KEPERAWANAN 100 JUTA

Farhan duduk di sofa tunggal sembari menatap beberapa pria yang berpakaian serba hitam itu. dari awal ia sudah curiga, sejak sang kakak datang ke rumah bidan mawar peralatan yang di perlukan sudah di sediakan bahkan air hangat untuk membasuh bayi dan sang kakak pun sudah siap. tidak mungkin bidan mawar yang baru saja selesai melakukan yoga bersama sama sang kakak memiliki firasat jika kakak nya akan melahirkan.

Kecurigaan nya bertambah saat kakak nya melahirkan tiba-tiba datang beberapa orang yang kini berada di hadapan nya. Mereka datang tanpa tangan kosong. tapi membawa empat paper bag di masing-masing tangan mereka.

"siapa sebenarnya kalian?" tanya Farhan pelan tapi tegas.

"kami adalah ajudan dari kakak ipar mu" ucap salah satu mereka dengan santai.

Farhan mengernyit, bukan kah dari cerita sang kakak jika pernikahan itu hanya lah kamuflase agar mereka halal dalam melakukan itu. tapi kenapa tampak nya sang kakak ipar peduli pada kakak nya. Atau mungkin pria itu hanya akan mengambil keponakan nya?

Tidak bisa di biarkan!

"katakan pada bos kalian jika ingin mengambil keponakan ku maka dia harus berhadapan dengan ku dulu" ucap Farhan kemudian beranjak.

Ajudan Sadewa yang berjumlah 5 orang itu saling pandang dengan tatapan heran. Sepertinya sang adik ipar telah salah paham! Mereka menghela nafas pelan. Kasian bos mereka, belum melakukan apa-apa tapi sudah di salah pahami.

***

langit biru kini telah berganti senja. Di langit bandara yang perlahan menunjukkan sang senja tampak sebuah pesawat yang akan mendarat di bandara kota P. Siluet pria tampan yang sedang memperhatikan sekitar melalui kaca jendela menjadikan pria itu tampak seperti lukisan nyata.

Pesawat mendarat dengan baik, penghuni pesawat itu hanya satu orang saja. siapa lagi jika bukan Sadewa. Setelah pesawat benar-benar berhenti Sadewa bersiap turun. saat menuruni tangga, ia di sambut oleh Anton yang sudah terbang dari Jakarta ke kota ini ketika Sadewa mengabarkan akan langsung menuju ke rumah sang istri.

mereka berjalan keluar bandara, dua pria tampan berjalan bersama. Menggunakan kaca mata hitam dan masker yang senada membuat mereka terlihat dua kali lebih tampan. Beruntung keadaan bandara cukup sepi jadi tidak akan membuat mereka terganggu dengan teriakan-teriakan wanita yang kagum dengan wajah mereka.

"langsung saja ke tempat wanita itu, aku tak sabar ingin bertemu bayiku" perintah Sadewa saat mereka sudah bersiap untuk pergi.

"hanya pada bayi nya bos?" tanya Anton.

"lalu apa lagi?"

Anton menggeleng, ia takut salah jawab dan akan membuat gajinya di potong. Anton melajukan mobil nya dengan kecepatan sedang apalagi jalanan tampak ramai meskipun tidak macet.

Sementara di bangku belakang, Sadewa memejamkan matanya. entah mengapa ia merasakan jantung nya berdetak dua kali lebih cepat. Apakah karena ia akan berjumpa dengan sang bayi? Atau karena.....

Wanita itu?

Sadewa membuka matanya, mengusir wajah manis Adeline yang tiba-tiba saja melintas di pikirannya. Wajah Sadewa tampak memerah saat ia mengingat kejadian malam 10 bulan yang lalu. Apalagi wajah sayu dan merah Adeline yang berada di bawah kungkungan nya.

"apa yang kau fikir kan Sadewa!" tegur nya pada dirinya sendiri.

****

Di sebuah rumah mewah itu, suasana makan malam tampak hening. susah dua bulan ini tak ada lagi tawa bahagia yang menyelimuti karena dua pria yang biasanya beradu pendapat pergi ke negara X.

"papa bilang kalau Arya tadi pagi terbang ke tanah air ma" ucap tuan Ervan membuka percakapan.

Nyonya Ratna menoleh, ia tersenyum lebar.

"benar kah pa? Tapi kenapa sampai malam Arya tak datang? Apakah ia masih marah dengan kita?"

Tuan Ervan terdiam, sedikit menyesal membahas masalah ini. Apalagi sejak pembicaraan mereka dengan Arya Sadewa dua bulan lalu, istrinya selalu menyalahkan dirinya sendiri.

"mama sabar ya, mungkin Arya sedang di apartemen"

Nyonya Ratna hanya mengangguk, ia kemudian memakan makanan yang ada di piring nya dengan lesu.

Tak berbeda jauh dengan suasana makan malam di rumah Kirana. Malam semakin terasa hening saat tak ada pembicaraan apapun di antara orang tua dan anak itu.

Nyonya Berti, ibunda dari Kirana itu menatap bergantian suami dan anak nya. Sudah beberapa bulan terakhir mereka tak terlibat pembicaraan yang hangat. Jika sang papa akan berbicara maka Kirana pasti dengan cepat akan menghindar. Jika tidak ada pembicaraan apapun maka Kirana juga tak pernah berbicara.

Nyonya Berti juga merasakan ada sesuatu yang berbeda dari anak nya itu. Selalu pergi pagi dan pulang jam 7 malam. nyonya Berti juga merasa bahwa putri nya terlihat sedikit kurus.

"Kirana...." panggil nyonya Berti.

"aku udah selesai, mau istirahat dulu" ucap Kirana.

"tunggu Kirana!" ucap tuan Egi, papa Kirana.

Kirana dengan tatapan datar nya kembali duduk. Ia sungguh merasa muak dengan kehadiran sang papa.

"ada apa? Kirana mau istirahat capek!"

"capek? Apa yang kau kerjakan hingga kau merasa capek?"

"papa mana tau? Papa sibuk kerja bukan?" sindir Kirana dengan nada mengejek.

Tuan Egi tertegun sesaat, namun kemudian ia menatap sang putri.

"bagaimana kemajuan hubungan mu dengan Sadewa? Ingat Kirana kau har...."

"tidak ada kemajuan apapun karena Kirana tidak akan melanjutkan perjodohan konyol ini"

"apa maksud mu Kirana?!!" sentak tuan Egi yang langsung berdiri dari duduk nya.

Kirana ikut berdiri, menatap sang papa dengan wajah dingin. Ia tersenyum miring kemudian mengatakan sesuatu yang membuat sang papa kembali meradang.

"aku telah memiliki kekasih dan akan menikah dengan nya" ucap Kirana kemudian pergi.

Brak...

Kirana menghela nafas pelan kemudian membalik badannya kembali.

"papa akan mencabut seluruh fasilitas mu, jika kau mau menjadi anak yang membangkang lebih baik kau keluar dari rumah ini!" ucap lantang sang papa.

Kirana tersenyum. Ia menatap sang papa lama hingga membuat tuan Egi entah mengapa merasa sedikit kikuk.

"lakukan apa yang ingin papa lakukan. dan aku juga akan melakukan hal yang aku sukai. Sama seperti papa yang melakukan hal yang sangat papa sukai"

Deg.

Tuan Egi terdiam, ucapan terakhir sang putri terdengar ambigu di telinga nya.

***

Di belahan dunia lain, malam ini tuan tua Sadewa sedang mengalami hari yang buruk. Bukan karena terkena sial tapi karena nasib yang membuat nya mau tak mau bertahan di negara ini.

"huh. Aku akan memindah perusahaan ini ke tanah air saja. biar ini aku wariskan kepada cicit ku" ucap nya.

Ia pun memakan makanan nya dengan tidak berselera. Rencana nya ia akan menyusul sang cucu terbang ke negara tercinta. tapi apa lah daya karena perusahaan nya membutuhkan kehadiran nya. jadi mau tak mau ia harus menunda kepulangan nya.

****

"siapa kau?"