk. Ia merenung di tengah keseriusannya. Zoya dan pak Taya menjadi bagian dari renungannya. Namun ketimbang keduanya, cara keduanya bersikap menjadi yang lebih membuat Elmer merasa tak habis pikir.

“Keluarga papa, juga sama seperti Zoya dan papanya. Sejauh ini, satu-satunya keluarga yang langsung netral dan memperlakukanku dengan manusiawi, hanya keluarganya Hyera,” batinnya menjadi agak melow.

Tak lama kemudian, bunyi terbukanya pintu kamar mandi, membuat dada Elmer panas dingin. Aroma buah yang langsung terc.ium kuat dari sana, makin memuat Elmer tak karuan. Apalagi ketika ia memberanikan diri untuk menatap ke arah pintu. Kedua kaki Hyera yang memakai sandal jepit warna pink, sukses membuatnya tersenyum.

Kedua kaki indah itu masih Elmer telusuri dan baru tertutup handuk piyama warna putih. Ketika tatapan Elmer akhirnya sampai di wajah Hyera, Elmer jadi sibuk tersipu. Wajah Hyera benar-benar merah. Kedua matanya sibuk berkedip tak berani menatap Elmer, sementara kedua tangannya sibuk saling rem.as di depan perut.

“Ini beneran spek bidadari. Masya Allah, kalau kata orang-orang,” batinnya masih belum bisa menyudahi tatapan apalagi senyumnya. Ia berangsur mengangguk-angguk kemudian menepuk-nepuk pangkuannya.

Hyera yang hanya berani melirik Elmer dan itu hanya dalam waktu serba singkat, mulai mengerti maksud bahasa isyarat suaminya. Namun makin ia mendekat dan mereka makin tidak berjarak, jantungnya makin berdetak kencang. Hyera takut jantungnya akan rusa.k lantaran akan langsung bekerja sangat keras di setiap ia bersama suaminya.

Walau ragu, Hyera memberanikan diri untuk berdiri di sebelah Elmer. Kedua tangan kokoh Elmer sudah langsung mendekapnya mesra meski kedua mata Elmer terus lurus menatap kedua matanya. Pria itu sampai menengadah hanya untuk melakukannya.

“Masya Allah banget!” manis Elmer berusaha memuji sang istri.

Hyera tidak tahu, kenapa tubuhnya mendadak kaku, tapi akan selalu mengikuti setiap tuntunan maupun sentuhan sang suami. Elmer menuntunnya duduk di pangkuan pria itu. Elmer sudah langsung membenamkan wajahnya di dada Hyera. Pria itu sudah langsung mencu.mbu bagian di sana hingga Hyera merasa efek geli luar biasa. Hanya saja, rasa geli yang Elmer ciptakan juga sangat Hyera nikmati. Hyera bahkan membalas dengan mendekap kepala suaminya.

“Om, aku masih mens,” ucap Hyera.

Ketika akhirnya Emler menatapnya, Hyera berkata, “Tadi pagi sudah hanya flek, tapi tadi agak banyak. Mungkin besok atau lusa, baru tuntas.”

“Loh, kok Hyera mens. Berarti yang kemarin enggak langsung jadi? Dengan kata lain, meski bersama Hyera, aku jadi enggak impoten karena sekarang saja, punyaku sudah sangat tegang, berarti sperma yang aku hasilkan lemah apa bagaimana? Makanya dia mens?” pikir Elmer sudah langsung insecure.

“Kamu beneran mens?” tanya Elmer memastikan. Kemudian, tangan kanannya juga mengusap bok.ong sang istri dan membuatnya menghasilkan bunyi khas ketika seorang wanita memakai pembalut.

Hyera yang sadar suaminya jadi kecewa dan tak bersemangat seperti sebelumnya, berangsur mengangguk. “Memang sudah waktunya. Kemarin, sehari setelah kejadian kita, aku langsung mens. Namun aku bersyukur karena andai aku langsung hamil, anak kita jadi anak ... di luar nikah, kan?”

Penjelasan dari Hyera agak membuat Elmer lega. Hanya saja, Elmer telanjur insecure dengan masalah kesuburannya.

“Takutnya aku memang tetap bermasalah, padahal kamu sudah berusaha,” batin Elmer mendadak stres jika sedang memikirkan kesuburannya sebagai seorang laki-laki.

“Ya enggak apa-apa. Meski aku masih mens, aku tetap akan menyesuaikan dengan Om kok,” yakin Hyera.

Mendengar itu, Elmer langsung tersenyum haru menatap kedua mata Hyera. “Hyera sangat menghargai aku. Namun andai dia tahu permasalahanku, apakah dia masih akan begini?”

Akan tetapi ketimbang rasa insecure-nya, keindahan tubuh istrinya jauh lebih menghanyutkan seorang Elmer. Tatapan Elmer kembali fokus pada dada Hyera yang sudah dihiasi beberapa cup.ang yang baru ia tinggalkan. Elmer buru-buru melepas ikatan handuk piyamanya dan membuat Hyera mengeluh kedinginan.

Elmer tahu bahwa istrinya yang baru beres mandi memang kedinginan. Namun otaknya telanjur traveling dan mengartikan maksud keluhan sang istri dengan arti agak li.ar.

Setelah merebahkan tubuh Hyera dengan hati-hati ke tempat tidur, Elmer menarik selimut dari tempat tidur. Ia menyelimuti punggungnya sambil mengungkung tubuh Hyera. Dengan cukup tidak sabar, ia melepas handuk piyama dari tubuh Hyera. Sang istri langsung terpejam pasrah sambil menahan tawa ketika ia melempar handuk piyamanya asal, tapi kembali menghan.tam kepala Elmer.

Kedua tangan Hyera bekerja sama mengambil handuk piyamanya dari kepala sang suami yang memang tak sampai tertutup selimut. Awalnya, Hyera memang kedinginan. Namun setelah tubuh kekar suaminya yaang dikata pak Ojan mirip gapura kabupaten menindihnya, ia tak lagi kedinginan. Karena yang ada, setiap sentuhan yang suaminya lakukan, membuat tubuhnya meremang mirip orang demam.

Ponsel Elmer yang dibuat senyap, layarnya terus menyala. Itu masih karena pak Taya. Telepon dan pesan masih dari pria itu. Tak terbayang andai Elmer tak sampai mematikan dering di ponselnya, pasti eks.ekusi yang langsung Elmer lakukan, jadi terganggu bahkan tidak jadi.

Di tempat berbeda, pelay.an hotel yang mengantarkan makanan ke kamar Zoya dan Chelline disek.ap, tak sengaja mendengar rintihan dua suara wanita berbeda dari dalam kamar. Namun, tua bangk.a yang selalu keluar, tersenyum semringah kepadanya.

“Biar saya bantu, Tuan!” ucap pelayan wanita tersebut sangat sopan.

Si pelayan wanita nekat memastikan. Ia menerobos masuk dan membuat si tua bangk.a tak bisa menolak. Namun, si tua bangk.a sengaja mengelus bok.ong si pelayan wanita tersebut sebagai imbalannya. Hingga yang ada, pelayan wanita tadi jadi risi dan memang langsung emosi. Malahan, si wanita refleks menatap si tua bangk.a sebal. Bergegas ia pamit dan tak sampai benar-benar masuk ke dalam. Karena sekadar ditatap si tua bangk.a saja, ia merasa ji.jik.