Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sepertinya itulah pribahasa yang cocok menggambarkan seorang gadis cantik bernama Emila. Setelah hubungannya kandas karena kehadiran orang kedua, kini ia harus merasakan menjadi yang kedua pula untuk seorang pria yang sudah beristri karena mengandung anak dari pria itu setelah melewati malam panas dan ia dinyatakan mengandung.
Penawaran pernikahan sebagai bentuk tanggung jawab dari pria yang sudah menanamkan benih di rahimnya membuat Emila tak bisa menolak karena tidak ingin membuat ibunya malu dan akhirnya mendapatkan perlakuan buruk dari orang sekitarnya.
Bagaimana nasib Emila selanjutnya setelah menikah menjadi yang kedua sedangkan istri pertama pria tersebut tidak mengetahui pernikahan diam-diam mereka? Apakah istri pertama pria itu akan bersikap baik pada Emila atau justru sebaliknya setelah kebenaran itu terungkap mengingat istri pertama dari pria itu dinyatakan sulit memiliki seorang anak?
Yuk ikuti kisah Emila dan Arkana di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak boleh menyentuh
Emila benar-benar membuktikan perkataannya yang ingin membuat surat perjanjian sebelum pernikahan dilangsungkan. Hari itu, dua hari sebelum jadwal pernikahan dilangsungkan, Emila datang menemui Arkana ke ruangan Dokter Edgar untuk memberikan surat perjanjian itu. Ya, Emila dan Arkana memilih bertemu di ruangan Edgar agar tidak ada yang mencurigai pertemuan mereka.
Selembar kertas berisi poin-poin perjanjian telah Arkana baca. Perjanjian yang tertulis di selembar kertas itu tak jauh beda dari apa yang Emila katakan tempo hari. Hanya ada beberapa poin tambahan yang tentunya memberatkan dirinya.
"Jika anda setuju anda bisa menandatangani surat perjanjian itu." Ucap Emila tanpa ekspresi.
Arkana menatap pada Edgar meminta jawaban. Edgar pun mengangguk pertanda setuju agar Arkana menandatanganinya. Dengan perasaaan tak rela Arkana pun membubuhkan tanda tangannya di atas kertas tersebut.
Melihat tanda tangan Arkana sudah tertera di atas matrai membuat Emila merasa lega karena Arkana sudah setuju dengan segala persyaratan yang ia minta.
"Apa kau sudah puas?" Tanya Arkana dengan wajah datar.
Emila mengangguk. "Terima kasih atas kerja samanya." Jawab Emila.
Arkana menghela nafas. Berani sekali wanita di depannya ini memberikan banyak permintaan yang sulit ia tolak.
Karena sudah tidak memiliki urusan lagi di ruangan Edgar, Emila pun berpamitan untuk pulang.
"Tunggu dulu!" Arkana menghentikan niat Emil yang hendak meraih ganggang pintu.
Emila menoleh. Menatap pria itu dengan wajah bingung.
"Bolehkah aku memegang perutmu?" Pinta Arkana.
Emila langsung menggelengkan kepalanya. "Kita belum resmi menikah dan aku tidak ingin disentuh lagi oleh pria yang belum sah menjadi suamiku." Jawab Emila tegas.
Dan lagi Arkana dibuat tak dapat berkata-kata. Terpaksa ia mengiyakan perkataan Emila dan membiarkan Emila pergi meninggalkan ruangan Edgar.
"Anak-anak Mama. Kalian harus kuat agar tidak bisa ditindas oleh siapapun. Mereka memang kaya tapi mereka tidak bisa membeli harga diri kita." Ucap Emila sambil mengusap perutnya yang sudah nampak membuncit.
"Menarik." Edgar menyunggingkan senyuman di wajah tampannya setelah kepergian Emila.
"Apanya yang menarik?" Tanya Arkana bingung.
"Menarik sekali dia karena bisa membuatmu bertekuk lutut di hadapannya." Cibir Edgar.
Arkana mendengus. "Jika aku tidak bersalah aku tidak akan membiarkan dirinya berani mengancamku. Dari pada terus dihantui rasa bersalah lebih baik aku menuruti keinginannya." Jawab Arkana.
Edgar mengangguk-anggukkan kepalanya. "Dia adalah wanita yang hebat. Memiliki prinsip yang kuat dan tidak mudah ditindas. Aku rasa sudah banyak ujian yang sudah ia lewati hingga bisa sekuat ini." Ucap Edgar.
Arkana diam sambil memikirkan sesuatu.
"Jangan banyak melamun. Lebih baik sekarang kau pergi dan urus pernikahan kalian." Titah Edgar.
"Berani sekali kau mengusirku!" Ketus Arkana.
"Tentu saja. Tidak ada yang aku takutkan jika itu tentang dirimu. Turuti saja perkataanku. Sekarang pergilah!" Edgar kembali mengusir teman baiknya itu. Masih ada beberapa urusan yang harus Arkana selesaikan untuk pernikahannya dan Emila dua hari lagi.
Arkana mendecakkan lidah. Ia pun berpamitan pergi dari ruangan kerja Edgar setelah mengucapkan terima kasih atas bantuan pria itu.
"Arkana... Arkana. Malang sekali nasibmu." Ucap Edgar merasa prihatin. Seandainya saja saat ini yang hamil adalah Lady, mungkin Arkana akan sangat bahagia bisa memiliki anak setelah sepuluh tahun menanti kehadiran anak dari pernikahannya dan istrinya yang bernama Lady."
***