NovelToon NovelToon
Hidup Dalam Andai

Hidup Dalam Andai

Status: sedang berlangsung
Genre:Konflik etika
Popularitas:48
Nilai: 5
Nama Author: Romi Bangun

Mengkisahkan Miko yang terjebak lingkaran setan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Romi Bangun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

JEDA

Setelah semua ingatan itu, aku kembali ke kamar kos yang sama. Dengan uang yang lebih sedikit dan alasan yang makin rapuh.

Bet dua puluh ribu. Modal hasil hutang pinjol dua setengah juta.

Aku harap ini menjadi yang terakhir kalinya.

Spin berputar pelan, seakan memberi harapan untuk diriku.

Baru masuk ke spin ketiga, scatter turun.

SCATTER 10X Spin Gratis

Putaran pertama, pecah tiga ratus ribu.

Putaran kedua, pecah seratus ribu.

Putaran ketiga, kosong.

Sampai di putaran terakhir..

Menang Besar Rp3.653.210

Aku diam sebentar. Lega. Rasanya lega.

Saldo ku tarik ke rekening. Hutang pinjol ku bayar lunas hari itu juga. Limitnya pun naik drastis.

Aku masih punya sedikit sisa. Aman.

"Untung dikit, lumayan lah daripada buntung.."

-

Dua minggu berlalu. Kegiatan yang selalu membosankan. Makan, tidur, cari loker, nonton anime.

Sekali-kali keluar bersama teman. Tapi rasanya hampa. Dibalik tawa tongkrongan, aku menyisakan luka mendalam.

"Yah, mau bagaimana lagi..." batinku.

Hari ini aku mendapati Yudha ingin mampir ke tempatku. Aku mengiyakan. Lagipula sudah lama kami tidak bertemu.

Sebelum dia datang, aku membersihkan kamar kosku yang berantakan. Menyapu, meletakkan sparepart bekas yang berserakan.

Sore hari tiba, Yudha datang setelah pulang kerja.

"Mikoooo! Sehat bro?" sapa Yudha yang bahkan belum turun dari motor.

"Sehat lah, sini masuk." aku menghampirinya perlahan.

Kami bersalaman dan kemudian masuk ke kos.

"Gimana? Udah dapet kerja belum?" Yudha membuka obrolan.

Lagi dan lagi, pertanyaan yang terasa sakit di dada.

"Belum Yud, bingung juga gue..."

"...sudah." ucapku.

Padahal, sebenarnya ada kesempatan yang datang. Namun aku menyia-nyiakan kesempatan itu begitu saja.

Tanpa rasa bersalah.

Lucunya, aku malah menyalahkan keadaan.

"Yaudah santai dulu.. uang masih ada kan?" sahutnya.

"Ya masih.. aman lah pokoknya." jawabku meyakinkan.

Padahal itu bohong. Sisa uangku mungkin hanya bisa bertahan satu bulan lagi untuk hidup.

"Kalau abis kan ada pinjol..." candaku.

Kami berdua tertawa lepas.

Pukul tujuh malam, Yudha masih belum pulang. Kami ngobrol banyak hal.

Tentang pabrik setelah aku keluar.

Tentang istrinya yang marah-marah terus.

Dan yang pasti tentang, judol.

"Ancur gue Mik, kemaren hutang temen lima juta belum ketutup..."

"...mana orangnya udah nagih lagi." keluh Yudha.

Tapi diantara keluhan itu, selalu ada tawa diakhir. Begitu pula aku. Meski tidak semuanya, aku tetap berbicara sedikit tentang masalahku.

Dan di sela semua itu..

"Gue ada saldo lima puluh, buat pasang togel..." ucap Yudha.

Aku kebingungan. Apa yang harus kulakukan? Pikirku.

"...mau nitip angka berapa?" sambungnya.

Ternyata dia ingin mengkombinasikan dua kepala. Dua angka darinya, dua angka dariku.

Setelah menghitung sebentar,

"Enam sama sembilan."

"Oke Mik, semoga tembus ya..." jawab Yudha.

Secara tak sadar aku andil dalam permainan itu. Meski bukan dari uangku sendiri, namun ada saran dariku.

Beberapa menit berlalu, tiba-tiba,

Drrt drttt

Ponsel Yudha berdering. Istrinya menelpon.

Akhirnya Yudha pamit untuk pulang. Kembali aku sendiri dengan rasa sakit dikepala yang belum selesai.

"Huhh..."

Malam semakin larut, tepat pukul sebelas. Aku mendapati pesan dari Yudha.

"Enam tiga dari lu bener Mik, gue yang salah angka... gagal total."

Aku sudah tau. Kemungkinan menang dari togel itu sangat kecil. Apalagi cuma mengandalkan empat angka.

Pesan ku balas singkat. Yudha terlihat kecewa dengan "perhitungannya" yang salah.

Tapi entah kenapa, rasanya aku malah bertanggung jawab atas kecewanya.

Dari laman WhatsApp aku beralih ke browser. Membuka situs itu lagi. Aku deposit lagi.

Deposit Rp50.000 via QRIS telah berhasil

"Lima puluh aja, buat pelampiasan kecil." gumamku.

Tak butuh waktu lama, saldo itu habis. Bahkan belum sempat jalan lima menit.

"Anjing lah.. capek banget gue.."

"...cukup." ucapku.

Aku beranjak dari kasur. Berdiri sebentar sambil melemaskan badan agar rileks, kemudian mandi.

Pada kondisi air yang mengguyur badan, isi kepalaku seakan ada perang.

Perang besar, cukup ramai untuk membuatku sakit kepala lagi.

Ku letakkan gayung. Tangan mengepal dan,

Bugkkk

Sakit. Aku memukul wajahku sendiri, dan lanjut mandi sampai selesai.

Di tengah malam ini aku berniat untuk tidur. Besok pagi aku akan pergi ke Bursa Kerja Khusus lagi.

Tidak ada halangan.

Ponsel ku letakkan setelah setting alarm.

Sarung yang ku fungsikan sebagai selimut kutarik menutupi badan.

Walau mata terpejam, dan hanya hitam pekat yang terlihat. Tak cukup untuk menutupi rasa bersalah atas diriku sendiri.

Perlahan-lahan akhirnya aku mulai terlelap. Aku pergi ke alam bawah sadar, meninggalkan sisa kehancuran di alam nyata

-.

Aku terbangun sebelum alarm berbunyi.

Bukan karena disiplin. Tapi karena tidurku dangkal. Seperti biasa.

Jam di ponsel menunjukan pukul lima lewat sedikit. Langit masih gelap. Udara kos dingin dan lembab. Aku duduk di tepi kasur cukup lama, menatap lantai.

Tidak ada mimpi buruk. Tapi juga tidak ada ketenangan.

Aku meraih dompet. Menghitung ulang uang tunai yang tersisa. Masih satu juta lebih sedikit, belum yang ada di tas.

"Cukup buat hidup sebulan…" gumamku.

Aku mandi cepat, mengenakan kaos paling rapi yang ku punya. Celana hitam yang sudah mulai pudar. Sepatu lama yang solnya sedikit terkelupas.

Di depan cermin kecil, aku melihat wajahku sendiri.

Pucat. Mata cekung. Tapi masih berdiri.

"Masih bisa," kataku lirih. Entah pada siapa.

Pagi itu aku benar-benar pergi ke Bursa Kerja Khusus.

Bukan dengan semangat. Tapi dengan sisa tenaga terakhir yang ku punya.

Di jalan, ponselku bergetar. Sembari menaiki motor aku meraih ponsel dan membukanya sebentar.

Notifikasi dari aplikasi pinjol. Penawaran limit baru. Bunga rendah. Pencairan cepat.

Aku tidak membukanya.

Bukan karena kuat. Tapi karena belum perlu.

Aku menyimpan ponsel kembali ke saku. Melanjutkan langkah dengan kepala tertunduk.

Di depan gedung BKK, beberapa orang sudah berdiri. Wajah mereka sama denganku. Lelah. Berharap. Takut.

Aku ikut mengantri.

Di sela menunggu, pikiranku melayang singkat.

Tentang kemenangan kecil semalam. Tentang hutang yang lunas. Tentang rasa lega yang ternyata cepat sekali hilang.

Aku sadar satu hal.

Aku tidak berhenti karena sadar.

Aku berhenti karena kehabisan alasan.

Dan entah kenapa, pagi itu.. untuk pertama kalinya setelah lama..

Aku tidak membuka situs itu.

Bukan janji.

Bukan sumpah.

Hanya jeda.

Dan aku tahu, jeda sekecil ini pun… belum tentu aman.

Hidup memang tak bisa ditebak. Setelah giliranku bertemu petugas,

"Oh ini Mas yang dulu kesini ya? Yang umurnya dua satu?" tanya petugas sebelum aku bertanya.

"Loh iya pak... bapak ingat to?" tanyaku heran.

Ternyata hari ini hari terakhir pendaftaran untuk posisi Operator Produksi di perusahaan otomotif.

Lokasinya ada di kawasan, sekitar sepuluh menit dari kos ku.

Sedangkan untuk tes nya, besok pagi.

"Gas pak, saya ikut.." ucapku tanpa ragu.

Petugas BKK tersenyum dan mulai menginput data ku.

Aku bersyukur. Kesempatan ini akan kugunakan sebaik mungkin. Meski aku tahu, niat saja tidak pernah cukup.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!