NovelToon NovelToon
CINDELOKA

CINDELOKA

Status: sedang berlangsung
Genre:Ilmu Kanuragan / Dunia Lain / Action / Spiritual / Epik Petualangan / Roh Supernatural
Popularitas:320
Nilai: 5
Nama Author: teguhsamm_

Raden Cindeloka Tisna Sunda, seorang bocah laki laki berparas tampan dari Klan Sunda, sebuah klan bangsawan tua dari Sundaridwipa yang hanya meninggalkan nama karena peristiwa genosida yang menimpa klannya 12 tahun yang lalu. keberadaannya dianggap membawa sial dan bencana oleh warga Sundari karena ketampanannya. Suatu hari, seluruh warga Sundari bergotong royong menyeret tubuh kecil Cindeloka ke sebuah tebing yang dibawahnya air laut dengan ombak yang mengganas dan membuangnya dengam harapan bisa terbebas dari bencana. Tubuh kecilnya terombang ambing di lautan hingga membawanya ke sebuah pulau misterius yang dijuluki sebagai pulau 1001 pendekar bernama Suryadwipa. di sana ia bertemu dengan rekannya, Lisna Chaniago dari Swarnadwipa dan Shiva Wisesa dari Suryadwipa yang akan membawanya ke sebuah petualangan yang epik dan penuh misteri gelap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon teguhsamm_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pura Agung Sunyaratri

Kabut di kaki bukit perlahan menipis ketika Tim Sapta dan Mbah Kunto menaiki anak-anak tangga panjang menuju Pura Agung Sunyaratri-tempat suci tertua di Suryadwipa. Pura itu menjulang seperti bayangan hitam, dinding-dindingnya dipenuhi ukiran kuno berwujud naga, matahari, dan tiga makhluk raksasa mirip Maung, Kuda bersayap, dan Hanuman.

Begitu mereka melangkah masuk ke pelataran utama, Cindeloka tiba-tiba berhenti. Dadanya bergetar.

"Mbah... aku merasakan cakra aneh..."

Ia memegang liontinnya yang berdenyut seperti jantung kedua.

Lisna mendekat, menatap sekitar, lalu menutup mata.

Ketika ia membukanya kembali, mata birunya berubah menjadi oranye.

Angaraksa aktif.

Dalam pandangan lisna, aura-aura merah pekat bergerak cepat menembus kabut menuju pura.

Ia tersentak.

"Mbah... ada cakra musuh! Banyak! Dua puluh orang-menuju kita!"

Shiva menggertakkan giginya, menjatuhkan rokoknya dan menginjaknya perlahan.

Mbah Kunto mengangguk.

"Klan Rangda... mereka juga mengincar Triloka Mandraguna."

Belum sempat mereka menyusun rencana, kabut hitam terbuka seperti tirai raksasa.

Dua puluh pendekar klan Rangda-bertato, bermata liar, membawa tombak, keris, dan trisula pendek-masuk ke pelataran pura sambil menyeringai.

Pemimpinnya maju.

"Simpang dari jalan kami, bocah-bocah! Triloka Mandraguna milik klan Rangda!"

Mbah Kunto meludah ke samping.

"Sayang sekali. Tim saya duluan sampai. Jadi... pulang saja sebelum dipulangkan."

Musuh meraung.

"SERANG!"

Dan perang pun pecah.

Cindeloka melompat ke depan, kedua telapak tangannya memutar angin.

"Wiring Angin - Pancer Sunda!"

Angin berputar ganas, melempar tiga musuh sekaligus.

Lisna menangkis tombak dengan lengan yang dilapisi energi tanah.

"Silek Linduak Kito!"

Tanah di bawah musuh merekah, membuat mereka jatuh tersungkur.

Shiva melesat seperti cahaya, gerakannya nyaris teleportasi.

"Surya Wedana!"

Tendangannya menghajar dada musuh hingga terpental empat meter.

Mbah Kunto menghantam tanah dengan telapak tangan.

"Geni Mijan - Tapak Petaka!"

Ledakan energi oranye menyapu lima musuh sekaligus.

Namun musuh tidak berhenti.

Gelombang serangan balik datang bertubi-tubi.

Tim Sapta kelelahan.

Tubuh mereka mulai dipenuhi memar dan luka gores.

Mbah Kunto pun terdesak, satu lutut menyentuh tanah.

"Gawat... jumlahnya terlalu banyak..."

Tiba-tiba

BUUUM!

Dentuman cakra menghentak udara.

Cindeloka memekik, memegangi dadanya. Liontin di lehernya bersinar putih menyilaukan.

"AARRGHHH-!"

Tubuhnya kejang.

Napasnya memburu.

Dari dalam tubuhnya, aura putih besar menyeruak seperti cahaya bulan purnama yang meledak.

Maung Bodas bereaksi.

Pada saat yang sama-

Lisna terhuyung. Matanya memerah magenta pekat.

Aura Hanuman Chandra Naya menyelimuti tubuhnya.

Shiva memukul tanah. Cahaya surya oranye membungkus tubuhnya seperti kobaran matahari.

Kuda Sembrani bangkit.

Tanpa kendali-

Mereka bertiga menerjang musuh.

Angin badai, tanah retak, cahaya membabi buta.

Serangan mereka jauh lebih kuat dari sebelumnya, menghancurkan kuda-kuda musuh, mematahkan senjata, memaksa musuh mundur panik.

Dua puluh pendekar klan Rangda tak sanggup menahan.

Mereka terpental satu per satu.

Cakra mereka bertiga berubah menjadi liar. Ganas. Tidak terkendali.

Mbah Kunto terperanjat.

"Tidak! Kalau dibiarkan... cakra gundam bisa merusak tubuh mereka!"

Mbah Kunto melepaskan penutup mata kanannya.

Mata itu menyala kuning keemasan Kalaraksa.

Ia berdiri tegak, tangan menengadah ke langit.

"Mandrajian Mijan..."

Angin diam.

Kabut berhenti bergerak.

Udara seperti membeku.

"...GATEK PARASU!"

Gelombang energi Mijan menyapu seluruh pelataran, membungkus ketiga bocah itu dalam aura penekan. Cakra Maung Bodas, Hanuman, dan Sembrani dipaksa kembali masuk ke tubuh pemiliknya.

Mereka bertiga menjerit, tubuh bergetar hebat...

lalu ambruk bersamaan.

Kabut kembali bergerak.

Pertempuran usai.

Dua jam kemudian, ketiganya terkulai lemas.

Lisna dan Shiva masih sadar meski nyaris pingsan.

Cindeloka-jatuh paling parah.

Tubuh mungil itu tampak kehabisan tenaga, kulitnya pucat seperti mayat.

Napasnya lirih.

"Mbah... Cinde kenapa?"

Lisna bersimpuh, panik.

Shiva mendesis, memegangi dadanya.

"Cakra kami bereaksi... tapi kenapa dia yang paling menderita...?"

Mbah Kunto menggendong Cindeloka ke punggungnya.

"Kita kembali ke Suryajenggala. Cepat."

Ia meraih Prasasti Triloka yang berhasil ditemukan di altar Pura, lalu berlari ringan menuruni bukit.

Tabib tua memeriksa tubuh Cindeloka berulang kali.

Setelah lama diam, ia menatap Mbah Kunto dan Tim Sapta dengan wajah serius.

"Anak ini... koma."

Lisna terkejut.

Shiva mengepalkan tangan.

"Berapa lama?"

Tabib menunduk.

"Tujuh hari. Tubuhnya tidak kuat menahan amukan cakra Maung Bodas."

Hening panjang.

Lisna akhirnya bersuara, suaranya bergetar:

"Tapi... kenapa cuma Cinde yang pingsan? Bukannya cakra kami bertiga bangkit bersamaan?"

Mbah Kunto menarik napas panjang.

"Karena Maung Bodas... jauh lebih besar dari kalian berdua. Cakra Maung Bodas sepuluh kali lebih besar dari enam gundam lainnya."

Lisna terdiam.

"Selain itu..." lanjut Mbah Kunto,

"...di antara tujuh gundam, Maung Bodas adalah yang paling sensitif terhadap cakra asing-dan yang paling terkutuk."

Shiva menatap Mbah Kunto dengan alis terangkat.

"Terkutuk...?"

Mbah Kunto memandang tubuh tak sadarkan diri Cindeloka.

"Ya. Maung Bodas adalah gundam yang paling ganas. Semakin pemiliknya terluka... semakin liar kekuatannya."

Lisna menutup mulutnya menatap tubuh Cindeloka yang lemah karena efek gundam Maung Bodas.

Shiva menunduk penuh beban.

Dan Cindeloka terbaring diam... tak bergerak...

menunggu pertarungan internalnya sendiri selama tujuh hari yang akan datang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!