Setelah kemenangannya melawan keluarga Ashcroft, Xander menyadari bahwa kejayaan hanyalah gerbang menuju badai yang lebih besar.
Musuh-musuh lama bangkit dengan kekuatan baru, sekutu berpotensi menjadi pengkhianat, dan ancaman dari masa lalu muncul lewat nama misterius: Evan Krest, prajurit rahasia dari negara Vistoria yang memegang kunci pelatihan paling mematikan.
Di saat Xander berlomba dengan waktu untuk memperkuat diri demi melindungi keluarganya, para musuh juga membentuk aliansi gelap. Caesar, pemimpin keluarga Graham, turun langsung ke medan pertempuran demi membalas kehinaan anaknya, Edward.
Di sisi lain, Ruby membawa rahasia yang bisa mengguncang keseimbangan dua dinasti.
Antara dendam, cinta, dan takdir pewaris… siapa yang benar-benar akan bertahan di puncak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
"Aku akan membantumu sebaik mungkin dengan semua yang kupunya, Tuan Evan. Keselamatan Anda adalah hal penting saat ini. Seperti yang dikatakan Tuan Bernard, hanya masalah waktu sampai pemerintah dari tiga negara maupun kelompok-kelompok asing menemukan Anda di tempat ini," kata Xander.
Xander menjeda sesaat, merasakan degup jantungnya meningkat cepat. Kabar ini jelas membuat terkejut. "Kita tidak tahu rencana apa yang sudah disiapkan pihak pemerintah dari ketiga negara, termasuk kelompok-kelompok asing yang mengejarmu.
Meski aku cukup yakin bisa menahan mereka, tapi aku tidak yakin bisa menahan mereka selamanya."
Evan Krest terdiam agak lama, tersenyum. "Aku akan tetap berada di pulau ini dan melatih Alexander sesuai dengan janjiku. Itu pun jika Alexander berhasil menyelesaikan ujian kedua dan ujian-ujian seterusnya."
"Ayah."
"Kakek.”
Suara Bernard, Darren, dan Kelly terdengar di waktu yang sama.
"Ayah, jika mereka berhasil menemukan buku catatan militer yang sudah sejak lama disembunyikan, mereka juga memiliki kemungkinan untuk bisa menemukanmu. Orang-orang itu bisa saja memiliki teknologi yang lebih canggih dibanding Alexander," kata Bernard, "ayah menjadi incaran dari tiga negara dan kelompok yang haus akan uang. Dengan bantuan Alexander dan keluarga Ashcroft sekalipun, cukup sulit bagi kita untuk melindungi ayah.”
Evan Krest justru tertawa. "Seharusnya kakek tua sepertiku beristirahat dengan tenang di usia senjanya, bukan disibukkan dengan berlari dan bersembunyi dari kejaran orang-orang yang ingin menangkapnya. Pada akhirnya, aku tidak bisa lepas dari masa lalu."
"Ayah," gumam Bernard tidak percaya.
"Meski aku berkata demikian, kita tentu tidak bisa hanya berdiam diri dan menunggu mereka datang." Evan Krest menatap Xander. "Alexander, aku dan Bernard akan tetap melatihmu. Sebagai gantinya, kau harus menolong kami sesuai dengan janjimu. Kau dan pasukanmu akan berkoordinasi dengan Darren dan Kelly untuk proses penyelamatanku."
Darren dan Kelly terkejut.
"Ayah, itu tugas yang sangat berat untuk Darren dan Kelly," ucap Bernard dengan wajah terkejut, "dengan kemampuan mereka sekarang, mereka tidak akan mampu–"
"Kau harus mempercayai putra dan putrimu, Bernard. Sama seperti aku yang mempercayaimu. Aku percaya jika Darren dan Kelly mampu melakukannya. Mereka akan terus berkembang seiring dengan kesulitan yang mereka hadapi," sela Evan Krest.
"Kakek," gumam Darren dan Kelly bersamaan, saling menatap satu sama lain.
Bernard, Darren, dan Kelly saling menatap satu sama lain.
"Alexander, kami menaruh harapan besar padamu." Evan Krest menatap Xander lekat-lekat. "Saat aku menerimamu sebagai muridmu, saat itulah aku memiliki tanggung jawab untuk menjagamu dan di saat yang sama kau terhubung denganku. Dengan pencarian besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintah ketiga negara dan kelompok-kelompok lain untuk menangkapku, kau dan keluarga Ashcroft akan ikut terseret. Tantangan besar membentang di hadapanmu saat ini. Jika kau lemah, kau bukan hanya menyeret dirimu ke dalam kekalahan, tapi ikut menyeret keluargamu, aku dan keluargaku."
Xander mengepalkan tangan erat-erat. Ketakutan mulai tumbuh dalam hatinya mengingat musuh tangguh yang menghadapinya dan tanggung jawab besar yang ia emban. Akan tetapi, ia tidak akan menyerah begitu saja karena sudah melangkah jauh sampai di titik ini.
"Ketakutan adalah hal yang wajar ada dalam diri manusia. Jika aku harus jujur, setelah mendengar kabar tadi, aku menjadi takut. Hanya saja saja, aku memahami jika rasa takut adalah sesuatu yang harus ditaklukkan. Meski aku lari sejauh mungkin, pada akhirnya kematian akan menghampiriku." Evan Krest menunduk dalam, memejamkan mata. Bayangan masa lalunya tiba-tiba memenuhi kepalanya.
"Kau masih bisa beristirahat, Alexander. Kita akan bicarakan hal ini saat makan malam." Evan Krest berjalan keluar, memasuki ruangan khusus. "Aku merasa waktuku semakin dekat. Aku menjadi penasaran bagaimana akhir hidup dari orang sepertiku."
"Ayah." Bernard keluar dari ruangan bersama Darren dan Kelly.
Evan Krest menoleh ke belakang sesaat. "Kau ketakutan, Bernard. Bahkan, lebih ketakutan dibanding Alexander."
Evan Krest, Bernard, Darren, dan Kelly memasuki ruangan khusus. Kelly menekan satu tombol dan rungan naik ke permukaan hingga kembali ke tengah hutan.
"Masalah ini jelas bukan masalah yang bisa kita atasi, Ayah. Bersembunyi dari pemerintah negara Vistoria cukup membuat kita kesulitan, terlebih bersembunyi dan melindungi diri dari pemerintah tiga negara dan kelompok-kelompok yang mengincar Ayah." Bernard mensejajarkan langkah dengan Evan Krest.
"Aku sejujurnya masih belum yakin dengan Alexander. Dia memang cerdas dan memiliki pasukan hebat dan kekayaan yang tidak sedikit. Hanya saja, dalam pertarungan ada faktor lain yang bisa menyebabkan seseorang kalah meski memiliki hal tersebut."
Evan Krest berjalan menuju jendela, mengamati hijau hutan dan birunya laut. "Satu-satunya cara agar kau bisa yakin dengan Darren, Kelly, dan Alexander adalah membuat mereka semakin kuat setiap harinya. Dengan begitu, kepercayaanmu pada mereka akan meningkat."
"Ayah," gumam Bernard.
"Masalah ini juga merupakan ujian untukmu, Bernard. Meski suatu saat aku berhasil tertangkap, aku tidak akan membuka mulutku pada pemerintah manapun. Semua rahasiaku akan aku serahkan padamu. Dan mulai saat itu, kau, Darren, dan keturunan kalian yang akan menjaga rahasia itu."
Bernard, Darren, dan Kelly saling menatap satu sama lain. Kekhawatiran terlihat jelas di wajah mereka.
Evan Krest berbalik, menatap Bernard, Darren, dan Kelly bergantian. "Aku yakin kalau Alexander sedang memikirkan rencana. Kita harus memberikannya waktu untuk berpikir. Aku menantikan rencana tidak terduganya."
"Tapi tetap saja Alexander dan pasukannya tidak akan bisa membantu kita setiap waktu, Ayah. Seperti yang kau katakan pada Alexander, pada akhirnya kita akan berjuang sendiri melawan musuh."
"Kau benar, Bernard." Evan Krest mengepalkan tangan erat-erat.
Sementara itu, Xander dan pasukan intinya masih berada di ruang bawah tanah.
"Aku tidak tahu masalah ini akan sepelik ini," gumam Xander, "apa sebenarnya yang sudah dilakukan Evan Krest di masa lalu? Dan apa yang dia tahu sehingga pemerintah dari ketiga negara menginginkannya?”
Xander menghembus napas panjang. "Aku harus segera membuat rencana untuk bisa menyelamatkan Evan Krest sekaligus menyelamatkan keluargaku."
Xander memejamkan mata erat-erat, berusaha setenang mungkin untuk mendapatkan rencana. Sayangnya, pikirannya mendadak buntu.
Govin melirik ponselnya yang berbunyi. "Tuan, mata-mata kita dalam pasukan Edward baru saja mengirimkan foto Caesar serta Franklin."
Govin segera membuka matanya kembali, menatap kedua foto Caesar dan Franklin dari layar ponsel Govin. Hanya dengan melihat fotonya saja, ia bisa merasa aura mencekam dari kedua pria paruh baya itu.
"Mata-mata kita mengatakan jika Caesar dan Franklin bertemu secara pribadi. Belum diketahui apa yang mereka bicarakan."
Xander memejamkan mata kembali, bergumam, "Apa mungkin mereka akan ikut dalam perburuan Evan Krest? Jika iya, tugas ini akan semakin sulit dan menantang. Aku harus bisa menyelesaikan tugas ini dengan baik.”