Novel keenam❤️
Tanpa kabar dan berpamitan, Lyra, tiba-tiba ditinggalkan kedua orang tua angkatnya yang membuatnya tak memiliki tempat tinggal dan sepeserpun uang untuk melanjutkan hidupnya di kota besar. Akibatnya ia juga terancam tak bisa melanjutkan kuliahnya yang tinggal beberapa bulan lagi.
Saat pikirannya buntu tak tahu harus bagaimana, sebuah solusi datang kepadanya. Karena tak punya pilihan lain, Lyra terpaksa mengambil jalan pintas itu. Jalan pintas yang mempertemukannya dengan seorang pria kaya raya bernama Zach.
Setelah menghabiskan satu malam yang panas bersama Lyra, Zach seakan tak bisa lepas dari pesona seorang Lyra. Sang konglomerat yang masih memiliki istri dan juga seorang anak perempuan itu pun menjadikan Lyra sebagai wanita rahasianya.
Bagaimana kisahnya? Apakah Zach hanya menjadikan Lyra gadis pemuas untuknya, ataukah pada akhirnya Lyra akan menjadi istri sah dari Zachery Khaled Ivander?
Unofficial Sound Track: Usher-Daddy's Home
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21: Rindu yang Ditutupi
"Han... " Lyra tatap wajah gadis yang sudah ia anggap sebagai sahabatnya itu dengan perasaan terhenyak. Tak hanya pipinya yang sakit, tapi hatinya juga.
"Di depan semua orang kau berlagak polos, padahal di belakang kau adalah perempuan simpanan Pak Zachery." Sontak Lyra kembali terkejut bukan main. Jihan mengetahuinya? Sejak kapan? Bagaimana bisa? Di benaknya bermunculan berbagai pertanyaan tentang ini.
"Ma-maksud kamu apa... " Lyra masih berusaha menyembunyikannya.
"Kau tak usah pura-pula lagi. Aku tahu semuanya!" Jihan menelisik Lyra dari ujung kaki ke ujung kepala. "Kelihatannya saja perempuan baik-baik, tapi ternyata..."
"Bicara yang jelas. Aku tak mengerti kau mengatakan apa!" Lyra mencoba terlihat marah agar gugupnya tak terlihat oleh Jihan.
"Apartemen Moonlight. Kamu tinggal di salah satu unit di sana, 'kan?" Jihan melipat tangannya di depan dadanya. "Pantas saja kamu tak mau saat aku ajak untuk tinggal di apartemenku. Ternyata kau sudah punya 'Daddy' yang memeliharamu dan memberimu apartemen di sana. Sejak kapan kamu melayaninya? Apa Dino tahu tentangmu yang jadi ani..."
Ucapan Jihan terhenti karena kini tangan Lyra yang menampar pipi Jihan. Sontak mata Jihan membulat sempurna, tak menyangka Lyra akan membalasnya. Ditatapnya Lyra seakan ingin menerkamnya. "Kau..."
"Aku akan anggap tak mendengar apa-apa darimu," potong Lyra. "Jadi tutup mulutmu itu. Jangan menyebarkan berita bohong atau kamu akan menyesal!"
Segera Lyra pergi meninggalkan tangga darurat itu. Ia harus segera pergi karena pada dasarnya Lyra bukan orang yang pandai berdebat. Sesuai perjanjian itu, Lyra harus bisa menyembunyikan hubungannya dengan Zachery. Jika ia terus meladeni Jihan, Lyra khawatir tak bisa mengelak lagi.
Ia pun sampai di mejanya. Pintu ruangan Zachery terbuka, Felix keluar dari sana dan meminta Lyra untuk masuk. Namun Lyra malah melamun dengan alisnya yang menyatu dan nafasnya yang menderu. Ia masih dikuasai rasa paniknya.
"Lyra," tegur Felix.
Lyra pun mendongak. "Iya, Pak?" Lyra panik sekali.
"Apa ada masalah? Pak Zach memintamu masuk," ulang Felix.
"Tidak ada, Pak." Lyra pun bangkit dari duduknya.
Diketuknya pintu itu dan Lyra menghampiri Zachery yang masih sibuk di meja tamu. Beberapa berkas dan laptop terlihat di atas meja itu, juga satu porsi makan siang Zachery yang sudah disiapkan oleh Felix.
"Anda mencari saya, Pak?" tanya Lyra.
Zachery mendongak sekilas. "Duduklah," titahnya.
Lyra pun duduk di salah satu sofa.
"Pekerjaan ini harus aku selesaikan sekarang juga. Tidak ada waktu aku untuk makan. Jadi suapi aku, agar waktuku lebih efisien," ucapnya, tangannya masih sibuk mengetik di atas keyboard laptopnya.
"Baik, Pak." Lyra pun meraih makan siang itu dan mulai menyuapi Zachery.
"Kamu sudah makan?" tanyanya sambil mulut yang sibuk mengunyah, dan mata yang sibuk menatap ke arah layar.
"Be... Sudah, Pak." Lyra berubah pikiran. Tadinya ia ingin jujur, bahwa saat ia akan makan ia malah menemui Jihan. Namun sepersekian detik kemudian ia memutuskan untuk tak mengatakannya.
Sontak Zachery menatap ke arah Lyra. Ia sudah sangat tahu, Lyra tak pandai berbohong. "Kenapa belum makan? Kamu ingin sakit? Kamu berniat untuk melepaskan tanggung jawabmu dalam melayaniku?"
Lyra menyesal sekali. Kenapa ia tak pernah bisa berbohong di depan Zachery. "Maafkan saya, Pak."
Zachery menatap kembali ke arah laptopnya. "Karena beberapa hari ini aku tak datang ke penthouse, maka kamu mulai mengabaikan semua perintahku?"
Lyra menatap wajah yang nampak sedih itu. Entah mengapa Lyra melihat ada yang berbeda dari Zachery sejak malam itu. Setelah kejadian itu, baik Lyra ataupun Zachery bersikap biasa, seakan tidak terjadi apapun ketika mereka di kantor. Namun di luar itu, sudah beberapa hari Zachery tak mengunjungi Lyra. Lyra juga tidak bertanya karena rasanya ia tak berhak menanyakan itu. Mereka hanya bertemu di kantor, sebagai sekretaris dan bosnya. Sedangkan sebagai 'daddy' dan 'baby', seakan Zachery memberikan waktu rehat sejenak pada Lyra untuk tidak melayaninya. Entah mengapa Zachery seperti itu. Padahal, biasanya setiap hari Lyra harus selalu siap kapan pun ia mau.
"Bukan seperti itu, Pak. Maafkan saya. Saya akan makan setelah ini," ujar Lyra tak ingin memperpanjang masalah.
Zachery menghela nafas kasar. Ia paling tidak suka jika ada orang yang tidak menuruti perintahnya. "Makan saja makananku. Kita bisa membaginya."
"Tapi Pak..."
"Aku tidak menerima bantahan." Sorot matanya tajam memperingatkan. "Suapkan satu untukmu sendiri."
Satu suap yang sudah Lyra siapkan di sendok, ia suapkan pada mulutnya sendiri karena Zachery terus menatapnya.
"Tidak sesulit itu bukan untuk makan?"
"Iya, Pak," sahut Lyra. Lalu ia mulai menyuapi lagi Zachery satu suap, dan satu suap untuk dirinya sendiri lagi, sampai makanan itu pun habis.
"Apa perlu saya memesan makanan lagi?" tanya Lyra khawatir Zachery belum merasa kenyang.
"Tidak perlu. Aku sudah kenyang."
"Baik." Lyra pun berdiri membawa piring bekas di tangannya. "Saya permisi." Lyra membungkuk dan melangkah menjauh dari Zachery.
"Aku belum memintamu untuk pergi," ucap Zachery, membuat Lyra menoleh ke arahnya.
Seketika Zachery meraih tangan Lyra dan membawanya ke kamar istirahatnya. Dikuncinya pintu itu dan tanpa menunggu menyatukan bibirnya. Lyra pun tak bisa menahannya, ia tak bisa menampik, ia rindu disentuh oleh Zachery. Entah sejak kapan tubuhnya ini semakin terbiasa dengan sentuhan-sentuhan pria itu.
Namun tiba-tiba Zachery melepaskan ciumannya. Ia mengistirahatkan keningnya di kening Lyra, matanya tertutup dan rahangnya mengeras. "Sial," umpatnya.
"Daddy..." lirih Lyra, keluar begitu saja dari mulutnya, seakan mengatakan bahwa ia tak ingin Zachery berhenti.
Mendengar Lyra memanggilnya dengan sebutan 'daddy', membuat Zachery tak bisa menahannya lagi.
Berhari-hari menahan has ratnya untuk tidak menemui Lyra benar-benar membuatnya hampir gila. Bukannya semakin lupa, ia malah semakin merindukan Lyra.
Zachery tidak membawa Lyra ke tempat tidur, mereka tetap pada posisinya, di belakang pintu kamar yang tertutup. Ia juga tak melucuti pakaian Lyra. Ia hanya membuka beberapa kancing Lyra dan menyingkap roknya ke atas. Zachery sendiri tak membuka pakaiannya dan hanya menurunkan celananya. Ia punya pekerjaan yang sangat urgent, tapi ia sangat menginginkan Lyra. Maka dalam waktu yang singkat ia harus segera menuntaskannya.
Beberapa menit kemudian keduanya mengerang bersamaan, tanda keduanya sudah sampai di puncak kenik matan.
"I miss you, Baby," jujur Zachery dari hatinya yang paling dalam. Dikecupnya bibir Lyra beberapa kali.
"Saya juga..." sahut Lyra, kedua mata sendunya mengatakannya dengan tulus.
"Benarkah?" tanya Zachery, kata-kata Lyra membuat bahagia menelusup di hatinya.
Lyra mengangguk. "Terakhir Daddy pergi dalam keadaan saya dan juga Daddy sedang bertengkar. Jujur, saya juga rindu karena beberapa hari terakhir Daddy tidak menyentuh saya."
Zachery tersenyum. "Aku tidak menyangka mendengar kata-kata itu darimu, Baby."
Lyra sendiri tak tahu mengapa ia mengatakan itu. Tapi itulah yang ia rasakan. Logikanya sudah lelah menegurnya, karena tubuhnya selalu saja mengkhianati Lyra. Sentuhan Zachery terlalu can du untuknya.
"Maafkan saya atas yang terjadi waktu itu, Daddy. Tidak seharusnya saya menyinggung masa lalu saya," ucap Lyra mencoba berdamai dengan keadaan. Hidupnya terlanjur berada di sisi yang gelap. Setidaknya dalam hubungan gelap ini, untuk menjaga kewarasannya, ia harus merasa nyaman bersama Zachery. Setidaknya hanya sampai kontrak sebagai wanita rahasia Zachery berakhir.
Zachery terenyuh Lyra sampai meminta maaf padanya. Namun Zachery harus kembali membangun benteng antara dirinya dan Lyra dalam hal perasaan.
Alih-alih mengatakan yang sejujurnya bahwa ia juga meminta maaf dan merasa bersalah, ia malah mengatakan sesuatu yang terdengar lebih arogan. "Baguslah kamu menyadari kesalahanmu. Tunaikan tugasmu dengan baik sampai waktu yang sudah ditentukan."
Lyra mengangguk patuh. "Baik, Daddy."
Keduanya pun merapikan pakaian mereka masing-masing dan kembali ke pekerjaan masing-masing. Saat baru saja Lyra pamit, Felix masuk dengan terburu. "Pak, anda harus melihat ini." Ia menyerahkan tabnya pada Zachery.
Seketika dahinya mengerut marah. "Lyra, apa baru saja kamu bertemu dengan temanmu yang bernama Jihan di tangga darurat?"
terima kasih thor..
sadar ga lu hanna..lu cuma wanita panggilan yg celap celup dgn bnyk pria...mau minta tanggung jwb dgn satu pria pilihanmu demi apa?? kamu mau jason jadi tumbalmu...
klo sdh jalang...tetap jalang...hanna..